Hari Pahlawan 10 Nopember, biasanya dibingkai refleksi perjuangan para pahlawan dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Lalu, siapa yang pantas disebut pahlawan pada masa kini?
Eva Latifah
Memperingati hari pahlawan yang jatuh pada tanggal 10 November, ada beberapa pertanyaan yang terbesit di kepala. Siapakah pahlawan itu sebenarnya? Pahlawan biasanya identik dengan orang yang berjuang demi mempertahankan kemerdekaan bangsa melalui perang dan pemberontakan.
Mereka rela berkorban demi kepentingan orang banyak tanpa pamrih, serta mampu melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Mungkin kita berpikir bahwa pahlawan adalah orang-orang yang berada dalam buku sejarah, seperti Patimura, Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro atau Seokarno.
Namun, adapula yang beranggapan pahlawan itu adalah orang-orang yang menjadi inspirasi bagi hidup mereka, misalnya orang tua, musisi, atau tokoh-tokoh terkenal lainnya.
Semua statement itu memang benar. Bila diterjemahkan maksud tersiratnya adalah seorang pahlawan tidak berbeda dengan orang biasa. Cuma bedanya adalah keberanian yang dimilikinya lebih besar daripada orang lain. Seorang pahlawan sejatinya memiliki nyali yang lebih menonjol dibandingkan orang lain untuk menyelamatkan dan memenuhi kepetingan umum di atas kepentingannya sendiri.
Lantas, ketika negara ini sudah merdeka secara de facto dan de jure sejak tahun 1945 yang lalu, apakah negara ini tidak menciptakan bibit-bibit pahlawan baru? Karena meski perang telah usai, sesungguhnya masih ada perang-perang lain yang dihadapi bangsa ini, dan ada pahlawan-pahlawan yang tidak pernah terukir nama dan gambarnya pada poster di sekolah-sekolah. Serta, tidak ada pula upacara untuk mengenang mereka.
Sebetulnya, ada beberapa sosok dalam keseharian kita yang bisa dianggap sebagai pahlawan. Sebab, cucuran keringat mereka secara tidak langsung memiliki faedah bagi orang banyak.
Sosok tersebut adalah para petugas kebersihan. Sebuah kota harus dilihat sebagai tempat yang asri dan enak dipandang oleh semua orang. Masalah kekotoran kota menjadi masalah besar bagi setiap kota di suatu daerah, begitu pula di Kota Banjar. Bahkan, bukan hanya di Indonesia saja, namun juga kota-kota lain yang ada di seluruh negara.
Tanpa figur-figur seperti para petugas kebersihan atau pasapon, mungkin kini semua kota di dunia menjadi lautan sampah akibat ulah orang-orang yang sembarangan membuang sampah di jalanan.
Tapi kehadiran mereka masih dianggap sebelah mata, dicibir, dan terkadang dimarjinalkan dari pemenuhan hak-hak yang seharusnya mereka peroleh. Berseragam kuning, beraroma busuk, kotor, dan kumal seringkali membuat orang menganggap remeh keberadaan mereka. Padahal mereka merupakan subjek yang tidak kalah pentingnya.
Mereka bekerja untuk kepentingan umum, sedangkan kepentingan diri mereka sendiri harus terabaikan. Di Kota Banjar sendiri, aktifitas mereka mulai terlihat usai melaksanakan sholat Shubuh.
Dengan segala keterbatasan yang dimilikinya, sejak pagi buta petugas pasapon selalu setia menjalakan tugas demi terciptanya kebersihan dan kindahan kota. Seperti halnya dilakukan Mimi, Ratih dan Yuli. Mereka adalah sebagian petugas penyapu jalan yang ada di Kota Banjar.
Selain petugas penyapu jalan, ada pula petugas kebersihan khusus mengangkut sampah. Mereka mengangkut sampah yang sudah terkumpul di setiap jalur opsih, diantaranya jalan protokol, kawasan pasar, terminal, stasiun KA, taman alun-alun, komplek perkantoran pemerintah, sekolah, hingga sampah di wilayah permukiman penduduk. Seperti yang biasa dilakukan Wawan, Rosid, Iwan, dan petugas kebersihan lainnya.
Mungkin mereka tidak menyadari apa yang dilakukannya setiap hari itu sangat berguna bagi orang lain. Maka pantaslah para petugas kebersihan disebut sebagai pahlawan masa kini. ***