
Banjar, (harapanrakyat.com),- Seperti biasanya, setiap bulan Ramadhan banyak bermunculan pedagang dadakan yang menjual makanan khas untuk tajil saat berbuka puasa, seperti kolak pisang, candil, mie geyot dan tutut.
Namun, selain pedagang dadakan, jajanan tersebut banyak pula dijual oleh para pedagang makanan yang sudah biasa mangkal. Meski banyak disukai pembeli, namun mereka hanya menjualnya pada saat Ramadhan.
Padahal, jika dijual dihari-hari biasa, makanan itu tetap akan diminati masyarakat, apalagi kolak pisang dan candil disajikan dalam keadaan panas. Berbeda ketika bulan Ramadhan, biasanya konsumen lebih suka mengkonsumsinya dengan menambahkan es batu.
Menurut Wawan, pedagang colenak yang biasa mangkal di Alun-alun Kota Banjar, mengatakan, bahwa memang jajanan berupa kolak pisang, candil, mie geyot maupun tutut, banyak ditawarkan saat bulan Ramadhan saja.
Hal itu sudah menjadi tradisi masyarakat maupun pedagang yang menjadikan semua jenis makanan tersebut untuk tajil berbuka puasa. Sehingga, meski para pedagang tahu kalau makanan itu banyak diminati konsumen, namun mereka tidak menjualnya di hari-hari biasa.
âMemang banyak diminati konsumen, tapi mungkin karena sudah menjadi tradisi, jadi kami tetap saja hanya menjualnya pada bulan Ramadhan,â terangnya, Senin (1/8), saat dijumpai HR di Alun-alun Kota Banjar.
Wawan juga mengatakan, untuk membuat penganan berupa kolak pisang, candil, mie geyot atau tutut, pengolahannya cukup sederhana. Selain itu, biaya yang dibutuhkan pun tidak besar.
Namun demikian, para pedagang makanan beranggapan bahwa bulan Ramadhan merupakan moment yang paling tepat untuk menjual jajanan jenis makanan tersebut.
Lain hal dengan Bi Enok, pedagang jajanan keling. Meski bukan bulan Ramadhan, namun dia tetap menjual mie geyot dan candil. Harganya pun relaif sangat murah, yaitu Rp2.000 per bungkus.
âYa hari-hari biasa juga suka menjualnya, tapi kolak mah enggak, cuma kalau tutut itu kadang-kadang, tergantung musim, biasanya musim hujan tutut banyak dijual di pasar, jadi harganya murah,â tuturnya.
Diakui Bi Enok, pada hari-hari biasa dia tidak banyak membuat candil, mie geyot maupun tutut, tapi ketika Ramadhan, jumlahnya ditambah, lantaran wilayah edarannya lebih jauh lagi.
Artinya, saat jualan di hari-hari biasa, dia hanya keliling di satu lingkungan saja, namun di bulan Ramadhan dia keliling hingga ke beberapa tempat. Dan jenis jajanan yang dijajakan kebanyakan makanan untuk tajil.
âAlhadulillah, dagangan selalu habis, paling tersisa juga cuma dua atau tiga bungkus saja. Hari-hari biasa juga sama seperti itu,â pungkasnya. (Eva)