Hamparan tanah/ lahan pertanian di sekitar Bojongkoncod atau lebih dikenal wilayah Kalimati, Desa Langensari, Kota Banjar belum sepenuhnya dikelola dengan baik. Padahal, jika pengelolaannya maksimal, luas area yang mencapai puluhan hektar tersebut bisa memberikan banyak manfaat bagi masyarakat, terlebih Pemkot Banjar punya visi menjadi agropolitan.
Sementara ini, wilayah Bojongkoncod hanya digarap oleh warga seadanya. Sebagian ditanami singkong, kacang-kacangan, tanaman palawija lainnya, dan sebagian lagi dibiarkan tanpa garapan.
Beberapa sumber HR di lapangan mengungkapkan, sejarah singkat keberadaan Kalimati Bojongkoncod. Menurut mereka, sebelum pembebasan tanah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar), beberapa tahun silam, hektaran lahan/ tanah yang ada di wilayah Bojongkoncod merupakan wilayah Jawa Tengah (Jateng). Kawasan Bojongkoncod tersebut dibatasi sungai yang menjolok dan seolah membentuk tapal kuda.
Pembebasan tanah yang dilakukan Pemrpov Jabar tersebut, dalam rangka mengantisipasi potensi bencana alam yang kala itu dinilai sangat membahayakan masyarakat sekitar. Pada saat itu, Pemprov Jabar memutuskan untuk melakukan penyodetan sungai Citanduy, agar warga di kawasan tersebut terbebas dari mara-bahaya banjir.
Seiring berjalannya waktu, pasca pembebasan tanah dari Jateng, warga sekitar mulai memanfaatkan lahan bekas sungai, yang mulai dikenal warga sebagai kawasan Kalimati Bojongkoncod, dengan menggarapnya menjadi lahan pertanian. Bahkan sebagian lagi memanfaatkan tanah tanggul (lama) untuk membuat kerajinan batu-bata dan genting.
Penggarap lahan Kalimati yang berhasil HR temui, Sutija (75), Senin (25/7) mengatakan, sudah hampir 50 tahun dirinya menggarap lahan di wilayah itu. Sutija mengaku sangat menikmati hasil garapan yang selama ini dia peroleh. Meski diakui Sutija, lahan yang dia garap merupakan milik pemerintah.
Sutija juga mengaku dirinya pernah mendengar, pemerintah akan menggunakan lahan tersebut untuk kepentingan pembangunan dan penataan kawasan pertanian. Meskipun hingga kini rencana tersebut belum terealisasi.
Meski begitu, Sutija merasa tidak keberatan jika tanah yang selama beberapa puluh tahun ini dia garap, akan diambil untuk kepentingan pembangunan oleh pemerintah. Namun sepanjang rencana itu belum terwujud, Ia meminta agar Pemerintah memperbolehkan dirinya untuk tetap menggarapnya.
âAbdi ngadangu saurna bade diangge ku Pemkot Banjar ieu tanah teh, nya mangga wae. Mung sateacan terwujud mah, abdi nyungken widi kanggo ngagarap ie taneuh,â katanya, sambil mengira HR utusan dari Pemkot.
Di tempat terpisah, Sekdes Langensari, Dadang Suharto, Senin (25/7) di ruang kerjanya, mengatakan, bahwa penyodetan sungai Citanduy yang dilakukan Pemrov Jabar, beberapa tahun silam, menyisakan kawasan Kalimati Bojongkoncod yang kini digarap oleh sebagian warganya.
Menurut Dadang, luas Kalimati Bojongkoncod dan tanggul lama mencapai 15 hektar. Dia mengungkapkan, jika area tersebut dipergunakan secara makismal, banyak warga yang akan mendapatkan manfaatnya. Ia juga menyayangkan, bentuk tanah Kalimati Bojongkoncod memanjang, sehingga menyulitkan pihaknya dan warga untuk memaksimalkan pemanfaatan lahan tersebut. Selain itu, dia menuturkan, lokasi dan bidang-bidang tanah milik warga yang ada sekitarnya masih acak/ belum teratur.
Senada dengan itu, Kades Langensari, Sutopo, di ruang kerjanya, mengatakan, bahwa pihaknya perlu berkordinasi dengan sejumlah instansi untuk membicarakan penataan kawasan Kalimati Bojongkoncod. Pasalnya, selama ini status kepemilikan dan lokasi tanah warga dan tanah pemerintah belum semuanya jelas.
Menurut Sutopo, sebagian warga penggarap mengaku memiliki lahan tersebut namun tidak mampu menunjukkan bukti kepemilikan tanah yang mereka akui selama ini. Dia juga mengaku tidak akan gegabah dalam menyelesaikan persoalan tersebut. Alasannya, untuk penyelsaiannya harus melibatkan banyak pihak.