Jalan setapak yang memanfaatkan dasar sungai untuk melintas ke Dusun Muaratiga dan Dusun Cicurug, Desa Sukahurip, Kabupaten Pangandaran. Namun, apabila musim hujan, jalan setapak ini tak bisa dilintasi karena tertutup derasnya air sungai. Foto: Subagja Hamara/HR
Berita Pangandaran, (harapanrakyat.com),-
Hanya karena dipisahkan oleh sungai dan tidak terdapat jembatan penghubung, membuat Dusun Muaratiga dan Dusun Cicurug, Desa Sukahurip, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, menjadi kampung terisolir. Kondisi ini sudah terjadi selama puluhan tahun. Namun, karena mayoritas warga disana petani penggarap lahan Perhutani, kondisi ini ternyata tidak menjadi kendala bagi mereka.
Jalan alternatif menuju kedua kampung itu memang ada. Namun, harus melingkar dan masuk dari daerah Gerendel Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Pangandaran. Kalau dari Kantor Desa Sukahurip, harus menempuh waktu selama 2 jam lebih menuju Dusun Muaratiga dan Dusun Cicurug dengan menggunakan akses jalan via daerah Gerendel tersebut.
Tak hanya jaraknya jauh, jalan rusak dan berkelok pun menjadi hambatan apabila menempuh perjalanan menggunakan akses jalan via daerah Gerendel. Namun begitu, tak ada akses jalan lain. Apalagi di saat musim penghujun. Jalur kompas yang melewati sungai tak bisa dilalui. Karena tertutup oleh air sungai yang deras.
Kepala Desa Sukahirup, Kecamatan Pangandaran, Sukirno, mengeluhkan kondisi tersebut. Dia mengaku selama dirinya menjabat kepala desa, hampir setiap tahun mengajukan proposal ke pemerintahan daerah setempat untuk meminta dibangun jembatan penghubung.
“Dari sejak Pangandaran masih bergabung dengan Ciamis, saya sudah mencoba mengajukan proposal pembangunan jembatan. Begitupun ketika Pangandaran sudah menjadi DOB, saya ajukan lagi ke Pemkab Pangandaran,” katanya, kepada Koran HR, belum lama ini.
Namun, kata Sukirno, ajuan proposal itu tak pernah direspon. Padahal, menurutnya, dirinya sempat memberitahukan kepada pejabat berwenang mengenai kondisi masyarakat dua kampung itu yang benar-benar terisolir.
“Bayangkan saja, di saat musim hujan seperti sekarang, masyarakat kesulitan kalau membutuhkan pelayanan ke kantor desa. Karena jalan setepak yang memanfaatkan dasar sungai, saat musim hujan tertutup air sungai. Akibatnya, mereka harus melingkar ke daerah Gerendel Kalipucang dengan menghabiskan waktu selama 2 jam lebih,” ujarnya.
Menurut Sukirno, apabila menggunakan sepeda motor dari kantor desanya, malah lebih deket ke Kota Ciamis ketimbang ke daerah Dusun Muaratiga dan Dusun Cicurug. “Kalau ke Ciamis bisa kurang dari 2 jam,” katanya. Kondisi itu, menurutnya, sangat ironis. Jarak tempuh antar desa saja harus memakan waktu berjam-jam. “Kalau sudah dibangun jembatan permanen, warga di dua kampung itu tidak perlu lagi menggunakan jalan via Gerendel,” imbuhnya.
Sukirno menjelaskan, dari sekitar 400 kepala keluarga (KK) di dua kampung tersebut, mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani penggarap lahan Perhutani. “Hampir 70 persen di dua kampung itu masyarakatnya pra sejahtera. Karena mereka hanya bekerja sebagai petani penggarap. Warga disana yang menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) hanya satu orang. Itupun menjadi guru SD di daerah tersebut,” terangnya.
Kondisi yang memprihatinkan lagi, kata Sukirno, yakni anak-anak di dua kampung itu yang harus memilih bersekolah ke SMP yang berada di Kecamatan Kalipucang. Karena, tambah dia, meskipun jaraknya jauh, bersekolah ke SMP yang berada di Kalipucang tidak terpengaruh oleh kondisi air sungai.
“Kalau ke SMP yang ada di Kecamatan Pangandaran, mereka hanya bisa sekolah di saat musim kemarau saja. Karena apabila musim hujan, jalan setapak yang memanfaatkan dasar sungai tidak bisa dilalui karena air sungainya deras,” katanya.
Pada setiap harinya, kata Sukirno, anak-anak yang bersekolah ke SMP di Kecamatan Kalipucang harus berangkat dari rumahnya sekitar pukul 5 pagi. Mereka berjalan kaki menyusuri hutan Perhutani untuk mempersingkat waktu menuju ke sekolahnya. “Kalau mereka berangkat pukul 6 pagi, pasti kesiangan datang ke sekolah. Bayangkan saja, kondisi seperti ini masih terjadi di kampung kami,” tegasnya.
Sukirno mendesak Pemkab Pangandaran agar memprioritaskan pembangunan jembatan untuk menghubungkan akses jalan menuju kedua kampung tersebut. Menurutnya, dari perhitungan pihaknya, untuk membangunan jembatan di bentangan sungai sekitar 47 meter itu, dibutuhkan anggaran sebesar Rp. 900 juta.
“Untuk membangun jembatan ini, harus menggunakan anggaran APBD kabupaten atau APBD Provinisi. Karena dana bantuan desa tidak sanggup membiayai pembangunan jembatan tersebut,” katanya.
Sementara itu, Camat Pangandaran, Yayat Kiswayat, mengaku sudah mengusulkan pembangunan jembatan tersebut dalam Musrenbang Kecamatan tahun 2015. Namun, kata dia, pihaknya hanya sebatas mengusulkan. Apakah usulan itu direspon atau tidak, menurutnya, merupakan kewenangan dinas terkait.
“Kalau dalam Musrenbang Kecamatan, pembangunan jembatan itu sudah dimasukan kedalam program prioritas. Mudah-mudahan bisa tercover dalam APBD tahun 2016 ini,” katanya, kepada Koran HR, belum lama ini.
Yayat pun mengaku sudah melakukan kunjungan ke kampung tersebut. Menurutnya, selain terisolir, di dua kampung itu pun sangat minim pembangunan. “Seluruh akses jalan rusak. Bahkan, masih banyak jalan yang belum diaspal atau masih beralas tanah. Apalagi kalau di saat musim hujan, membuat kondisi jalannya licin dan harus ekstra hati-hati apabila melintas ke daerah tersebut,” katanya.
Yayat mengatakan, saking daerah itu terisolir, banyak warga disana yang belum memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk). Warga disana mengaku males pergi ke kantor desa dan kecamatan karena jarak tempuhnya jauh. “ Mereka pun bilang tidak butuh KTP. Karena mereka tidak pernah pergi keluar kampung. Karena warga disana mayoritas petani penggarap,” ujarnya.
Melihat kondisi tersebut, kata Yayat, pihaknya kemudian berinisiatif jemput bola melakukan perekaman KTP yang dilakukan di Aula Balai Dusun Muaratiga. “ Warga dari Dusun Muaratiga dan Cicurug yang belum memiliki KTP seluruhnya kami data dan diminta datang ke Balai Kampung. Alhamdulilah, kami bisa menjaring sekitar 140 warga untuk dilakukan perekaman KTP,” pungkasnya. (Bgj/Koran-HR)