Kampus SMP Negeri 7 Banjar. Foto: Dokumentasi HR
Banjar, (harapanrakyat.com),-
Tindak kekerasan seorang guru terhadap muridnya merupakan permasalahan yang masih kerap terjadi di dunia pendidikan. Seharusnya, jika ada suatu permasalahan di sekolah, seorang guru bisa menyelesaikannya dengan kepala dingin dan sabar, bukan dengan cara kekerasan yang mengatasnamakan pendidikan.
Seperti yang terjadi pada hari Sabtu (15/11/2014), di SMP Negeri 7 Kota Banjar. Hanya gara-gara makan kwaci di dalam kelas, seorang murid kelas 9 dipukul bagian kepalanya oleh seorang oknum guru hingga mengalami pusing-pusing.
Tidak hanya itu, baju sang murid dijambak lalu diangkat, seolah-olah oknum guru tersebut berlagak layaknya jagoan yang tengah bertarung dengan seorang preman.
Dampak dari peristiwa kekerasan itu tentu mengakibatkan rasa sakit dan trauma psikologis, sehingga dapat berpengaruh terhadap kepribadian si anak. Padahal sudah jelas tertera dalam Undang Undang RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan, yaitu Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar, sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Aksi kekerasan yang dilakukan oleh oknum guru terhadap muridnya itu banyak disesalkan berbagai pihak. Ade Komara (35), orang tua Sondi Prilian, siswa kelas 9E, yang diduga digampar oleh gurunya berinisial Ded, ketika memakan cemilan kwaci di dalam kelas, mengatakan, sosok pendidik seharusnya memberikan pendidikan positif kepada muridnya, bukan malah melakukan tindakan kekerasan.
“Seorang guru memang sebagai pengajar dan pendidik di sekolah, tapi jangan seenaknya menggampari anak orang, walaupun itu muridnya sendiri,” kata Ade, kepada HR, Sabtu (15/11/2014).
Kemudian, pada hari Senin (17/11/2014), Ade Komara didampingi salah seorang keluarganya mendatangi sekolah. Keduanya diterima di ruangan kepala sekolah. Namun sayang, pertemuan tersebut sangat tertutup. Bahkan, saat wartawan hendak meliput, para awak media ini tidak diperbolehkan masuk.
Pada saat itu para awak media sempat terlibat adu mulut dengan pihak sekolah yang melarang wartawan untuk meliput. Kericuhan pun sempat terjadi ketika salah satu wartawan dari media online disebut sebagai wartawan uka-uka oleh pihak sekolah.
Akhirnya, kericuhan mereda setelah Anggota DPRD Kota Banjar, Anwar Karim, melerai wartawan dan guru yang terlibat adu mulut, dan wartawan pun diperbolehkan untuk meliput. “Sudahlah, kita jaga emosi masing-masing,” kata Anwar.
Setelah melalui mediasi, pihak keluarga korban dan guru yang diduga telah melakukan kekerasan, akhirnya islah. Pihak sekolah meminta maaf kepada keluarga korban. “Kami sudah islah dan sudah saling memaafkan,” kata Ade Komara.
Sementara dari pihak sekolah, Sugiarti (41), salah seorang guru, mengatakan, kejadian tersebut diambil hikmahnya. Terlebih kelas 9 sebentar lagi akan menghadapi ujian. “Saya tidak mengetahui adanya kejadian pemukulan. Namun, dari kejadian ini kita ambil hikmahnya,” ujar Sugiarti. (Hermanto/Liputan Khusus Koran HR Edisi 19 November 2014)
Berita Terkait:
Makan Kwaci di Kelas, Siswa SMP N 7 Banjar Digampar Guru
Diwarnai Kericuhan, Islah SMP N 7 Banjar & Orang Tua Korban Penamparan Guru