Dinkes Ciamis bantah angka tersebut sebenarnya masih kurang ideal
Ciamis, (harapanrakyat.com),- Pengadaan obat yang rutin dilakukan setiap tahun di Dinas Kesehatan (Dinkes) Kab. Ciamis dengan menelan dana milyaran rupiah memicu polemik. Pengadaan obat yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) tersebut dianggap hanya program rutinitas semata, tanpa memberikan dampak bagi peningkatan kesehatan masyarakat Ciamis.
DAK untuk pengadaan obat di Kab. Ciamis sendiri setiap tahunnya bervariasi. Tahun 2011 saja alokasinya mencapai Rp. 5 milyar, dan tahun 2012 Rp. 6 milyar. Bahkan, untuk tahun 2013, angkanya diprediksi bakal menurun.
Kebutuhan obat bagi pelayanan dasar ini setelah dipasok oleh pihak ketiga (pemenang lelang) ke lokasi gudang Farmasi Dinkes, kemudian akan didistribusikan ke seluruh Puskesmas yang tersebar di Kab. Ciamis.
âMasa setiap tahun programnya itu-itu saja? Kebutuhan obat dari tahun ke tahunnya kok sama! harusnya kan berbeda tergantung tipikal penyakitnya,â ungkap Ketua Badan Legislasi Daerah (Balegda), yang juga anggota Fraksi PKS DPRD Kab. Ciamis, drh. Totong Karyo, pekan lau kepada HR.
Totong mengatakan, pengadaan obat harus didasarkan pada dampak peningkatan derajat kesehatan masyarakat Ciamis. Menurut dia, dalam pembahasan KUA PPAS, Dinkes harusnya membuat program teknis yang terukur dan berdampak. âTermasuk pengadaan obat, ini kok terkesan rutinitas,â paparnya.
Lebih lanjut, Totong mengaku heran, mengapa setiap tahunnya Dinkes mengalokasikan anggaran pengadaan obat yang nominalnya hampir sama. Padahal, kata dia, tipical (jenis) penyakit tahun lalu tidak sama dengan tahun ini. Apakah harus Dinkes hanya berkutat terus di program tersebut.
Dia menilai, Dinkes Cimis selama ini tidak mengkaji dampak dan data keluaran (output) dari program tersebut. Akibatnya, menimbulkan kesan tidak mensinkronkan antara program teknis dengan KUA PPAS. Dia juga menegaskan, Dinkes seharusnya membuat dan menyusun program dengan didasari kajian dan berbasiskan data yang jelas.
Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinkes Kab. Ciamis, dr. Rizali, Selasa (27/11) membantah jika pengadaan obat tidak didasarkan pada proses pendataan. Dia menegaskan, pengambil data berdasarkan laporan dari 52 puskesmas yang ada di Kab. Ciamis.
âData jumlah kunjungan pasien ke setiap Puskesmas menjadi dasar kami mengajukan anggaran pengadaan obat,â ungkapnya.
Rizali menuturkan, data laporan kunjungan dari masing-masing Puskesmas itu, menjadi bahan Dinkes membuat perkiraan (prediksi) jenis obat yang dibutuhkan, dan akan didistribusikan langsung kepada pihak Puskesmas.
Senada dengan itu, Kepala UPTD Farmasi Dinkes Ciamis, Gusdiana, di ruang kerjanya, mengatakan, pengadaan obat Dinkes yang bersumber dari DAK tersebut bukan berdasarkan ajuan dari Dinas.
âPagunya sudah dijatah dari pemerintah pusat. Kami hanya mengajukan jenis penyakit dan jenis obatnya saja,â ujarnya.
Menurut Gusdiana, justru anggaran sebesar itu terbilang masih minim. Alasannya, karena secara ideal, Kab. Ciamis mendapat pagu anggaran untuk pengadaan obat hingga mencapai angka Rp. 32 milyar pertahunnya.
âAnggarannya kan jauh di bawah ideal, tapi bagaimana lagi, itukan pusat yang punya kewenangan,â imbuhnya.
Dihubungi terpisah, Anggota Badan Anggaran DPRD Ciamis, Iwan M. Ridwan SPd, MPd mengatakan, bahwa program pengadaan obat Dinkes sudah rasional. Seiring dengan itu, PAD yang bersumber dari UPTD Puskesmas terus mengalami kenaikan.
âHarus diingat, kesehatan merupakan program prioritas pembangunan. Jadi tidak ada yang harus diragukan dari program pengadaan Obat untuk Puskemas tersebut. Justru pengadaan itu sebagai pelayanan dari retribusi yang ditarik Puskesmas. Yang harus dipersoalkan, adalah bagaimana pelayanan di Puskemasnya,â pungkasnya. (DK)