(Agropolitan di Pelupuk Mata)
News, (harapanrakyat.com),- Keterbukaan lahan untuk pertanian di Kota Banjar tidak menjadi suatu hambatan bagi kegiatan agribisnis. Hal tersebut menjdai upaya berbagai cara untuk melakukan peningkatan pendapatan petani di Kota Banjar. Hasil investigasi Tim Secangkir Kopi Panas dan HR di lapangan menemukan kegiatan petani, kelompok tani yang mengusahakan kegiatan agribisnis.
Bahwa pengertian agribisnis itu adalah kegiatan usaha pertanian yang mengintegrasikan antara kegiatan pada budidaya yang diusahakan pasca panen, pengumpulan dan pemasaran, sehingga produksi sampai di konsumen, dan tentunya selalu membaca peluang pasar. Atau kata lain kegiatan yag dimulai dari on farm sampai dengan off farm, atau segala proses dimulai dari hulu ke hilir dengan berbagai aspek-aspek pendukung, untuk mencapai peningkatan pendapatan bagi para pelakunya.
Untuk itu semua, Pemerintah Kota Banjar pun membuat Strategi rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang merasa yakin pada tahun 2015 dapat tercapai, dengan Visi Kota Banjar menjadi kota agropolitan termaju di Priangan Timur, atau bahkan di Jawa Barat. Terlepas dari visi dan mimpi tadi, yang jadi utama pemerintah bagaimana kesejahteraan masyarakat dapat meningkat dan Banjar jadi kota agropolitan.
Pemahaman agropolitan itu sendiri tidak lain adalah penyebaran kegiatan usaha pertanian yang terkonsentrasi pada sektor-sektor kawasan atau desa-desa dengan perwilayahan dengan mengutamakan komoditi produk untuk memenuhi permintaan/konsumen.
Melihat penataan ruang dan kewilayahan Kota Banjar bagian Timur yang meliputi Langensari dan Pataruman dominan sebagai fungsi lahan pertanian yang sangat produktif.
Pemerintah telah membangun infrastruktur terhadap akses-akses di perwilayahan tersebut, seperti pemahaman agropolitan versi Kementerian PU adalah ketersediaannya infrastruktur yang mendukung terhadap kegiatan agribisnis itu sendiri.
Penelusuran Tim Secangkir Kopi Panas dan HR tidak hanya di wilayah Kota Banjar, akan tetapi secara geografis kita perhatikan multi efek terhadap daerah-daerah sekitar, yaitu Jawa Tengah.
Para petani dari daerah itu hasil produksinya dominan di bawa ke Kota Banjar, sehingga Banjar menjadi kota distribusi pasar yang tentu sangat melibatkan banyak masyarakat. Untuk memenuhi permintaan, berarti penyerapan tenaga kerja sektor non formal pun meningkat.
Infrastruktur lain yang pasti akan mendukung peningkatan agribisnis, dengan sport center akan dibangunnya di wilayah Langensari cukup sangat mendukung terhadap konsep agropolitan, karena penyelenggaraan yang bersifat lokal, regional maupun skala nasional kegiatan bisa terselenggara pada kawasan agropolitan yang sudah tentu akan meningkatnya permintaan.
Untuk lebih memacu meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi pada tatanan agro atau centra pasar komoditi pertanian di Langensari, untuk menampung produksi lokal maupun daerah-daerah lain di luar Banjar yang masuk ke Kota Banjar.
Karena banyaknya komoditi dari luar yang masuk ke Banjar, pemerintah harus sudah bisa melihat, serta untuk mengantisipasi kesemrawutan bongkar muat pada pasar yang baru saja selesai dibangun di Kota Banjar serta tentu tidak pemerintah saja yang investasi, tetapi akan menjadi dorongan investasi bagi pelaku usaha agribisnis untuk ambil bagian di Langensari, jadi pemerintah kota perlu menyiapkan infrastruktur yang belum ada, yaitu pasar agro, pasar grosir, dan gudangnya di Langensari sangat tepat.
Sisi lain yang perlu diperhatikan pemerintah kota adalah bagaimana mengemas semua keberhasilan dari pencapaian suatu program di dalam RPJMD, dapat disajikan dalam bentuk mozaik yang bersifat statistik dan laporan yang dapat dipahami publik. Berarti leading sektor harus terintegrasi di dalam kinerja data-data, dan berani mengevaluasi capaian kinerja dan program-program yang belum tercapai maupun yang tercapai.
Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) adalah salah satu indikator yang dijadikan tolak ukur keberhasilan pembangunan. Secara teoritis, pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh tingkat konsumsi masyarakat, investasi, belanja pemerintah dan ekspor-impor. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi di suatu daerah dapat menggambarkan kondisi UMKM yang berkembang atau maju dari tahun ke tahunnya.
Jika dilihat dari sisi asset/modal usaha misalnya, ada perkembangan dari yang semula berskala mikro berkembang menjadi skala kecil. Begitu juga bagi yang tadinya berskala kecil berkembang menjadi berskala menengah atau bahkan berskala besar. Dari sisi pemasaran produk, pangsa pasar yang awalnya berskala lokal bisa berkembang melebarkan pangsa pasarnya ke wilayah yang lebih luas mencakup wilayah nasional atau bahkan melakukan eksport. Dan memang itulah harapan pemerintah daerah dalam pengembangan UMKM, ada transformasi bisnis.
Bagi Kota Banjar, harapan terjadinya pertumbuhan ekonomi yang diatas rata-rata Jawa Barat, salah satunya bertumpu pada perkembangan UMKM ini. UMKM yang maju tentunya akan banyak memberikan peluang kesempatan bekerja sehingga sedikit banyaknya akan mengurangi pengangguran dan pengentasan kemiskinan karena daya beli meningkat. Untuk itu program-program pengembangan sektor riil harus benar-benar tepat sasaran dan berkelanjutan.
Karena visi Kota Banjar berhubungan dengan agropolitan tentunya akan sangat relevan kalau yang dikembangkan adalah UMKM yang bergerak di sektor agro, baik itu agrobisnis, agrowisata, agroindustri dan lain sebagainya. Contohnya, Pepaya California yang banyak ditanam di daerah Langensari, pemasaran buah pepaya ini sudah masuk department store, artinya pengembangan UMKM yang bergerak dibidang bisnis pepaya ini perlu didukung untuk keberlangsungan bisnisnya karena bagaimana pun juga produk-produk UMKM yang sudah bisa masuk ke department store terikat perjanjian tentang pemenuhan supply barang dan kualitas yang terjaga.
Contoh lainnya seperti di daerah Sukaharja, Desa Karyamukti Kecamatan Purwaharja ada usaha mikro yang mengolah batok-batok kelapa menjadi bahan kerajinan tas dan produk furniture, tapi sayang pengolahan produk akhir/jadinya bukan di Kota Banjar melainkan bahan setengah jadi tersebut untuk memenuhi order dari kota lain yang mencapai 1 juta keping bentukan batok kelapa per bulan. Usaha seperti ini jelas potensial untuk dikembangkan lebih lanjut karena pangsa pasarnya yang luas dan usahanya padat karya.
Kalau di daerah lain seperti Garut misalnya yang sudah jelas produk unggulannya seperti dodol, jaket kulit dan produk-produk turunan dari keduanya. Artinya produk tersebut tidak serta merta jadi seperti yang terlihat sekarang dengan kemasan-kemasan yang lebih menarik. Ada proses pengembangan disana, baik itu dilakukan oleh pelaku usahanya sendiri atau mendapat bantuan dari pemerintah daerah setempat sehingga jadilah produk unggulan seperti sekarang.
Pengembangan UMKM ini butuh kerjasama yang solid, dalam hal kebijakan ekonomi yang pro rakyat, fasilitasi dan pemberian bantuan peralatan ataupun permodalan terhadap para pelaku UMKM sudah jelas itu domainnya pemerintah daerah, tapi pemerintah juga tidak bisa berjalan sendiri, masih memerlukan peran aktif jajaran bawahannya mulai dari kecamatan, desa/kelurahan sampai tingkat RT/RW. Agar bantuan-bantuan yang digulirkan lebih tepat sasaran terhadap para pelaku UMKM potensial yang dimaksud, dinas teknis sangat membutuhkan data para pelaku UMKM yang up to date.
Kalau misalnya ada penyampaian data secara rutin yang berjenjang mulai dari tingkat RT sampai ke dinas teknis, ini akan sangat membantu perencanaan untuk pengembangan selanjutnya, langkah apa yang harus diambil serta bantuan apa yang mestinya diberikan terhadap para pelaku UMKM tersebut, apakah bantuan permodalan, bantuan peralatan produksi, fasilitasi kemasan produk sampai fasilitasi perijinan dan lain-lainnya. Karena kita masih meyakini masih banyak para pelaku UMKM yang produknya potensial untuk dikembangkan masih belum tersentuh oleh bantuan pemerintah. ***