Ciamis, (harapanrakyat.com),- Sedikitnya 103 orang yang mengaku pasien Pimpinan Padepokan Tri Tunggal Sempurna, Ondon Juhana, tersangka kasus penodaan agama dan penipuan, warga Pamalayan Kec. Cijeungjing, Kab. Ciamis, membuat surat pernyataan yang membantah bahwa tersangka Ondon mengajarkan aliran sesat yang melarang pasiennya melakukan ibadah sholat dan dzikir.
Dalam surat pernyataan yang ditandatangai oleh 103 orang dan juga masing-masing pasien melampirkan foto kopi KTP-nya, menyatakan bahwa mereka pernah berobat kepada tersangka Ondon. Dan selama mereka berobat, tersangka belum pernah melarang sholat dan dzikir, sebagaimana yang dituduhkan selama ini.
103 yang mengaku pasien tersangka Ondon itu, ternyata dari berbagai daerah. Dari data yang diperoleh HR, mereka ada yang berdomisili di Kota Tasikmalaya, Kota Banjar, Kota Bandung, Kec. Langkaplancar Kab. Ciamis, Kec. Sukadana Kab. Ciamis dan Kecamatan lainnya di wilayah Kab. Ciamis.
Salah seorang pasien Ondon, Cucu Kurnia, (36), warga Kec. Sukadana Kab. Ciamis, mengatakan, dia sebagai pasien Ondon merasa prihatin dengan kasus yang tengah melilit PNS yang bertugas di Kantor Kecamatan Cijeungjing itu.
“Saya sebagai mantan pasien Pak Ondon, perlu mengklarifikasi masalah ini. Karena saya yakin Pak Ondon tidak pernah mengajarkan aliran sesat kepada pasiennya, apalagi melarang ibadah sholat dan dzikir,” katanya, kepada HR, di Ciamis, Selasa (1/3).
Menurut Cucu, dirinya pertama kenal dengan Ondon pada tahun 2006. Pada waktu itu dirinya menderita sakit rematik hingga mengalami kelumpuhan. Dia pun berapa kali mencoba berobat ke dokter, namun penyakitnya tidak kunjung sembuh. “Kemudian saya berobat ke Pak Ondon, alhamdulilah sembuh. Selama saya diobati oleh Pak Ondon, dia belum pernah melarang saya melakukan ibadah sholat dan dzikir,” akunya.
Malah, lanjut Cucu, tersangka Ondon kerap memberikan nasehat spritual agar dirinya sering mendekatkan diri kepada Alloh SWT. “Setelah saya sembuh, saya sering silaturahmi kepada Pak Ondon. Saya juga sering berkeluh kesah soal masalah kehidupan. Dan nasehat Pak Ondon justru berpatokan pada ajaran islam. Saya sering diberi amalan dzikir dari ayat-ayat Al Qurâan. Makanya saya kaget ketika mendengar Pak Ondon mengajarkan ajaran sesat,” katanya.
Berangkat dari keprihatinan itu, lanjut Cucu, dia dengan beberapa pasien yang lainnya dengan sukarela tanpa ada paksaan membuat surat pernyataan tersebut. “Motivasi saya hanya ingin membantu orang yang pernah menolong ketika dulu saya sakit,” imbuhnya.
Ketika ditanya apakah ada orang yang mengorganisir agar 103 orang tersebut membuat pernyataan, Cucu mengatakan tidak ada yang mengorganisir. Mereka yang membuat pernyataan itu atas inisiatif sendiri dan tanpa paksan dari pihak manapun.
“Dari 103 orang itu, ada yang datang langsung ke rumah Pak Ondon, dan ada juga yang di telepon oleh pihak keluarga Pak Ondon. Yang pasti, apa yang diutarakan dalam surat pernyataan itu, murni dari hati masing-masing pasien,” ujarnya.
Ketika ditanya metoda pengobatan Ondon saat mengobatinya dirinya, Cucu mengatakan ketika Ondon mengobati dirinya hanya dengan metoda pengobatan pijat saja. “Saya sembuh oleh pijatan Pak Ondon, dan tidak ada metoda pengobatan lainnya yang menjurus sesat,” katanya.
Dihubungi terpisah, Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kab. Ciamis, KH. DR. Fadlil Yani Ainusyamsi, M.B.A, M.Ag, menduga bahwa 103 orang yang membuat surat pernyataan melakukan pembelaan terhadap Ondon adalah pengikut padepokan tersebut.
“Dugaan saya bahwa mereka adalah pengikutnya Ondon. Jadi wajar apabila mereka melakukan pembelaan dengan cara membuat surat pernyataan dalam upaya meringankan Ondon atas fakta dan kasus yang menimpanya,” kata Kang Icep—sapaan akrab KH. Dr. Fadlil— ketika dihubungi HR via pesan singkat, Selasa (1/3).
Kang Icep pun memprediksi bahwa tidak tertutup kemungkinan juga di pengikut Ondon ada kubu-kubuan. “Tidak mustahil itu terjadi. Karena pasien Ondon kan banyak. Mungkin yang melaporkan kasus ini pengikutnya yang tidak puas. Mereka yang membela, mungkin pengikut setianya,” ungkapnya,
Sementara itu, Kapolres Ciamis, AKBP Agus Santoso, SIK, didampingi Kasat Reskrim Polres Ciamis, AKP Irfan Nugraha, SH, mengatakan, hal yang wajar apabila ada yang melakukan pembelaan terhadap tersangka Ondon.
“Itu hak mereka melakukan pembelaan. Kita objektif saja melihat kepada data dan bukti hukum yang kuat seperti apa. Lagi pula, proses hukum masih berjalan, jadi masih terlalu dini apabila menyimpulkan bahwa tersangka Ondon benar atau salah,” katanya, ketika dihubungi HR, di kantornya, Selasa (1/3).
Irfan menjelaskan, pihaknya sudah memiliki 15 saksi yang sudah dimintai keterangannya. 15 saksi tersebut juga merupakan pasien yang pernah berobat kepada tersangka Ondon.
“Dari 15 pasien yang kita panggil menjadi saksi, malah kebanyakan mengaku bahwa tersangka Ondon melarang mereka melakukan ibadah sholat dan dzikir. Tetapi itu hanya fakta sementara, karena proses hukum belum selesai dan hingga saat ini masih berjalan,” pungkasnya.
Seperti diketahui, Padepokan Tri Tunggal Sempurna sempat menjadi buah bibir di masyarakat Ciamis. Pasalnya, padepokan yang mengaku sebagai Rumah Sakit Spritual itu, diduga telah melarang pasiennya melakukan ibadah sholat dan wirid. Kontan saja, setelah kabar itu berkembang di masyarakat, membuat sejumlah pemuka agama islam, ormas islam dan tokoh masyarakat di Ciamis, berang.
MUI pun turun tangan menyelesaikan masalah ini. Setelah dilakukan penelusuran untuk memastikan kebenaran kabar tersebut yang dilakukan oleh tim investigasi bentukan MUI Kab. Ciamis, ternyata banyak pasien yang berobat ke padepokan tersebut mengakui bahwa benar padepokan tersebut telah menyebarkan ajaran sesat.
Sejumlah pasien yang telah berobat ke padepokan tersebut pun mengeluh bahwa penyakit yang dideritanya malah semakin parah setelah berobat ke sana. (Bgj/DSW/DK)