Banjar, (harapanrakyat.com),- Pembangunan Situ Leutik hingga saat ini belum sepenuhnya dapat diselesaikan. Untuk mewujudkan maksud dan tujuan dari konsep awal pembangunan tersebut, perlu dilakukan pembenahan serta penataan di sekitar lokasi.
Berdasarkan data dari Dinas PU Kota Banjar, pelaksana teknis pembangunan, bahwa konsep awal pembangunan Situ Leutik yaitu review perencanaan irigasi.
Sedangkan, maksud perencanaan Waduk Situ Leutik untuk memenuhi kebutuhan air bagi areal pesawahan di sekitar wilayah Desa Cibeureum.
Mengenai tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan pekerjaan itu diantaranya, pemenuhan kebutuhan air baku, pemenuhan kebutuhan air irigasi, serta sebagai areal perikanan.
Jika melihat dari maksud dan tujaun, memang sampai sekarang belum bisa diwujudkan. Karena, ketika musim kemarau baru berlangsung sekitar 1 bulan, debit air sudah terlihat menyusut. Penyusutan debit air diperkirakan mencapai 50%.
Namun, sebelum musim kemarau tiba, pihak Pemerintah Kota Banjar, dalam hal ini Dinas PU dan Dinas Pertanian, telah melakukan kesepakatan dengan para kelompok tani, disarankan dalam pola tanam tahun 2011 untuk periode sekarang ini adalah palawija.
Kasi. Pembangunan Bidang PSDA Dinas PU Kota Banjar, Agus, pada HR, Senin (11/7), mengatakan, meski pada kenyataannya para petani tetap melakukan tanam padi, pihaknya tidak bisa melarang.
“Solusi menghadapi musim kemarau, kami telah memberitahukan dari awal, dan itu sesuai dengan kesepakatan dengan para petani. Bahwa saat ini bukan masa tanam padi. Tapi kalau sudah ditanami ya bagaimana, paling mereka menyedot air dari Situ Leutik untuk mengairi lahan pertaniannya,” ucapnya.
Di tempat terpisah, petani komplek pesawahan Dusun Sogati dan Balingbing, Desa Cibeureum, Kec. Banjar, mengatakan, sejak musim kemarau berlangsung selama dua minggu, lahan pertanian seluas kurang lebih 3 hektare, di kawasan tersebut mulai kekurangan pasokan air.
Menurut Kosim, salah seorang petani Sogati, saat ditemui HR, Selasa (12/7) mengatakan, lahan mulai kering ketika tanaman padi berumur sekitar 20 hari.
Untuk bisa memperoleh pasokan air, mereka melakukan penyedotan air dari Situ Leutik, itu pun harus dilakukan pada malam hari, karena di sekitar Situ Leutik tengah dibangun saluran air, sehingga kalau siang hari dapat mengganggu pengerjaannya.
Namun, hingga saat ini belum dilakukan, padahal kemarau sudah berjalan selama 1 bulan. Kosim mengaku, alasan petani belum melakukan penyedotan air, lantaran biaya yang akan dikeluarkan sangat memberatkan, terlebih bagi petani kecil seperti Kosim.
Selain itu, lanjut dia, debit air saat ini tidak mungkin dapat mencukupi kebutuhan air bagi lahan sawah di Sogati dan Balingbing. Pasalnya, areal pesawahan di daerah Jajawar pun menggunakan air dari Situ Leutik.
“Jadi istilahnya pabetot-betot dengan wilayah lain. Kalau mesin pompanya memang sekarang sudah punya, bantuan dari Dinas Pertanian. Tapi, kita menghitung dulu berapa biaya solar yang dikeluarkan, sebab penyedotan tidak mungkin dilakukan satu atau dua kali saja. Rencana sih malam tadi (Senin malam-Red), tapi sepertinya tidak jadi,” tuturnya.
Pendapat serupa juga dikatakan Ahmad, petani yang memiliki lahan di komplek pesawahan Balingbing. Untuk melakukan penyedotan, para petani di kedua wilayah tersebut harus bermusyawarah mengenai biaya solar.
Sementara itu, jika mereka harus beralih ke palawija, tentu kebutuhan air akan lebih banyak, lantaran tanaman palawija harus disiram dua kali dalam satu hari.
“Ya memang kalau menurut perhitungan bahwa musim ini lebih cocok palawija. Namun, beberapa waktu lalu masih ada hujan. Selain itu, tadinya mengandalkan pasokan dari Situ Leutik, tapi ternyata kemarau selama dua minggu saja debit air tidak memungkinkan memenuhi kebutuhan,” jelasnya.
Meski demikian, Kosim dan Ahmad mengaku, dengan adanya Situ Leutik, lahan sawah mereka masih bisa dialiri air selama dua minggu. Sebelumnya, jika musim kemarau baru berlangsung satu minggu saja, sawah di Sogati dan Balingbing sudah kekeringan. (Eva)