Langkaplancar, (harapanrakyat.com)
Diatas Goa Sinjang lawang, yang berlokasi di Dusun Parinenggang, Desa Jadimulya, Kecamatan Langkaplancar, Kabupaten Pangandaran terdapat tiga buah makam keramat.
Menurut Ahro (76), sesepuh Parineggang, diatas goa terdapat makam leluhur bernama Eyang Nasmin, Embah Weduk dan Embah Dalem. Embah Dalem adalah salah seorang Bupati Sukapura.
Embah Dalem meninggal dunia saat napak tilas ke daerah Parinenggang dan meninggal dunia di dusun tersebut. Ketika Embah Dalem meninggal, papan untuk penutup mayat terbuat dari papan pohon pule. Namun papan itu tumbuh dari dalam kubur dan menjadi besar. Sayangnya, pohon itu ditebang orang.
Kemudian, Eyang Nasmin, kata Ahro. Dia adalah salah seorang santri penyebar agama islam dari Mataram, abad ke 15 masehi, saat terjadi perang Mataram. Eyang Nasmin santri saleh dan juga prajurit mataram.
“Ia tinggal di daerah Sodong, sekarang Parineggang,” katanya.
Masih menurut Ahro, tulang belulang Eyang Nasmin ditemukan leluhurnya (Ahro) di Dusun Parinenggang. Oleh leluhur Ahro tulang belulang tersebut dibawa ke pemakaman Embah Dalem dan dikuburkan disana.
Selanjutnya Embah weduk. Dia merupakan leluhur yang membuka kawasan Parineggang manjadi pemukiman. Disebut Embah Weduk karena memiliki kesaktian tidak mempan dengan senjata tajam. Beliau pun dimakamkan di tempat yang sama.
Ahro menjelaskan, di Dusun Parineggang ada pantangan (larangan). Pantangan tersebut adalah di daerah sekitar Parinenggang tidak boleh mementaskan Ronggeng gunung. Dan jika larangan itu dilanggar, pasti ada kejadian yang tidak diinginkan. Maka hingga sekarang warga Parinenggang jika ada hajatan tidak pernah mementaskan Ronggeng.
Larangan lain adalah jika dalam hajatan kemudian membuat panggung, panggung yang dibuat tidak boleh membelakangi makam keramat. Yang boleh digelar dalam hajatan adalah Wayang atau Rudat, calung dan lain-lain asalkan jangan ronggeng. Tentang larangan inipun warga setempat taat dengan aturan tersebut.
Suryana (48), warga, mengungkapkan, pernah ada warga Parinenggang memaksa untuk menggelar ronggeng dalam hajatan. Timbul kejadian aneh, semua gamelan (alat musik) tidak berbunyi saat pagelaran dimulai. Kemudian datang hujan disertai angin kencang, hingga tenda hajatan pun brantakan diterjang angin. (Askar/R4/HR-Online)