(Buntut Kebijakan Penetapan Purek II Unigal yang Kontroversi)
Ciamis, (harapanrakyat.com),- Polemik soal kebijakan Rektor Universitas Galuh (Unigal) Ciamis terkait pemilihan dan penetapan Pembantu Rektor II Universitas Galuh (Unigal) yang dianggap kontroversi, kini berbuntut panjang. Gelombang unjuk rasa dari mahasiswa yang menentang kebijakan tersebut, dari hari ke hari semakin memanas.
Puncaknya, Senin (11/6), ketika mahasiswa yang berdemo sulit menemui rektor untuk meminta penjelasan mengenai kebijakan yang dianggap kontroversi tersebut. Saking kesalnya, puluhan Mahasiswa Universitas yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Galuh Menggugat (Gema GM) akhirnya menuntut Rektor Unigal Prof. DR Suherli, M.Pd mundur dari jabatannya.
Koordinator Gema GM Fuji M Riyadi, mengatakan, sudah tidak ada itikad baik dari rektor untuk menjawab tuntutan mahasiswa. Selama enam hari unjuk rasa sejak pelantikan, rektor belum melakukan klarifikasi menjawab tuntutan mahasiswa.
Menurut Fuji, secara yuridis rektor telah melanggar SK Yayasan nomor: 009/SK/YPG-Ciamis/III/2007 tentang peraturan tata tertib penjaringan pertimbangan pengangkatan dan pemberhentian dosen dalam jabatan struktural di lingkungan Universitas Galuh. Juga SK Rektor No : 034/4123/SK/AK/R/III/2007 terkait persyaratan administrasi pengangkatan dosen dalam jabatan struktural di lingkungan Universitas Galuh.
Kedua SK tersebut, lanjut Fuji, bersumber dari UU No 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS, PP no 60 tahun 1999 tentang pendidikan tinggi, surat edaran DIKTI no. 2705/D/T/1998 dan surat koordinator koopertis wilayah IV no 0238/004/KL/2002.
âSekarang bukan masalah Purek (Pembantu Rektor) lagi, tapi rektor sudah melanggar aturan dan indisipliner yang bisa diberhentikan oleh pihak Yayasan Pendidikan Galuh sesuai dengan yang tercantum dalam Statuta,â ujarnya.
Sementara itu, Koordinator Forum Dosen Pecinta Unigal (FDCU) Endin Lidinillah, berharap rektor mau dialog terbuka dengan seluruh Civitas akademika unigal terkait alasan kebijakanannya mengangkat Purek 2 yang dianggap melanggar mekanisme. Namun jika tidak bersedia, terpaksa pihaknya akan melakukan gugatan secara hukum.
âSaya masih berharap rektor bisa berdialog dengan civitas akademika, namun jika besok Rabu (hari ini.red) tidak bersedia, jalan terbaik menurut kami menempuh proses hukum melalui Pengadilan Tata Usaha Negara,â ujarnya.
Menurut Endin, meski Rektor Unigal berada di bawah Yayasan Pendidikan atau Perguruan Tinggi swasta, tetapi setiap kebijakan yang diambilnya masuk kategori kebijakan publik. Karena Unigal sudah dilimpahi wewenang oleh pemerintah untuk mengelola urusan pemerintah di bidang pendidikan.
â Artinya, kebijakan rektor tentang pengangkatan Purek II yang kontroversi itu bisa digugat ke PTUN. Untuk mengakhiri polemik ini, baiknya diselesaikan ke ranah hukum, â ujarnya.
Endin juga mengatakan, persoalan yang akan digugat mengenai kebijakan tersebut adalah terkait penafsiran statuta yang diterjemahkan keliru oleh rektor. Dalam statuta mengenai dasar hukum penyelenggaraan Universitas pada pasal 67 disebutkan bahwa Pembantu Rektor diangkat dan diberhentikan oleh Rektor atas pertimbangan Senat dan Yayasan.
Sementara pada pasal 46 ayat h disebutkan salah satu tugas Senat Universitas adalah memberikan pertimbangan terhadap calon-calon Pembantu Rektor yang akan diangkat oleh Rektor. â Nah, pada kata pertimbangan, di sini rektor salah menafsirkan. Kata âpertimbanganâ pada aturan tersebut adalah bahasa hukum, yang tidak bisa ditafsirkan dengan arti kata bahasa sehari-hari,â
â Oke lah, kalau arti kata âpertimbanganâ dalam istilah sehari-hari bisa ditafsirkan belum tentu atau belum pasti. Tetapi, jika ditelaah dari bahasa hukum, arti kata âpertimbanganâ itu mengandung arti sebuah hasil kesepakatan yang mengikat,â terangnya.
Dengan begitu, lanjut Endin, rektor dalam pemilihan Purek II harus mengakui hasil rapat Senat Universitas yang memilih dan memutuskan Budi Setia sebagai Purek II Unigal terpilih. â Yang terjadi, keputusan rapat Senat digugurkan, dan dipilihlah dan ditetapkan Kusnandi sebagai Purek II oleh rektor, â ujarnya.
Kedua, lanjut Endin, persoalan mekanisme dalam pemilihan calon Purek. Saat bursa pemilihan, ditetapkan 3 calon Purek II, yakni Budi Setia, Apip Budianto dan Maman Abdurahman. Dalam pemilihan rapat Senat, dipilihlah Budi Setia sebagai Purek II. Namun, ketika penetapan dan pelantikan oleh rektor, ternyata Kusnandi yang dilantik dan ditetapkan sebagai Purek II oleh rektor.
â Kalau dilihat dari bursa calon, nama Kusnandi masuk sebagai calon Purek I. Jelas sangat tidak masuk akal ketika rektor memilih dan menetapkan Kusnandi sebagai Purek II. Hal ini jelas di luar logika dan melanggar makanisme aturan dan tata cara pemilihan pembantu rektor,â tandasnya.
Dua kejanggalan tersebut, lanjut Endin, yang akan menjadi dasar digugatnya kebijakan Rektor Unigal yang menetapkan Kusnandi sebagai Purek II. â Kita akan mempersiapkan terlebih dahulu beberapa gugatan hukum mengenai persoalan ini. Gugatan hukum melalui PTUN tampaknya sebuah solusi guna mengakhiri polemik yang terjadi di Unigal,â ungkapnya.
Dihubungi terpisah, Rektor Unigal, Prof. Suherli, mengatakan, kebijakan dalam penetapan Purek II Unigal sudah melalui mekanisme dan aturan yang berlaku. Adapun saat ini dipersoalkan, karena mahasiswa dan Forum Dosen belum mengerti seluruh aturan yang mengatur soal pengangkatan Purek.
â Mahasiswa dan Forum Dosen tampaknya belum selesai membaca seluruh aturan yang mengatur tentang pemilihan Purek. Kalau mereka sudah membaca dan memahami, pasti tidak akan terjadi polemik seperti ini, â ujarnya, ketika dihubungi HR via telepon selulernya, Senin (11/6).
Menurut Suherli, dalam statuta disebutkan bahwa peranan Senat dalam pemilihan rektor hanyalah sebatas memberi pertimbangan mengenai calon mana yang layak dipilih. Sementara yang memiliki kewenangan memilih, sepenuhnya ada di tangan rektor.
Aturan kedua, lanjut Suherli, dalam aturan tentang Yayasan tersirat bahwa kebijakan tertinggi dalam sebuah organisasi yang berbentuk Yayasan ada di tangan Pembina Yayasan.
â Saat itu kan turun kebijakan dari Pembina Yayasan bahwa memutuskan Kusnandi sebagai Purek II. Jangankan Senat, saya pun sebagai Rektor harus tunduk terhadap kebijakan Pembina Yayasan, meski sebenarnya urusan pemilihan Purek adalah kewenangan mutlak Rektor,â
Disingung soal tuntutan mahasiswa yang meminta dirinya mundur dari jabatan Rektor, Suherli menegaskan, mahasiswa sebenernya tidak berhak mencampuri urusan internal kampus, apalagi soal pemilihan Purek.
â Kalau soal pelayanan kampus yang buruk atau menuntut fasilitas kampus yang tidak sesuai, baru boleh mahasiswa demo. Persoalan yang terjadi sekarang kan soal internal, kenapa mahasiswa harus ikut campur,â tegasnya.
Suherli juga menduga ada motif politis dibalik gerakan mahasiswa yang ikut mempersoalkan mengenai polemik pemilihan Purek. â Saya menduga kuat bahwa ada orang yang menggerakkan mahasiswa. Gerakan itu sudah kental politis. Saya tahu siapa orang dibalik gerakan itu, â tegasnya sedikit emosi.
Ketika ditanya soal rencana Forum Dosen yang akan mengugat kebijakan pemilihan Purek II yang dianggap kontroversi ke PTUN, Suherli mengatakan, pihaknya sangat menyambut baik langkah tersebut, karena menempuh jalur hukum merupakan langkah yang elegan.
â Negara kita kan negara hukum. Dari pada bersikap anarkis, lebih baik ditempuh jalur hukum. Apalagi kalangan intelektual harus bersikap elegan dalam setiap mengambil langkah. Kalau seandainya nanti kebijakan saya dianggap salah oleh PTUN, ya tinggal dibenarkan. Selesai kan?. Jadi saya sangat mendukung apabila polemik ini diselesaikan melalui jalur hukum, â pungkasnya. (Bgj)