Masyarakat Desa Panyutran, Kecamatan Padaherang, Kabupaten Pangandaran, saat menggelar prosesi Hajat Leuweung di situs Bale Paseban dan makam keramat Dewi Ayu Angsangrawa, Selasa (25/02/2014). Foto: Entang Saeful Rachman/HR
Padaherang, (harapanrakyat.com),-
Ada hajat laut. pasti ada hajat leuweng (Hutan). Hal itu ucapkan Tokoh Masyarakat yang juga mantan Kepala Desa Panyutran, Kecamatan Padaherang, Kabupaten Pangandaran, Ucu, usai menggelar ziarah di dua tempat, yakni di situs Bale Paseban dan makam Dewi Ayu Angsangrawa, di Dusun Balater, Desa Panyutran, Kecamatan Padaherang, Selasa (25/02/2014).
Acara Hajat leuweng ini dihadiri oleh Penjabat Bupati Pangandaran, Dr. Drs. H. Endjang Naffandy, M.Si beserta Ibu, anggota DPRD Provinsi H E. Kusnadi juga Kepala Dinas Disdikbudpora Kab. Pangandaran H. Nana Ruhena. Pada acara ini pun dimeriahkan oleh pesta rakyat yang digelar secara semarak.
Ucu menjelaskan, prosesi hajat leuweng ini sudah biasa dilakukan oleh masyarakat Desa Panyutran secara turun temurun. Prosesi ini merupakan budaya warisan leluhur atau nenek moyang warga setempat.
Konon, di dearah Desa Panyutran yang dikelilingi oleh pegunungan dan hutan belantara ini, dahulunya merupakan persinggahan seorang raja dan Dewi Ayu Angsangrawa, yang merupakan salah seorang penyebar agama islam di Desa Panyutran dan sekitarnya, melalui media seni tari tradisional Ronggeng Gunung.
“Hajat leuweng ini merupakan istilah atau sebutan masyarakat Panyutran. Prosesi ini digelar setiap tahun, tujuannya sebagai bentuk terimakasih kepada yang maha kholiq atas rejeki yang dilimpahkan kepada masyarakat setempat melalui hasil kekayaan yang di dapat dari hutan belantara di Desa Panyutran,” jelas Ucu.
Sementara itu, Ating (72) dan Didi (64), Juru Kunci Situs Bale Paseban, mengungkapkan, hajat ini diisi dengan acara ritual pencucian benda pusaka kedunglandu milik Kyai Mangku Nagara. Benda pusaka itu, seperti keris dan pedang yang masih tersimpan rapih di dalam kotak di sebuah bangunan kecil Bale Paseban yang berada di tengah hutan.
“Bukan hanya benda pusaka saja yang masih tersimpan rapih, tetapi ada beberapa helai daun lontar yang bertuliskan huruf jawa kuno yang masih utuh dan masih tampak terbaca tulisannya,” ujarnya.
Usai menggelar prosesi hajat leuweung, rombongan dari jajaran Pemkab Pangandaran beserta masyarakat melanjutkan acara doa bersama untuk para leluhur dengan mengunjungi makam Dewi Ayu Angsangrawa yang berjarak hanya sekitar 100 meter dari Bale Paseban.
Konon, makam itu adalah tempat Dewi Ayu Angsangrawa dikebumikan beserta pakaian seragam ronggeng dan berbagai peralatan kesenian ronggeng. Menurut informasi dari masyarakat setempat, makam tersebut dahulunya pernah digunakan pusat musyawarah para tokoh penyebaran agama islam, salah satunya Dewi Ayu Angsangrawa.
Ceritanya, dahulu ketika ada rombongan penari ronggeng yang akan menggelar tari di daerah Kawasen Banjarsari, tidak diperbolehkan menari di daerah tersebut oleh guru dari Dewi Ayu. Maka rombongan yang terdiri dari Dewi Ayu itu hijrah kembali ke Panyutran. Dan semua peralatan di kubur bersama makam Dewi Ayu Angsangrawa.
Pj. Bupati, Endjang Naffandy, dalam sambutannya, mengatakan, situs keramat ini mudah-mudahan bisa dijadikan tujuan wisata budaya untuk pengembangan pariwisata Kabupaten Pangandaran. “Apabila tempat ini sudah banyak dikunjungi wisatawan, otomatis akan berdampak terhadap ekonomi warga yang berada di sekiar situs ini,” ujarnya.
Setelah usai acara hajat, kemudian disambung dengan acara pagelaran seni tradisional warga setempat, yakni ronggeng gunung, calung dan wayang golek. (Ntang/Koran-HR)