Perlu strategi kebijakan yang jitu di bidang Naker dan Kependudukan
Urbanisasi merupakan salah satu masalah yang sangat mendasar yang terjadi di berbagai kota. Dalam banyak hal, urbanisasi menghasilkan efek bola salju seperti kesemerawutan lalu lintas, pertumbuhan PKL yang tidak terkendali, produksi sampah berlebih, serta munculnya kemiskinan di perkotaan.
***
Oleh : Eva Latifah.
Begitu juga di Kota Banjar, sebagian penduduknya memilih urban ke luar daerah, tapi disisi lain tidak sedikit pula pendatang dari luar daerah yang memilih menetap di Kota Banjar (migrasi), atau hanya sebatas tinggal saja.
Kedua permasalahan itu tujuannya sama, yaitu mencari pekerjaan yang penghasilannya lebih besar daripada di daerahnya. Meski sekarang di Banjar banyak peluang pekerjaan, namun ternyata pencari kerjanya rata-rata orang luar Banjar.
Atas dasar itu, pemerintah perlu memberi perhatian serius guna menemukan strategi kebijakan yang manjur untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Dalam menyikapi permasalah seperti itu, Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Banjar, H. Dedi Supriyatno, ST., didampingi Sekretarisnya, Drs. Entus, MM., saat ditemui HR, Senin (2/4), mengatakan, bahwa warga Banjar yang mencari kerja ke luar daerah, tujuannya tiada lain ingin mendapatkan penghasilan lebih besar, karena memang upah minimum kota (UMK) Kota Banjar masih rendah, dibandingkan dengan kota lain di Jawa Barat, yakni Rp.784.000.
Sedangkan, pendatang dari luar daerah yang mencari kerja di Banjar kebanyakan berasal dari wilayah Jawa Tengah. Pasalnya, UMK Kota Banjar relatif besar bila dibandingkan dengan kota lain yang ada di Jawa Tengah.
Meski demikian, kata Dedi, pihaknya selalu membuka peluang bagi calon tenaga kerja asal Kota Banjar, yakni dengan cara memberikan pelatihan-pelatihan, karena kompetensi yang ada harus ditingkatkan.
Dalam memberikan pelatihan, pihaknya bekerjasama dengan Balai Latihan Kerja (BLK) provinsi. Hanya saja, untuk dapat mengikuti pelatihan tersebut, juga terbentur pada lolos uji penjaringan pada saat tes, sebab pelatihan di provinsi lebih spesifik.
âKami harus sinergi dengan user dari provinsi, dan user yang butuh pekerja. Untuk itu kompetensi harus ditingkatkan. Yang dilaksanakan di Banjar hanya sebatas pelatihan otomotif, karena alat tidak sekumplit di provinsi. Selain itu, keterbatasan BLK juga menjadi salah satu faktor kelemahan fasilitasi, lantaran sampai saat ini BLK di kita masih dalam angan-angan,â ujarnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, guna menutupi kekurangan itu pihaknya menyediakan mobil training (pelatihan.red) yang dilengkapi peralatan pelatihan, cuma daya tampungnya terbatas.
Kemudian masalah tripartid, masih banyak kelemahan yang diusung serikat pekerja di Kota Banjar mengenai hak-hak dari pada pekerja. Dalam hal ini, sebagai solusinya harus ditemukan titik temu antara pemerintah, Apindo dan serikat pekerja. Hingga saat ini, jumlah buruh kerja yang terdaftar di Disnaker, dan masuk serikat pekerja di Kota Banjar sebanyak 1.840 orang.
âUpaya lain untuk mendapat daya dukung lebih responsif, minggu lalu kami melakukan konsolidasi dengan kemitraan, antara lainTagana, TKS (Tenaga Kerja Sosial), TKSK (Tenaga Kerja Sosial Kecamatan) dan TKS luar negeri atau TKI. Acara tersebut dihadiri sekitar 60 orang relawan,â kata Dedi.
Hasilnya, banyak masukan yang bersifat interaktif dan korektif, dan akan ditindaklanjuti dengan upaya penanggulangan yang lebih seksama. âKarena kemitraan sangat dibutuhkan dalam hal sosialisasi, maupun penanggulangan bencana,â tambah Dedi.
Program unggulan tahun 2013 mendatang, pada bidang tenaga kerja pihaknya akan membuka bursa ketenagakerjaan secara on line, serta program menyiapkan tenaga kerja yang kompetitif/kompetiter dari segala lini, termasuk kerjasama dengan PJ TKI dalam pengiriman calon TKI/TKW.
âDisnaker memberikan pelayanan pengurusan administrasi keimigrasian secara gratis, baik mulai penyiapan kartu putih atau pencatatnan data awal, sampai ke administrasi keimigrasian. Pelayanan harus ditempuh secara prosedural, jadi tidak bisa mewakilkan. Tujuannya agar tidak ada lagi TKI/TKW ilegal,â tandasnya.
Urbanisasi Bisa Berdampak Terhadap Keberhasilan KB
Di tempat terpisah, Kepala Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) Kota Banjar, Drs. Obang Subarna, mengatakan, terjadinya urbanisasi penduduk, baik dari Kota Banjar ke luar daerah maupun sebaliknya, hal itu bisa berdampak terhadap keberhasilan pencapaian KB, bisa juga tidak.
Pasalnya, selama ini jumlah penduduk dari luar yang melakukan migrasi ke Kota Banjar tidak se-ekstrim seperti yang terjadi di kota-kota besar. Meski demikian, perlu kewaspadaan untuk pengendaliannya.
Karena, urbanisasi yang tidak dikelola dengan baik akan berdampak pada peningkatan kemiskinan, degradasi lingkungan, perubahan gaya hidup terutama pada penduduk muda yang rentan terhadap perilaku beresiko, seperti miras, penyalahgunaan obat-obatan psikotropika, pergaulan bebas dan kerentanan terhadap penularan IMS dan HIV/AIDS, erosi budaya bagi anak-anak yang terpaksa putus sekolah akan menjadi anak jalanan yang rentan terhadap eksploitasi dan kekerasan.
âSedangkan untuk akseptor KB, itu tidak dilihat apakah penduduk pendatang atau asli Banjar, tapi kami hanya melayani masalah akseptor KB Pra KS-nya. Sehingga, adanya urbanisasi penduduk bisa berdampak pada keberhasilan pencapaian KB, bisa juga tidak. Upaya pengendaliannya, tinggal bagaimana caranya mengatasi penduduk migrasi agar program KB di Banjar ini berlangsung secara kontinuitas,â kata Obang.
Untuk itu, ada mekanisme dalam penanggulangan masalah KB, seperti adanya modus pengendalian jangka panjang, yaitu dengan dibentuknya paguyuban akseptor KB aktif, dan modus kontrasepsi jangka pendek.
Tahun 2012 ini, target akseptor KB aktif yang harus dicapai BKBPP Kota Banjar sebanyak 28.960, sedangkan target peserta KB baru sebanyak 7.021.
Selain itu, ada pula program bina keluarga balita, remaja dan bina keluarga lansia. Untuk bina keluarga remaja yaitu dibuatkannya Pusat Informasi Konseling (PIK), tujuannya agar remaja jangan sampai menyalahgunakan alat kotrasepsi. (Eva)