Renaita Febrianti, operator excavator di TPSA Cibeureum, tampak sedang membereskan tumpukan longsoran sampah yang menimbun jalan. Foto: Eva Latifah/HR
Liputan Khusus Koran HR (Edisi 19 – 26 Februari 2014)
Banjar, (harapanrakyat.com),-
Renaita, satu-satunya operator excavator wanita di TPSA Cibeureum, Kota Banjar, Jawa Barat. Dunia kerja yang keras, kotor, panas, debu, dan penuh sampah jadi menu kesehariannya.
Petugas operator alat berat berupa excavator, terlebih di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPSA), identik dengan dunia kerja yang keras, kotor dan lelaki banget. Panas, debu, sampah, lumpur dan beraneka alat berat lain sudah menjadi menu keseharian bagi mereka.
Tapi jangan dikira dunia macho tersebut cuma milik laki-laki saja. Buktinya, di TPSA Cibeureum, Kota Banjar, alat berat berupa excavator dikendalikan oleh seorang perempuan. Mungkin se-Priangan Timur atau bahkan se-Jawa Barat, operator excavator yang dikendalikan oleh perempuan hanya ada di TPSA Cibeureum saja.
Dia adalah Renaita Febrianti, atau biasa dipanggil Rena, gadis cantik kelahiran 3 Februari 1991 ini tidak akan ada yang menyangka kalau dirinya bekerja sebagai operator eskavator di UPTD TPSA Cibeureum, di bawah naungan Dinas Ciptakarya, Kebersihan, Tata Ruang dan Lingkungan Hidup (DCKTLH) Kota Banjar.
Sudah tiga tahun dia terjun sebagai operator excavator, yakni terhitung sejak tahun 2011. Rena sendiri mulai bekerja di TPSA Cibeureum dari tahun 2007. Dia ditugaskan di bagian timbangan. Kemudian, tahun 2009 baru menerima SP Honorer di bagian timbangan.
Pada tahun 2011 Rena mulai belajar mengoperasikan eskavator. Melalui bimbingan Dede, petugas operator senior yang ada di TPSA Cibeureum, Rena diajari cara memajukan dan menurunkan alat berat tersebut selama satu minggu.
Saat ditemui HR disela-sela aktifitas pekerjaannya, Selasa (18/02/2014), Rena mengaku, awalnya tidak terfikirkan sedikitpun dirinya akan bekerja sebagai operator alat berat berupa excavator. Namun, tawaran Dede membuatnya tertantang dan ingin mencoba, hingga akhirnya menikmati pekerjaan tersebut.
“Awalnya pengen nyoba, pengen tahu gimana rasanya mengoperasikan alat berat itu. Bukan mimpi saya bekerja menjadi operator alat berat. Yang jelas cita-cita saya ingin menjadi PNS. Tapi ternyata jalan ceritanya lain, jadi saya nikmati saja dan selalu ikhlas menjalankan pekerjaan ini,” tuturnya.
Kini cita-cita Rena ingin menjadi operator yang profesional seperti Dede, dan ingin mencetak operator perempuan lainnya, sehingga kedepan ketika Dede dialih tugaskan lagi ke dinas, dirinya bisa menggantikan posisi Dede. “Saya ingin buktikan bahwa perempuan juga bisa, jadi jangan menganggap remeh,” ujarnya.
Rena merupakan anak kembar dari pasangan Agus dan Dedeh, warga Desa Balokang, Kecamatan/Kota Banjar. Dia adalah kakak dari adik kembarnya bernama Reniati Febriani. Sejak dalam kandungan ibunya, Dedeh, ayah Rena, Agus, menginginkan anak laki-laki.
Mungkin karena keinginan ayahnya tidak terkabul, sehingga Rena tumbuh dengan memiliki sifat yang sedikit maskulin, sedangkan Reniati, adiknya, tampil dengan sifat sangat feminim.
Rena mengaku, dulu selepas lulus dari Sekolah Tekhnik (ST), sekarang menjadi SMPN 5 Banjar, dirinya memiliki keinginan meneruskan sekolah ke STM. Tapi, kondisi perekonomian keluarganya tidak memungkinkan, akhirnya cita-citanya itu terpaksa harus terpupus.
Semangat ingin belajar tampaknya tidak terhenti sampai disitu. Dia pun memutuskan untuk ikut sekolah persamaan melalui Paket C. Usahanya itu tidak sia-sia, karena dirinya bisa masuk sebagai tenaga honorer di UPTD TPSA Cibeureum sampai sekarang.
Walau hanya mendapatkan gaji setiap bulannya sebesar Rp. 450 ribu, ditambah subsidi dari orang tuanya Rp. 100 ribu, Rena tetap ikhlas dan semangat menjalani rutinitasnya. Dia mengaku, gaji sebesar itu cukup untuk kebutuhan bensin dan makan selama 20 hari.
Setiap harinya Rena bekerja dari jam 7 pagi sampai jam 5 sore. Memang sebenarnya jadwal kerja dari kantor hanya sampai jam 3 sore. Namun, karena merasa memiliki tanggung jawab untuk mengurus sampah, sehingga dia memutuskan bekerja sampai sore.
“Waktu kejadian longsor kemarin saya sedang berada di jalan. Saat itu saya dan Pak Dede baru selesai beberesih sampah yang tercecer di jalan akibat terseret air hujan. Karena kalau tidak dibersihkan nanti warga komplen, makanya setiap sore itu kita selalu mengecek kondisi di bawah TPA, tepatnya di bagian jalan. Nah, pada sore hari itu sekitar jam 17.30 tiba-tiba tumpukan sampah itu longsor. Untung saja tidak sampai tertimbun longsoran sampah,” tutur Rena, yang mengaku selalu jadi saksi setiap terjadi longsor di TPA, dimana peristiwa tersebut sudah terjadi tiga kali.
Menurut dia, selama menjadi operator excavator, kendala yang dihadapi dalam pekerjaannya yaitu ketika hujan turun disertai petir. Adapun suka duka lainnya yakni terkadang gunungan sampah itu terencium wangi buah jeruk, kadang tercium bau minyak wangi, dan ada kalanya tercium bau busuk. Sampai saat ini Rena belum tahu apa penyebabnya bau dari gunungan sampah itu bisa berubah-ubah.
Bekerja sebagai operator excavator di TPA tentu saja bukan pekerjaan yang ringan dan tanpa resiko. Untuk itu Rena berharap kepada pemerintah agar memperhatikan keselamatan maupun kesehatan para petugas alat berat di lokasi TPA.
“Harapan saya untuk kedepannya ada perhatian lah. Walaupun tidak bisa memberikan dalam bentuk materi, tapi minimalnya kita diperhatikan dari segi keselamatan dan kesehatannya. Karena bentuk perhatian itu tidak selalu materi,” harap Rena.
Perempuan Dianggap Tepat Kemudikan Excavator
Sementara itu menurut Dede, belajar mengoperasikan eskavator memang ada tahapannya. Pada tahapan itu, Rena diajari untuk menaik turunkan eskavator dari hanggar ke lokasi TPA. Setelah terlihat cukup mahir, Rena pun langsung diterjunkan ke TPA.
“Sebelumnya saya melatih dua orang petugas laki-laki yang ada di TPA untuk mengoperasikan eskavator, karena waktu itu saya ditarik lagi ke kantor. Kemudian, di TPA ternyata ada masalah bahwa dua orang petugas tersebut bekerjanya tidak efektif dan mereka diberhentikan, akhirnya saya kembali lagi ke TPA. Lalu, saya mencoba menawari ke Rena, kebetulan dia mau, akhirnya sampai sekarang bisa berjalan efektif,” tutur Dede, kepada HR, Selasa (18/02/2014).
Dede menyebutkan, bahwa alasan dirinya menawarkan pekerjaan itu ke Rena lantaran seorang perempuan biasanya bekerja selalu menggunakan perasaan, sehingga Dede menilai sangat lah tepat dirinya memilih perempuan untuk tenaga operator eskavator. Selain itu, melihat penampilan Rena yang tomboy maka keberaniannya tidak diragukan lagi.
Meski sudah mengoperasikan alat berat tersebut sejak tahun 2011, namun pihak dinas baru mengetahuinya tahun 2013. Menurut Dede, hal itu sengaja tidak diberitahukan lantaran dirinya ingin ketika dinas tahun, Rena sudah benar-benar mahir dalam mengoperasikannya.
“Baru diketahui oleh dinas itu tahun 2013, dan pihak dinas langsung memberikan SP penempatan di alat berat kepada Rena hingga sekarang,” katanya.
Dede juga berharap adanya perhatian dari pihak pemerintah. Memang kalau dari segi upah, para petugas operator alat berat di TPA sama dengan petugas pasapon. Meski begitu, tapi ketika seseorang berbuat kesalahan dia dikenakan sanksi. Seharusnya, ketika dia/seseorang berbuat kebaikan dalam pekerjaannya, maka minimalnya diberikan perhatian atau pujian. (Eva Latifah/Koran-HR)