Photo ilustrasi
Banjar, (harapanrakyat.com),-
Masyarakat Kota Banjar, khususnya yang memiliki resiko tinggi ataupun rendah, dihimbau supaya mau melakukan tes HIV atau VCT (Voluntary Counseling Test), untuk mengetahui sejak dini status kesehatannya.
Hal itu dikatakan Pengelola Program Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Banjar, Rudi Ilham, S.Pd., terkait dengan adanya seorang warga Banjar yang meninggal akibat AIDS, beberapa waktu lalu.
“Warga Banjar yang meninggal beberapa waktu lalu itu akibat dia telah masuk pada fase AIDS, dan baru terdeteksi saat melakukan cuci darah di RSU Banjar. Itu artinya dia sudah lama mengidap HIV-AIDS, tapi tidak terdeteksi karena sebelumnya tidak pernah melakukan VCT,” terang Rudi, kepada HR, Senin (11/08/2014).
Oleh karena itu, lanjutnya, masyarakat harus mempunyai kesadaran untuk melakukan tes HIV guna mencegah apabila ada yang terinfeksi oleh virus yang menyerang kekebalan tubuh itu. Sehingga, jika sudah diketahui terinfeksi HIV, maka bisa langsung ditangani supaya tidak sampai masuk pada fase AIDS.
Rudi juga mengatakan, sekarang ini jumlah pengidap HIV di Kota Banjar semakin bertambah. Itu membuktikan bahwa masyarakat Banjar sudah mulai paham tentang P2HIV-AIDS (Penanggulangan dan Pencegahan HIV-AIDS), serta mulai menyadari akan pentingnya pemeriksaan dan tes HIV.
“Coba bayangkan, seandainya kesadaran masyarakat mengenai P2HIV-AIDS di Kota Banjar rendah, mungkin angka kasus kematian akibat AIDS sangat tinggi.
Dengan demikian, pihaknya menghimbau kepada masyarakat supaya jangan takut untuk melakukan tes HIV, karena virus tersebut bisa menyerang pada siapa saja. “Mari kita saling memberi pemahaman kepada masyarakat tentang P2HIV-AIDS agar di Banjar tidak ada lagi kematian akibat AIDS, dan tidak ada lagi infeksi baru,” harap Rudi.
Sementara di tempat terpisah, Community Organizer (CO) LSM Viaduct, Iwan Hendra, mengatakan, hingga saat ini pihaknya terus gencar memberikan pemahaman tentang P2HIV-AIDS di masyarakat, dengan melibatkan Kader PIKM (Pos Informasi Kesehatan Masyarakat) yang telah terbentuk hampir di setiap desa/kelurahan, serta peran WPA (Warga Peduli AIDS) di setiap kecamatan.
“PIKM merupakan sebuah sarana bagi seluruh masyarakat dalam memberikan kontribusi terhadap permasalahan HIV-AIDS di wilayahnya. PIKM sendiri dikelola secara swadaya dan sukarela oleh kader masyarakat maupun komunitas yang sebelumnya telah terpapar informasi serta memiliki keterampilan menangani kasus HIV-AIDS, yakni melalui pengorganisasian LSM,” tutur Iwan.
Lanjunya, kualitas kader yang mengelola PIKM sangat tergantung kepada seberapa besar muatan LSM dalam melakukan pengorganisasian, maupun penguatan terhadap kader-kader tersebut.
Dengan demikian, peran CO tidak hanya pengorganisasian kelompok di masyarakat, namun membantu pula menyiapkan proses yang akan dibangun dalam PIKM bersama dengan kader, sesuai kebutuhan di masing-masing wilayah.
“Keterlibatan kader masyarakat diharapkan mampu menciptakan sebuah budaya baru dalam melakukan upaya P2HIV-AIDS. Sehingga, masyarakat memiliki pengetahuan, sikap dan pendirian yang sama dalam memahami HIV-AIDS sebagai bagian dari masalah sosial,” kata Iwan. (Eva/Koran-HR)