Kabid. Kebersihan DCKTLH Kota Banjar, Asno Sutarno, SP, MM
Banjar, (harapanrakyat.com),-
Laju pertumbuhan penduduk, keterbatasan lahan lingkungan, kurangnya kesempatan kerja, rendahnya daya beli dan prilaku yang apatis, semua itu gambaran problematika dari tiap-tiap daerah.
Bagaimana suatu daerah terlepas dari masalah tersebut, terutama laju pertumbuhan penduduk yang dapat berdampak pada timbunan sampah di lingkungan, serta rendahnya partisiptif masyarakat yang dapat mengganggu lingkungan, sehingga dampak negativenya bisa menimbulkan terhadap kesehatan masyarakat.
Hal itu diungkapkan Kabid. Kebersihan Dinas Ciptakarya, Kebersihan, tata Ruang dan Lingkungan Hidup (DCKTLH) Kota Banjar, Asno Sutarno, SP, MM., kepada HR, pekan lalu.
Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009, tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, diantaranya bertujuan bagaimana kelestarian dan berkelanjutan, keserasian dan keseimbangan serta partisipatif dari semua pihak, baik pemerintah, masyarakat dan pelaku usaha agar perhatian terhadap problematika tersebut.
Lebih spesifiknya perhatian pada pengelolaan sampah, dimana telah terbitnya Undang Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah. Di Kota Banjar sendiri untuk peraturan daerahnya telah ditetapkan Perda Nomor 15 tahun 2013 tentang pengelolaan sampah rumah tangga dan sejenis sampah rumah tangga.
Selain itu, juga ada Perwal yang mengatur terhadap tugas pokok dan fungsi, serta partisipatif masyarakat dalam pengelolaan sampah, yaitu pembentukan lembaga pengelola sampah di skala rumah tangga, RW, kawasan niaga dan industry.
“Itu semua regulasi yang menjadi payung hukum dalam upaya penanganan persampahan di Kota Banjar, dengan harapan terwujudnya kelestarian lingkungan yang bersih dan sehat sebagai indicator daya dukung lingkungan tempat tinggal kita, yang tertuang dalam MDGs,” kata Asno.
Disamping kewajiban pemerintah yang diamanahkan, lanjutnya, namun perlu pula adanya patisipatif masyarakat dan sector swasta/pengusaha sebagai bentuk rasa tanggung jawab terhadap pentingnya penanganan sampah di lingkungan.
Untuk itu, semua harus keluar dari paradigma lama yang hanya kumpul, angkut dan buang. Pasalnya, hal itu tidak menyelesaikan masalah karena hanya penanganan di hilir dan penanganan angkut saja. Keterbatasan sarana dan prasarana, serta Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) menjadi salah satu kendala dalam penanganan persampahan.
“Kita harus kembali memandang proses penanganan dimulai dari timbunan sampah dari diri kita, dari masyarakat dan pelaku usaha, serta bagaimana fungsi pemerintah dalam penanganan tersebut. Atau kita kembalikan menangani dari hulu hingga hilir,” ujarnya.
Menurut Asno, pemahaman tersebut sudah diterapkan di Kota Banjar. Pihaknya memulai dari hulu ke hilir, yakni dari kawasan RT. RW, atau dari timbunan sampah sampai ke proses terakhir di TPA.
Pola seperti itu sejalan dengan visi-misi Walikota Banjar terpilih, yaitu mengenai pemberdayaan masyarakat dalam upaya meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi di sector persampahan, dimana ada dampak ekonomi yang bisa memberikan pendapatan kepada masyarakat dari sampah.
Saat ini pihaknya telah membentuk kelembagaan pengelolaan sampah di tingkat RT, RW yang melibatkan masyarakat secara langsung dalam aktifitas kesehariannya dengan metode 3 R (Reuse, Reduce, Recycle).
Dengan begitu, maka masyarakat dapat mengurangi sekaligus memanfaatkan kembali melalui daur ulang sampah yang ditimbulkan. Masyarakat mulai terlibat di sekitar pilot-pilot projek percontohan.
“Masyarakat mulai merasakan manfaat dengan adanya bank sampah yang kita rintis dari waktu ke waktu. Kerjasama kita lakukan dengan pihak pengusaha yang bergerak dalam usaha pupuk organic untuk menampung kompos dari TPS-TPS yang ada. Itu semua sudah mulai dirasakan masyarakat sebagai pelaku di Bank Sampah,” kata Asno.
Bila pihak pengusaha itu dapat lebih memperhatikan para pengelola yang menyediakan bahan kompos dari sampah organic, serta pemerintah mendorong dan memberikan dukungan dari upaya-upaya yang telah dilaksanakan, sehingga masyarakat tidak memandang sampah itu musibah, tetapi barokah karena mempunyai nilai ekonomi.
Asno menghimbau kepada seluruh elemen masyarakat Kota Banjar agar menggalakan pembentukan lembaga pengelolaan persampahan, serta mewujudkan Bank Sampah. Dengan begitu maka Banjar akan lebih bersih dan sehat. Sehingga, pemberdayaan masyarakat bisa tumbuh dari sampah.
“Dampak positif lainnya tentu prestasi Kota Banjar yang telah meraih Adipura sebagai kota kecil terbersih Insya Alloh untuk tahun 2014 ini masih dapat dipertahankan. Tinggal keseriusan dan perhatian dari pemerintah, masyarakat dan para pengusaha dalam pengelolaan dan penanganan sampah yang ditimbulkan dari aktifitas kita sehari-hari,” pungkas Asno. (Eva/Koran-HR)