Banjar, (harapanrakyat.com),- Meningkatnya debit air Sungai Citanduy membuat para pengrajin bata merah di daerah Cikadu, Kel. Karangpanimbal, Kec. Purwaharja, Kota Banjar, terpaksa harus membeli tanah sebagai bahan baku pembuatan bata.
Bahan baku tersebut dibelinya dari daerah Cipadung, Desa Purwaharja. Hal itu menyebabkan modal pembuatan bata merah yang harus dikeluarkan pengrajin jadi membengkak, dan berimbas terhadap harga penjualan. Harga sebelumnya Rp.280 per keping menjadi Rp.390 per keping.
Saat ditemui HR, Senin (21/13), Mulyono, salah satu pengrajin bata merah, mengaku, sejak debit air Citanduy meningkat, dia dan pengrajin bata merah lainnya tidak bisa mengambil tanah dari endapan sungai.
âMusim kemarau biasanya kami mengambil bahan bakunya dari sungai, jadi tidak perlu mengeluarkan modal untuk membeli tanah, cukup modal tenaga. Tapi saat musim hujan, bagi pengrajin bata merah di daerah Cikadu tentu sangat menyulitkan, bisa dibilang merugi. Karena kendalanya bukan hanya pada proses penjemuran saja, namun bahan baku pun jadi sulit,â tuturnya.
Pada waktu musim kemarau, kata Mulyono, dalam setiap kali pembakaran mampu memproduksi bata merah sebanyak 3000 keping. Namun sekarang mengalami penurunan cukup tajam, yakni hanya sekitar 1000 sampai 2000 keping.
Keluhan serupa diungkapkan Yaya, pengrajin lainnya. Menurut dia, meningkatnya volume air Citanduy berimbas pula terhadap meningkatnya biaya produksi yang harus dikeluarkan.
âMemang harga jualnya jadi ikut naik, tapi kalau dihitung-hitung keuntungannya tidak seberapa, artinya tetap hasil yang diperoleh lebih untung saat musim kemarau lantaran saya tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membeli bahan baku, dan ongkos angkut,â katanya.
Diakui Yaya, walaupun harga jual bata merah naik, tetapi jumlah permintaan setiap harinya masih lumayan banyak. Hanya saja proses pembuatannya memerlukan waktu lama karena terkendala cuaca.
Proses pembuatan bata merah dari awal hingga akhir atau bata siap dibakar, bisa memakan waktu sampai satu bulan bahkan lebih. Sedangkan pada musim kemarau hanya memerlukan waktu tiga minggu.
âProses pembuatan memang cukup lama. Menjemur bata sekarang susah, terkadang kalau hujan seharian kami tidak bisa memproduksi bata, paling hanya membakar bata yang sudah siap dibakar. Terkumpul sedikit langsung bakar supaya dapat segera terjual,â kata Yaya.
Berbeda dengan para pengrajin, bagi penjual dan pengangkut bahan baku bata merah, musim hujan justru menjadi berkah. Seperti dikatakan Sofyan, warga Cipadung yang selalu meraup keuntungan saat musim hujan datang.
âSaya punya satu unit mobil coltbak. Setiap hari beroperasi untuk mengangkut tanah. Bahan baku tersebut dijual kepada pengrajin sebesar enam puluh lima ribu rupiah untuk satu coltbak-nya. Dalam sehari saya bisa mengangkut hingga enam kali tarikan. Keuntungan yang saya dapat lumayan meningkat,â kata Sofyan. (PRA)