Ilustrasi Tanah Bengkok. Foto: Ist/Net
Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),-
Ketua DPRD Ciamis, H. Asep Roni, menegaskan, meski kebijakan tentang penarikan penghasilan tanah bengkok yang harus dimasukan ke APBDes (Anggaran Pendapatan Belanja Desa) sebagaimana diatur dalam Permendagri 113 tahun 2015 masih menuai perdebatan, namun mau tidak mau pemerintah desa harus mematuhinya. Sebab, apabila aturan itu tidak dipatuhi, bisa berdampak hukum di kemudian hari bagi aparat desa.
Menurut Asep, jika dikaji lebih dalam, memang aturan tentang penarikan penghasilan tanah bengkok yang diatur dalan Permendagri nomor 113 tahun 2015 sangat bertentangan dengan Undang-undang (UU) nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Karena, dalam UU Desa justru disebutkan bahwa tanah bengkok masuk ke dalam hak asal usul desa yang sudah menjadi tradisi dan dilarang untuk dihapuskan. [Baca juga: Tanah Bengkok Ditarik, Aparat Desa di Ciamis ‘Keukeuh’ Menolak]
“Memang Permendagri itu bertentangan dengan UU Desa. Tetapi, apabila perintah yang diatur dalam Permendagri diabaikan, berisiko juga nantinya bagi aparat desa,” ujarnya, kepada HR, pekan lalu.
Solusinya, lanjut Asep, aparat desa atau melalui organisasi perangkat desa dan kepala desa mengajukan peninjauan kembali (judicial review) atas terbitnya Permendagri tersebut ke Mahkamah Agung (MA). Dengan alasan, kata dia, bahwa Permendagri itu sudah melanggar perundang-undangan yang di atasnya.
“Tetapi, apabila MA belum menganulir Permendagri tersebut, berarti aturan itu masih berlaku dan wajib dijalankan. Apabila tidak dijalankan, tidak menutup kemungkinan di kemudian hari ada pihak yang menggugat atau melaporkan aparat desa ke aparat penegak hukum,” tegasnya.
Namun demikian, lanjut Asep, sebelum Permendagri tersebut dianulir, pihaknya menghimbau kepada seluruh aparat desa di Kabupaten Ciamis untuk mematuhi aturan tersebut.
“Karena saya khawatir kasus ini seperti kasus PP 110 tahun 2000 yang banyak menyeret Anggota DPRD di Indonesia harus berurusan dengan hukum. Sebab, kasusnya hampir mirip, dimana PP 110 pun banyak dilanggar oleh Anggota DPRD karena aturan itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya,” terangnya.
Asep mengaku pihaknya mendukung aspirasi kepala desa di Kabupaten Ciamis yang menolak diberlakukannya aturan penarikan penghasilan tanah bengkok. “ Saya dari jauh-jauh hari sudah menyatakan menolak penghasilan tanah bengkok ditarik ke APBDes,” katanya.
Alasannya, lanjut Asep, tanah bengkok sudah menjadi tradisi desa yang sudah berlaku secara turun temurun dari sejak jaman dulu. Sementara terkait aparat desa sudah diberi penghasilan tetap dari pemerintah, dia mengatakan, tidak bisa dijadikan dasar untuk menarik tanah bengkok.
“Penghasilan tetap yang diberikan pemerintah ke aparat desa itu sebagai perangsang agar kinerja mereka meningkat. Karena pemberian penghasilan itu pun beralasan, menyusul aparat desa diberi beban tambahan harus mengurus bantuan desa yang nominalnya sangat besar,” katanya. (Bgj/Koran-HR)