Sebenarnya sepeda masuk sebagai alat transportasi di Indonesia belum terlalu lama, yaitu sekitar awal abad ke-20 antara tahun 1910-an. Waktu pertama masuk tentu saja dipakai oleh pegawai kolonial dan para bangsawan, baru kemudian para misioneris dan saudagar kaya yang bisa memilikinya.
Bahkan Daerah Istimewa Yogyakarta dikenal sebagai kota sepeda yang sampai sekarang di abad 21 ini, sepeda masih tetap ngetren, malah sekarang dibanyak kota dan daerah sedang musim terbentuknya komunitas-komunitas sepeda ontel. Sepeda zaman baheula dimodifikasi, bahkan harganya sekarang yang disebut sepeda ontel sampai jutaan.
Bila sudah jatuh kehobi, apapun bisa bernilai tinggi harganya itulah seninya barang antik. Ada cerita lain, pemakai sepeda ontel karena butuhnya alat transportasi untuk kerja dan keperluan keluarga. Meskipun zaman sekarang motor maupun mobil sudah berjubel, bisa kredit atau merental.
Lain pula pandangan Noval (26), seorang pekerja Sukwan (Sukarelawan) di Bappeda Kota Banjar mungkin dari sekian banyak pegawai di Pemkot Banjar, Noval yang bersepada ke kantor. Sebelum ada yang protes soal bersepeda ke kantor, eeh kalau tidak salah Kepala Dinas Capilduk Kota Banjar Aan Suparlan, suka iseng berangkat kerjanya akhir-akhir ini suka naik sepeda ontel tapi dia pehobi. Jelaskan bedanya Aan dan Noval. Kepala Dinas di Kota Banjar tidak mendapat jatah sepeda ontel, melainkan jatah untuk kerja mobdin aliasa mobil dinas Inova lagi. Benerkan!
Noval seorang mahasiswa drop out, tidak jelas apa alasannya. Koookâ¦.malahan jadi sukwan di Beppeda Banjar. Bisa ditebak, barangkali saja satu waktu nanti diangkat jadi PNS (Pegawai Negeri Sipil) Ia tak punya motor mengakunya, hanya ada sepeda zaman baheula agar bisa dimanfaatkan sepeda ontel setiap pagi dan sore dikayuhnya untuk pergi dan pulang kantor.
Motivasinya ngirit pengeluaran, tak seberapa uang yang Noval dapatkan sebagai sukwan setiap bulannya. Karena ia telah punya tanggungan istri dan satu orang anak balita, sepeda ontel dia manfaatkan selain untuk ke kantor juga dipakai untuk keperluan keluarga. Bonceng istri dan anak naik sepeda, happy-happy saja.
“Malah asalnya saya mau beli tempat duduk buat anak dari rotan, yang bisa disimpan pada palang sepeda. Eeeh, tahunya malah dikirim sama mertua dari Tasikmalaya. Lebih baik saya mencontoh Pak guru Umar Bakri, ke mana-mana naik sepeda irit dan sehat lagi,” kata Noval percaya diri, waktu berbincang-bincang dengan HR di kantor Bappeda Banjar disaat siang hari pada waktu istirahat di awal puasa pekan lalu. (PRA/bh)