Komoditi unggulan itu bukan program utama Dinas Pertanian
Waringinsari, (harapanrakyat.com),- Sebuah kabar gembira sekaligus mengejutkan tertutur dari seorang Kepala Desa Waringinsari, Kec. Langensari, kota Banjar, Liwon Saryo. Betapa tidak, ternyata di desanya perputaran uang dari hasil pertanian dalam setahun mencapai sekitar Rp. 1 miliar.
Meski begitu, hasil pertanian yang menjadi komoditi unggulan tersebut ternyata tidak menjadi program unggulan di Dinas Pertanian kota Banjar. Keberhasilan itu 80% kegigihan para petani dan pedagang setempat.
Diantara komoditi unggulan hasil pertanian itu seperti, jerukm pepaya California dan jagung. Tanaman tersebut ditanam pada satu hamparan di atas lahan Trisna (lahan milik masyarakat yang berada di pinggir Sungai Citanduy/kali mati-Red) seluas kurang lebih 60 hektare.
âPetani jeruk penghasilannya ada yang mencapai 70 juta rupiah, tergantung luas lahan. Namun paling kecil itu penghasilannya sekitar 30 sampai 40 jutaan. Pemasarannya pun bukan hanya di Kecamatan Langensari saja, namun sampai juga ke luar daerah. Sehingga, buah jeruk menjadi aset bagi Waringinsari, disusul pepaya dan jagung,â tutur Liwon, saat ditemui HR di ruang kerjanya, Senin (10/9).
Selain itu Liwon mengatakan, keberadaan Pasar Bambu/Pasar Caplek di Waringinsari menjadi salah satu potensi untuk peningkatan perekonomian masyarakatnya.
Lantaran lokasi pasar berada di wilayah perbatasan antara Waringinsari dengan Purwodadi, Kec. Lakbok, Kab. Ciamis. Serta jalur lintasan antara Waringinsari dengan Wanareja, Kab. Cilacap, Jawa Tengah, mempunyai peluang sangat besar untuk mendongkrak aktifitas perekonomian, khususnya bagi Waringinsari.
âPasar Caplek itu berdiri di atas tanah milik desa. Sejak saya kecil pun sudah ada, namun waktu itu para pedagang hanya menggunakan bakul saat menjajakan dagangannya. Baru pada tahun 2010 mendapat bantuan dari pemerintah berupa bangunan dari bambu, makanya sekarang disebut juga pasar bambu,â jelasnya.
Meski aktifitas di pasar tersebut hanya beroperasi pada hari Minggu, Kamis, Jumâat dan Selasa, yakni dari jam 05.30 WIB-08.00 WIB, tetapi perputaran uangnya cukup baik. Dagangan yang dijual di pasar tersebut meliputi sayuran, buah-buahan, pakaian, bahan kebutuhan pokok, serta ada pula pedagang-pedagang makanan yang mangkal di lokasi pasar.
Sementara konsumen datang dari wilayah Purwodadi, Cintaratu, Lakbok, dan sebagian dari wilayah Jawa Tengah dengan menggunakan transportasi sungai.
âDalam melakukan aktifitas perekonomian, warga yang datang dari daerah Wanareja dan sekitarnya memanfaatkan jalur lintasan Sungai Citanduy melalui jasa angkutan perahu. Dan aktifitas di sana selalu ramai 24 jam,â ucapnya.
Liwon mengatakan, hal itu tentu merupakan salah satu potensi untuk lebih menggeliatkan roda perekonomian masyarakatnya, baik pedagang maupun para petani.
Bila jalur lintasan di lokasi tersebut dilengkapi dengan fasilitas jembatan, maka otomatis keramaian Pasar Caplek akan lebih meningkat. Itu artinya taraf perekonomian warga akan semakin meningkat.
Diakui Liwon, pihaknya memang telah mengajukan kepada pemerintah provinsi untuk pembangunan jembatan. âPengajuan kami katanya akan direalisasikan pada tahun ini, tapi jembatan yang akan dibangun berupa jembatan gantung dengan lebar 1,5 meter. Mengenai dananya itu entah dari provinsi semua atau dibagi dua dengan pemerintah kota, yang jelas realisasinya tahun ini. Mudah-mudahan saja terlaksana dan bisa berjalan lancar,â harapnya.
Liwon menambahkan, aktifitas di Pasar Caplek akan lebih bergeliat lagi jika Pasar Langensari dikembangkan menjadi pasar harian atau pasar grosir. Dampak dari pengembangan pasar juga akan dirasakan pasar-pasar tradisional lainnya, baik yang ada di wilayah Kec. Langensari, maupun di pasar-pasar tradisional yang ada di wilayah lain, termasuk Jawa Tengah.
Untuk itu, pihaknya sangat mendukung bila rencana tersebut bisa direalisasikan oleh Pemerintah Kota Banjar. Karena, dengan meningkatnya roda perekonomian di wilayah Kec. Langensari, akan berdampak pula terhadap peningkatan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) di Kota Banjar. (Eva)