Photo Ilustrasi
Karen M. Hicks, PhD, profesor di Universitas Lehigh, Betlehem, yang juga anggota pendiri Konsorsium Seksualitas dan Aging, menyarankan agar kaum wanita yang memiliki masalah dengan seksual (disfungsi seksual) untuk menjalani terapi pengobatan ketimbang mengkonsumsi obat-obatan sejenis pil kuat.
Menurut Karen, selama ini persoalan penyakit dorongan seks sudah terlanjur dibatasi oleh komunitas medis. Dia juga mengakui sebagian wanita mempercayai mengkonsumi pil kuat merupakan jalan keluar untuk mengatasi masalah disfungsi seksual.
Pada kesempatan itu, Karen juga tidak memungkiri, sebagian ahli menyetujui bahwa sejumlah wanita mendapatkan kesembuhan seksual ketika mereka mengkonsumsi pil kuat. Tapi, dia tidak yakin berapa banyak perempuan yang benar-benar sembuh dengan metode pengobatan tersebut.
“Faktanya, jika ada obat seperti itu di pasaran, bukan berarti menjadi satu ukuran. Dan belum tentu cocok untuk semua, sepertihalnya obat kuat Viagra untuk pria untuk mengatasi masalah disfungsi ereksi,” ucapnya.
Lebih lanjut, Karen mengungkapkan, sekitar 20 juta orang di seluruh dunia bergantung pada obat kuat untuk meningkatkan kehidupan seks mereka. Namun sejumlah wanita bertanya-tanya, kenapa obat seperti itu belum mampu mengatasi masalah yang dihadapi oleh kaum perempuan.
Karen menambahkan, beberapa kalangan wanita memang menghadapi masalah disfungsi seksual. Para ahli menyatakan, menurunnya keinginan untuk melakukan seks pada kalangan wanita itu menyerupai masalah disfungsi seksual yang dialami laki-laki.
“Namun beberapa ahli keberatan soal medikalisasi disfungsi seksual perempuan. Menurut mereka ada potensi overdiagnose wanita dengan gangguan hypoactive hasrat seksual (HSDD) atau suatu kondisi yang ditandai dengan hasrat seksual yang rendah. Di titik itu, mereka mengalami penderitaan,” imbuhnya. (R4/HR-Online)