PNS VS RUU APARATUR SIPIL NEGARA
Oleh Aep Sunendar, SH., MH
Tulisan ini semoga bermanfaat dan sampai dengan selamat di salah satu alamat: Senayan, Jakarta. Setidaknya, kalau sampai di sana dapat menjadi bahan timbang rasa para anggota DPR yang sekarang tengah giat membahas RUU ASN. Baik, perkenalkan saya AEP SUNENDAR, S.H., MH. Umur 49 Tahun PNSD Kabupaten Ciamis, Jabatan saat ini Kepala Bidang Pengembangan Karier dan Pembinaan Pegawai pada Badan Kepegawaian Daerah dan Diklat.
Diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil sejak tahun 1983 dengan Ijazah SMA dan menduduki Golongan II selama hampir 16 tahun dan mendapat kepercayaan menduduki jabatan mulai eselon Va tahun 1999, kemudian beberapa kali eselon IVa mulai tahun 2002 sampai dengan 2009 dan saat ini menduduki eselon IIIb dengan tunjangan jabatan setiap bulan sebesar Rp. 980.000,-, dan gaji pokok sebesar Rp. 3 jutaan.
Mengapa begitu detail ? Ya, biar itu tadi, yang lagi nyusun RUU ASN punya pertimbangan lain tentang potret kehidupan sebuah keluarga Pegawai Negeri Sipil dan mungkin ratusan ribu Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural dan fungsional umum lain di negeri ini dalam kondisi yang sebenarnya, yang termarjinalkan dan mengalami perlakuan diskriminatif dari negara. Bagaimana gambaran Pegawai Negeri Sipil yang meniti karier, merangkak dari bawah dengan ikat pinggang bikin seksi pinggang, yang setelah bekerja puluhan tahun bagi negara tetapi jangankan punya rekening gendut, rekening kurus pun tidak !
Lalu dimana letak diskriminasinya? PERTAMA, kami lihat dan kami dengar bahwa semenjak beberapa tahun lalu beberapa kementerian dan non kementerian telah memperoleh apa yang disebut REMUNERASI, bahkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dalam berbagai media mengatakan tahun 2012 semua kementerian dan non kementerian akan menerima REMUNERASI. Bijaksana beliau terhadap Pegawai Negeri Sipil Pusat ! PNS Daerah ? Apakah hak dan kewajiban Pegawai Negeri Sipil saat ini sudah berbeda? Padahal seringkali siang malam adalah sama, jam kerja, pekerjaan harus selesai sesuai waktu.
KEDUA mohon maaf kepada rekan-rekan PNS Guru, kami tidak iri bahkan kami ucapkan SELAMAT mudah mudahan dengan meningkatnya kesejahteraan para guru akan berbanding lurus dengan meningkatnya kualitas anak didik negeri ini, karena ditangan Bapak/Ibu guru nasib bangsa ini ditentukan sekarang dan dimasa mendatang.
Kami sangat setuju dengan Tunjangan Sertifikasi karena hal itu sesuai dengan KEWAJIBAN para guru yang harus mengajar/tatap muka MINIMAL 24 jam/minggu, hal ini diatur dalam Pasal 52 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, Pasal 5 ayat (2) Permenpan dan RB Nomor 16 Tahun 2008 tentang Jabatan Fungional Guru dan Angka Kreditnya dan Pasal 21 ayat (4) Peraturan Bersama Mendiknas dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 03/V/PB/2010 dan Nomor 14 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Funsional Guru dan Angka Kreditnya), sehingga kinerja PNS guru dapat terukur dengan jelas dan hal ini berbeda dengan kinerja PNS yang berkarier di jalur struktural/fungsional umum dimana kinerjanya belum dapat diukur secara pasti.
Tapi inilah yang kami alami, bahwa apabila dikaitkan dengan azas-azas dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menunjukkan bahwa di negeri ini ada Undang-Undang tentang Guru dan Dosen yang hanya memberikan kesejahteraan berupa tunjangan sertifikasi dan tunjangan lainnya yang besaran tiap bulannya melebihi tunjangan Jabatan Struktural Eselon II/b.
Namun demikian, jika merujuk pada Pasal 28D Perubahan II Undang-Undang Dasar 1945 menetapkan bahwa : (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. (3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. (4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
Selain itu, pasal 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia pun menyiratkan bahwa Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
Hal yang sama pun tersirat dalam pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukkan Peraturan Perundang-undangan menetapkan bahwa : (1) Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas: a. Pengayoman b. kemanusiaan; c. kebangsaan; d. kekeluargaan; e. kenusantaraan; f. bhinneka tunggal ika; g. keadilan; h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
Sementara Pasal 96 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 menetapkan bahwa (1) Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. (2) Masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui: a. rapat dengar pendapat umum; b. kunjungan kerja; c. sosialisasi; dan/atau d. seminar, lokakarya, dan/atau diskusi. (3) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan atas substansi Rancangan Peraturan Perundang-undangan. (4) Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Rancangan Peraturan Perundang-undangan harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.
Terkait dengan Rancangan Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara, saya tidak bermaksud untuk menentang bahan kebijakan yang akan dibuat, tetapi, saya belum pernah melihat reaksi baik positif maupun negatif dari rekan-rekan Pegawai Negeri Sipil baik di Pusat maupun di Daerah. Selain dasar hukum di atas, bahwa dalam kontek penyusunan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan norma-norma hukum tersebut, khususnya 28D Perubahan II Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia khususnya, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 96 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan norma hukum yang lain yang sangat mendasar.
Hal itu mengingat dalam RUU terebut belum terlihat apakah dengan penggantian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian akan menjadi lebih baik ? Faktanya, antara DPR dan Pemerintah hanya mengangkat 14 DIM, apakah itu cukup ?
Saya sependapat dengan Prof. Masyhur Effendi, S.H. MS. bahwa dalam pembentukan suatu peraturan perundang-undangan dapat terkandung fungsi laten positif dan fungsi laten negatif, yang banyak muncul di RUU ASN justru hanya fungsi laten positif bagi negara, tetapi justru menjadi negatif bagi Pegawai Negeri Sipil.
Berkenaan dengan hal tersebut, perkenankan saya untuk menyampaikan hal-hal tersebut disertai sekilas tinjauan yuridis dan empirik terkait dengan beberapa Pasal yang mengatur mengenai jabatan dalam RUU ASN sebagai berikut : Pasal 5 Jabatan ASN terdiri dari Jabatan Administrasi, Jabatan Fungsional dan Jabatan Eksekutif Senior yang berkaitan dengan Pasal 10, dimana saya berada pada Jabatan Administratif, mengisyaratkan bahwa tidak ada lagi Jabatan Struktural Eselon V sampai Eselon II/b.
Analisa
Sebagaimana dimaklum bahwa sesuai Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 bahwa Jabatan Karier adalah jabatan struktural dan fungsional yang hanya dapat diduduki Pegawai Negeri Sipil, sehingga Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural adalah Pegawai Negeri Sipil yang menata karier dari Pangkat/Golongan Ruang terendah pada saat yang bersangkutan di angkat sampai Pangkat/Golongan Ruang yang dipersyaratkan oleh jabatan yang akan dan/atau pernah di dudukinya.
Apabila Jabatan Administratif sebagaimana yang di isyaratkan dalam Pasal 10 ayat (1) RUU ASN, maka di Ciamis saja terdapat 1.353 Jabatan Struktural yang akan kehilangan jabatan. Mengapa saya memakai istilah kehilangan jabatan karena dalam RUU ASN tersebut tidak tersirat dan tersurat pengaturan mengenai konversi jabatan yang sekarang dengan jabatan yang akan datang. Bagaimana Eselon II/b Eselon III/a, III/b, IV/a, IV/b dan Eselon V yang saya, beliau-beliau, rekan-rekan dan mereka yang telah meraihnya dengan susah payah, akan hilang bak kemarau satu tahun pupus oleh hujan sehari? Dimana azas pengayoman dan azas lain dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 ?
Saya mendukung pendapat Bapak Menteri Dalam Negeri yang tidak setuju untuk menghapus jabatan eselon III dan mohon maaf kurang sependapat dengan pak Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang mengatakan âakan menghapus jabatan struktural eselon 3 dan eselon 4 untuk dijadikan jabatan fungsional. “Misalnya jadi programer atau analisis, yang pasti sesuai dengan kompetensi,”. dan beliau juga mengatakan â Saat ini, banyak orang yang lebih mengincar jabatan struktural dibandingkan dengan fungsional lantaran, tunjangan jabatan struktural lebih besar dibandingkan dengan jabatan fungsionalâ.
Pertanyaannya adalah apakah setiap pejabat struktural akan dikonversi menjadi jabatan fungsional tanpa memperhatikan apakah pejabat tersebut telah atau belum mengikuti diklat fungsional sesuai bidang tugasnya ? saya fikir tidak semudah itu, bagaimana mungkin seorang Pegawai Negeri Sipil yang belum mengikuti diklat fungsional lantas di angkat dalam jabatan fungsional? Berapa banyak jabatan fungsional yang disiapkan dalam RUU ASN untuk mewadahi mantan struktural (itu juga tidak muncul dalam RUU).
Kalau Pasal 5 jo Pasal 10 dalam RUU ASN, dimaksudkan untuk mengurangi beban belanja Pegawai dalam bentuk tunjangan jabatan (fungsi laten positif) bagi negara, tapi di sisi lain mengapa Pemerintah Pusat saat ini menciptakan kebijakan REMUNERASI, Apabila dikaitkan dengan RUU ASN yang akan menghapus Jabatan truktural, kiranya dapat aya ilustrasikan perbandingan/kondisi eksisting antara jumlah Jabatan Struktural Eselon II/b di Ciamis hanya 30 Jabatan dari total Jabatan Struktural ( dari Eselon Va sampai II/a) sebanyak 1.354 jabatan atau 11,97 %., dengan jumlah Guru di Kabupaten Ciamis mencapai angka belasan ribu, sementara RUU ASN akan menghapus Jabatan Struktural yang apabila kita hanya melihat perbandingan jabatan fungsional Guru posisi bulan Desember 2011 sebanyak 11.312 jabatan.
Besar harapan saya, mudah-mudahan dibalik ketidakjelasan konsepsi kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil dalam RUU ASN, ada niatan disertai perjuangan dari yang terhormat Bapak/Ibu para Anggota DPR di Komisi II lebih khusus lagi kepada Bapak-bapak Wakil Pemerintah Pusat yang berkompeten dan sedang membahas bersama, diharapkan ada keberpihakan kepada nasib PNS Daerah yang berkarier di jalur struktural sehingga tidak ada kesenjangan yang terkesan dikotomis, baik antara PNS Pusat dan Daerah maupun Pegawai Negeri Sipil Guru dan Non Guru.
Bapak/Ibu para Anggota DPR di Komisi II lebih khusus lagi kepada Bapak-bapak Wakil Pemerintah Pusat hendaknya jangan terburu buru merencanakan grand design reformasi birokrasi, dan terkesan membabi buta dikejar target waktu, rupanya pepatah kuno yang mengatakan alon-alon asal kelakon, masih relevan untuk dipertimbangkan, demi sebuah hasil yang lebih baik. Bagaimana implementasi dari Pasal 28D UUD 1945 dalam penyusunan RUU ini.
Kalau tujuan Pasal tersebut hanya untuk membuat pagar/bingkai antara Pegawai Negeri Sipil dengan Kepala Daerah yang saat ini berkedudukan selaku Pejabat Pembina Kepegawaian, saya fikir tidak perlu juga secara radikal membombardir jabatan struktural yang telah ada sejak puluhan tahun lalu, bahwa rekrutmen dan kondisi eksisting dari para pejabat struktural dinilai masih banyak mengandung kekurangan, bisa jadi.
Tapi tidak lantas harus demikian, perbaiki saja sistim rekrutmen, persyaratan kompetensi dan lain lain yang dianggap perlu, sehingga ada kepastian dalam jenjang karier Pegawai Negeri Sipil. Perlu juga dipertimbangkan bahwa jabatan struktural yang ada saat ini merupakan amanat/pelsaksanaan dari Kebijakan Pemerintah Pusat yang selalu berganti-ganti (terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007).
Penulis saat ini menjabat Kepala Bidang Pengembangan Karier dan Pembinaan Pegawai pada Badan Kepegawaian Daerah dan Diklat Kabupaten Ciamis