Miss Debby, Pengelola Playgroup dan LPK Tunas Unggul, Kota Banjar, bersama Guru, alumni playgroup, saat kegiatan les bahasa inggris dan matematika. Photo: Deni Supendi/HR
Oleh : Deni Supendi
Beragam jenis mainan digunakan oleh sejumlah lembaga pendidikan anak. Mainan itu sengaja dipakai untuk merangsang kemampuan anak. Pengalaman anak bermain, tentunya akan menjadi ingatan atau kenangan berarti ketika anak itu sudah besar.
Apapun jenis mainan yang dipakai, sedikit banyaknya memiliki pesan pendidikan yang akan sangat berarti bagi kemandirian dan kehidupan anak di masa yang akan datang. Dengan kata lain, apa yang dibutuhkan anak di dunia nyata nanti, bisa diperoleh dari imajinasi, motorik, bahasa dan kemampuan berpikir.
Pengelola Playgroup dan LPK Tunas Unggul, Miss Debby, mengakui, fungsi, bentuk mainan, sengaja dibuat untuk membantu merangsang kemampuan anak, dengan kata lain, mainan tersebut memiliki pesan pendidikan.
Namun begitu, wanita yang berlatar belakang Pendidikan Bahasa Inggris ini menuturkan, tujuan fungsi mainan dapat tercapai jika orangtua terlibat dalam menentukan jenis mainan yang akan digunakan oleh anaknya. Orangtua sekarang, semakin melek gadget, dan terdesak serta terintimidasi untuk membelikan anaknya mainan gadget atau mainan berbau kekerasan bagi anak, seperti mainan pistol dan pedang.
Selain pentingnya orangtua dalam memilih mainan, ada lagi hal penting bagi orangtua, yaitu ikut bermain bersama anak. Jadi, tidak cukup menghadiahkan mainan, lalu membiarkan anak asyik bermain sendiri.
“Mari, kita (orangtua) menyiapkan mainan yang dapat merangsang tumbuh kembang anak. Dan sediakan ruang yang aman, serta waktu untuk bermain bersama anak,” ungkapnya.
Mainan Tradisional dan Hasil Kreasi
Pengelola Playgroup dan LPK Tunas Unggul, Miss Debby, mengaku tidak pernah mau membebani orang tua untuk memiliki mainan bagus bagi anak-anak didiknya. Menurut dia, masih banyak mainan yang bisa diciptakan dan dikreasikan agar menjadi alat yang dapat merangsang kemampuan anak.
“Kita tidak membiasakan mereka (anak) untuk merengek dan meminta mainan kepada orangtuanya. Tapi, justru kita menciptakan permainan atau mainan daur ulang dari barang bekas,” katanya.
Kreasi mainan ini, kata Debby, bisa dibuat dari barang-barang bekas yang ada di sekitar. Misalnya, kaleng kemasan minuman, botol aqua, dan masih banyak yang lainnya. Selain arena murah dan mudah, anak juga diajari untuk memanfaatkan barang bekas.
“Trendnya, membuat sampah menjadi lebih bernilai,” ujarnya.
Menurut Debby, di samping itu, mainan tradisional pun memiliki pesan pendidikan yang sangat besar bagi tumbuhkembang anak. Seperti pecle, gobag, dan lainnya. Dari permainan ini, anak-anak belajar menjalin kerjasama dengan anak lainnya.
Sejarah
Sebagai orang tua yang berlatar belakang pendidikan asal Yogyakarta, Debby pun ingin memberikan pendidikan yang terbaik bagi anaknya. Awalnya, sekitar tahun 2004, dia ingin menyekolahkan anaknya di sebuah lembaga pendidikan setingkat taman kanak-kanak yang terbaik di Kota Banjar.
Dari informasi orang-orang, Debby akhirnya mendapatkan sekolah yang dia inginkan untuk anaknya. Berjalan dua bulan, ternyata dia menemukan sistem pendidikan terhadap anaknya cukup keras.
“Saat itu, penilaian saya, kok sistem pengajarannya terlalu memaksakan anak gitu. Saya kemudian mencoba mengusulkan apa yang saya tahu kepada pengajar di sekolah anak saya itu. Tapi, saran saya ternyata tidak digubris,” katanya.
Karena khawatir akan berdampak terhadap masa depan anaknya, Debby memutuskan untuk mencari sekolah lain untuk anaknya. Dia mendapatkan sekolah serupa, dengan predikat baik di mata warga Banjar kala itu.
“Setelah diamati, sistem pengajaran yang dipakai, tidak ada bedanya dengan sekolah sebelumnya. Saya pun memberikan saran, bahkan memberikan buku-buku pengajaran anak untuk dijadikan referensi. Tapi, saya kaget, ketika pengelolanya justru terkesan marah dan seolah tersinggung dengan masukan dari saya,” ujarnya.
Wanita yang pernah berkarir di sejumlah perusahaan besar di Jakarta ini, akhirnya memutuskan untuk membuka sendiri sekolah atau play group dan LPK Tunas Unggul, yang saat ini homebase-nya di salah satu kawasan perumahan elit di Kota Banjar.
Awal tahun pembukaan, sekitar tahun 2004-2007, jumlah siswa Tunas Unggul sudah mencapai dua puluhan orang. Di awal tahun itu juga, untuk kelas kegiatan pengajaran bertempat di bilangan Jalan Gudang Kota Banjar.
Karena minat masyarkat terus meningkat, di tahun 2007, Tunas Unggul memutuskan untuk pindah dan menempati lahan di kawasan perumahan elit Kota Banjar, di wilayah Cimenyan Banjar. Jumlah siswa saat ini mencapai lebih dari 40 orang.
“Fokus kita, playgroup, Kursus Bahasa Inggris dan Matematika,” imbuhnya.
Debby memastikan, apapun bentuknya, pendidikan anak perlu menjadi perhatian orang tua. Karena, pengalaman saat kecil, atau saat bermain dan belajar, tetap akan memberikan pengaruh terhadap masa depan mereka kelak. ***