Gambar Site Pland Kawasan Objek Wisata Situ Leutik Banjar. Foto: DCKTLH Kota Banjar
Banjar, (harapanrakyat.com),-
Memaksimalkan pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH), serta untuk menambah point-point keramaian menjadi tujuan utama dari rencana Pemerintah Kota Banjar, yang akan melakukan penataan dan pembangunan lanjutan di kawasan Situ Leutik.
Kepala Bidang Ciptakarya Dinas Ciptakarya, Kebersihan, Tata Ruang dan Lingkungan Hidup (DCKTLH) Kota Banjar, David Abdillah, mengatakan, bahwa ruang terbuka hijau tidak selamanya berbentuk taman.
“Jalan maupun Situ juga merupakan ruang terbuka hijau. Mengenai nanti ada multiplier effect dari adanya pembangunan tersebut, itu wajar. Sekarang ini kita sudah punya Alun-alun di Banjar dan Langensari, kemudian Lapang Bakti, dan Pusdai Gelar Karya. Namun, kita ingin membangun pusat keramaian baru, dan itu ciri sebuah kota seperti itu. Jangan sampai pusat keramaian hanya di satu tempat,” paparnya kepada HR, pekan lalu.
Lebih lanjut David menyebutkan, Situ Leutik memiliki potensi untuk dijadikan point-point keramaian baru. Artinya, bila ditata dan dikelola dengan baik, maka tempat tersebut bisa menjadi tempat wisata yang menarik, dan akan didatangi banyak orang, baik dari dalam maupun luar kota.
Dia mencontohkan Icakan di Kabupaten Ciamis atau Sampireun di Garut, dimana lokasinya jauh dari pusat keramaian tetapi banyak didatangi orang. Di Banjar sendiri hal seperti itu bisa diciptakan. Sebab, kalau melihat dari view-nya kawasan Situ Leutik sangat berpotensi untuk kembangkan menjadi tempat tujuan pariwisata.
Cuma kalau semua dibangun oleh APBD Kota, kata David, memang kurang tepat. Untuk itu pihaknya menginginkan adanya investor-investor, baik lokal maupun dari luar daerah, yang tertarik dan berinvestasi membangun dan mengelola kawasan Situ Leutik.
“Sebetulnya saya juga bingung karena belum melihat ada investor masuk. Apakah memang benar pihak investor tidak ada yang tertarik. Setahu saya dari pihak Pariwisata sendiri sudah menawarkan kepada investor. Namun, sampai sejauh mana pemasarannya kita juga tidak tahu. Mungkin ada kendalanya disitu,” kata David.
David menjelaskan, perencanaan penataan kawasan Situ Leutik yang dibuat bukan untuk dibangun semuanya oleh pemerintah kota. Sebab, banyak sumber-sumber anggaran yang harus digali, bisa dari APBN, APBD Provinsi, APBD Kota, dan dari swasta.
“Siapa tahu jika pihak swasta sudah melihat site plan kawasan Situ Leutik akan tertarik. Jadi tidak selamanya yang kita rencanakan itu harus dibangun oleh kita sendiri. Kalau dibangun oleh swasta itu lebih enak, tinggal membuat MoU saja dengan pemerintah kota berapa target yang harus disetorkan ke pemerintah. Karena disitu kepemilikan asetnya pihak swasta,” ujarnya.
Sedangkan bila dibangun oleh pemerintah kota, secara otomatis menjadi asset pemerintah kota. begitu pula perawatannya oleh pemerintah kota. Kecuali diserah terimakan ke masyarakat, maka pemeliharaannya oleh masyarakat.
Tetapi, lanjut David, seandainya kawasan Situ Leutik dibangun oleh Bidang Ciptakarya DCKTLH, kemudian nantinya diambil alih oleh Bidang Pariwisata Dishubkominpar, maka tinggal dibuatkan berita acara serah terimanya.
“Kita yang membangun, Bidang Pariwisata yang mengelola sekaligus merawatnya. Contoh Graha Banjar Idaman, waktu itu dibangun oleh Ciptakarya saat masih di Dinas PU. Kemudian asetnya pindah ke DKAD. Sampai sekarang pengelolaannya oleh DKAD, itu tidak masalah karena masih lingkup pemerintah kota. Namun asetnya masih tercatat di Dinas PU,” paparnya.
Menurut David, memang berdasarkan Permendagri bahwa semua instansi boleh membangun. Hanya saja kembali lagi pada ketersediaan anggaran, sebab tidak semua instansi memiliki anggaran untuk membangun.
Tapi, karena di Bidang Ciptakarya ada keleluasaan anggaran yang bisa menembus APBD Provinsi, APBN, DAK, Banprov dan Bangub, sehingga untuk pembangunan Situ Leutik pihaknya mengarahkan ke sana. (Eva/Koran-HR)