Ilustrasi Bencana Tsunami
Pangandaran,(harapanrakyat.com),
Potensi tsunami Pangandaran berada di posisi tertinggi dibanding potensi tsunami di pesisir pantai lainnya di Jawa Barat. Bencana yang terjadi terakhir kalinya di Pangandaran 16 Juli 2006 ini pun tidak dapat terprediksi secara akurat jika melihat sejarah dan kajian para ahli.
Hal itu diungkapkan Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jawa Barat, Drs. H. Dadang Abdurohman, M.Si., didampingi Kasi Pencegahan H. Aris Riswanda, SH., MM. dan Kasi Kesiapsiagaan, Drs. H. Rahmayadi Basar, MM, di sela-sela acara sosialisasi Pemberdayaan Masyarakat terhadap Bencana Tsunami di hotel Sandaan, Pangandaran, Jumat (21/6).
Dadang menambahkan, untuk skala nasional, potensi tsunami Pangandaran berada di urutan tertinggi ke-3 setelah Nusa Tenggara dan Bali. Oleh karenanya, Dadang menghimbau agar masyarakat senantiasa waspada.
“Jika melihat dokumen peninggalan Belanda, tsunami Pangandaran terjadi pertamakalinya pada 1840, kemudian terjadi lagi pada 1859, yang ke-3 pada 1921, hingga akhirnya terjadi kembali pada 2006. Hal ini membuktikan bahwa rentang waktu kejadiannya tidak teratur dan tidak terprediksi, yakni rentang waktu 19, 62, dan 85 tahun,” katanya.
Sebagai upaya preventif, kata Dadang, pihaknya saat ini telah membentuk FKDM atau Forum Kesiapsiagaan Dini Masyarakat di setiap kecamatan yang berpotensi terkena efek tsunami Pangandaran. Mereka akan berada di barisan paling depan saat terjadi tsunami,dan paling tidak akan berkontribusi untuk melakukan pertolongan darurat dan mengurangi tingkat kepanikan di masyarakat.
FKDM diberikan pembekalan terkait teori tsunami seperti halnya manajemen penanganan bencana, karakteristik bencana, skenario kejadian dan materi lainnya. Ke depannya, kata Dadang, tidak menutup kemungkinan akan diadakan simulasi agar FKDM benar-benar siap.
“Mengingat keterbatasan dana, saat ini kami baru memberikan sosialisasi kepada FKDM dan elemen masyarakat 3 kecamatan, yakni Cijulang, Parigi dan Pangandaran. Kami memprioritaskan dulu kecamatan yang tingkat kepdaatan penduduknya paling padat dan intensitas kegiatan perekenomianya paling tinggi serta yang paling beresiko terkena dampak tsunami,”paparnya.
Sosialisasi penanganan bencana Tsunami berlangsung 3 hari (Rabu-Jumat, 19-21 Juni) dan diikuti 60 peserta dari kecamatan Parigi dan Cijulang. Salah seorang peserta, Iis, mengatakan, sosialisasi ini bisa memberinya pencerahan terkait sistem peringatan dini berbasis masyarakat. Ke depannya dia berharap, pihak BPBD mengadakan acara gladi lapangan.(ezm/syam/Koran-HR)