Kapolresta Banjar, AKBP. Asep Saepudin, SIK., tengah memberikan himbauan kepada para siswa agar mereka melakukan aksinya dengan cara damai dan tenang. Photo: Eva Latifah/HR
Banjar, (harapanrakyat.com),-
Ratusan siswa SMK Bina Putera Banjar kembali melakukan aksi unjuk rasa di depan sekolahnya, Selasa (19/11), sekitar jam 08.00 WIB. Dalam aksi yang didominasi siswa kelas 3 itu, dengan lantang mempertanyakan kejelasan tentang biaya PSG (Pendidikan Sistem Ganda) sebesar Rp. 500 ribu ke PT. DI (Dirgantara Indonesia) yang telah dijalani sebanyak 40 siswa.
Selain itu, mereka juga mempertanyakan kenaikan SPP sebesar Rp. 150 ribu, namun pendidikan yang diterima tidak memadai dengan apa yang telah mereka bayar. Sebab, selama ini banyak guru datang ke sekolah hanya untuk mengisi absensi saja.
Koordinator Aksi Siswa, Adit, mengatakan, seharusnya SPP diturunkan lantaran tidak sesuai dengan sistem pembelajaran atau Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di sekolahnya.
“Kami bayar SPP bukan untuk menggaji para guru beserta jajarannya yang tidak pernah hadir, karena kami datang ke sekolah ini untuk belajar. Kemudian bagi guru yang tidak masuk mengajar diharapkan memberi alasan jelas,” tuturnya.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, bahwa mengenai biaya PSG sebesar Rp. 500 ribu per-siswa, pihak sekolah tidak memberikan rincian penggunaannya. Bila dijumlahkan secara keseluruhan mencapai Rp. 20 juta. Padahal, pihak PT. DI sendiri tidak memungut biaya sepeser pun.
“Untuk itu kami meminta pihak sekolah menjelaskan alokasi uang praktek atau PSG, alokasinya dikemanakan uang sebesar itu. Apakah betul digunakan untuk membeli ikan gurame sebagai pelicin ke salah satu PT,” ujarnya.
Selain memungut biaya untuk PSG, para siswa juga diminta membayar biaya monitoring saat siswa mengikuti PSG di PT. DI, yakni sebesar Rp. 100 ribu. Namun menurut Adit, selama satu bulan mengikuti PSG, tidak pernah ada satu pun guru yang melakukan monitoring ke perusahaan tersebut.
“Sekarang ini jaman sudah canggih, setidaknya ada tindakan dari guru untuk memantau siswanya. Tapi kalau misalnya monitoring dilakukan guru melalui e-mail, mengapa harus dipungut biaya sebesar 100 ribu rupiah per siswa,” tanya Adit.
Menanggapi adanya tudingan penyelewengan anggaran sebesar Rp. 20 juta, atau para siswa menyebutnya “úang Gurame” sebagai pelicin ke PT, namun Kepala SMK Bina Putera Banjar, Adi Cipta, membantahnya.
“Semua tudingan itu tidak benar sama sekali. Tapi kalau fisiknya ikan Gurame itu benar. Dan kami ke sana itu untuk istilahnya sanduk-sanduk papalaku, kami berterima kasih kepada pihak PT yang telah bekerjasama,” ujarnya.
Mengenai uang Rp. 20 juta itu, menurut Adi bahwa memang secara aturan pihak PT tidak memungut biaya. “Hanya di sisi lain mungkin uang tersebut digunakan untuk pekerjaannya dan untuk prakteknya,” pungkas Adi.
Aksi demo yang digelar di depan sekolah sempat mengakibatkan kemacetan arus lalu-lintas karena para siswa memblokir jalan. Beruntung, petugas kepolisian dari Polresta Banjar dan Satpol PP dengan sigap mengamankan jalannya aksi. Namun, akibat adanya unjuk rasa itu, aktifitas belajar mengajar di SMK Bina Putera terpaksa diliburkan. (Eva/Koran-HR)