Uun (59), bersama anak dan cucunya, tinggal di rumah yang sudah tidak layak huni di Dusun Rancakole, RT.6/2, Desa Mulyasari, Kecamatan Pataruman, Kota Banjar. Photo: Hermanto/HR
Berita Banjar, (harapanrakyat.com),-
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan dan kesehatan. Kota Banjar merupakan kota kecil yang berada di ujung Timur Provinsi Jawa Barat, sekaligus menjadi pintu gerbang dari arah Selatan Jawa Tengah. Kota yang berdiri sejak 12 tahun lalu, kini terus berkembang. Berbagai penghargaan dari tingkat provinsi maupun nasional, berhasil diraih.
Namun, di tengah kemajuan serta pesatnya pembangunan insfratruktur di Kota Banjar, ternyata masih ada sejumlah potret kemiskinan di masyarakatnya. Seperti halnya Uun (59), salah seorang warga Dusun Rancakole, RT.6/2, Desa Mulyasari, Kecamatan Pataruman.
Uun mengaku bahwa keluarganya hidup serba kekurangan. Ibu paruh baya ini tinggal bersama tujuh orang anggota keluarganya di rumah yang sangat sederhana, yakni suaminya Haliman (65), tiga anak orang dan tiga orang cucunya.
“Jangankan untuk membangun rumah, untuk makan sehari-hari saja kami susah,” tuturnya, kepada HR, saat ditemui di rumahnya, Selasa (29/12/2015).
Dia juga mengeluhkan tentang kondisi kesehatan suaminya yang akhir-akhir ini sering sakit-sakitan. Atas kondisi tersebut, maka dalam lima tahun terakhir ini Uun harus mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, yakni dengan bekerja menjadi buruh cuci di rumah tetangganya.
Meskipun keadaannya seperti itu, namun Uun tidak pernah putus asa dalam menjalani kehidupan bersama keluarganya. Setiap selesai sholat lima waktu, dirinya selalu berdo’a, meminta kepada Yang Maha Kuasa supaya anak dan cucunya kelak dapat hidup layak.
“Semoga anak dan cucu saya di masa depan mendapatkan kehidupan yang layak, jangan sampai mengalami kesulitan seperti ini lagi,” harap Uun, dengan berlinang air mata.
Menanggapi masih adanya warga miskin di Kota Banjar, Wakil Ketua KNPI Banjar, Wahidan, mengaku dirinya merasa sangat miris. Pasalnya, di tengah pesatnya pembangunan, ternyata masih banyak ketimpangan ekonomi warga, sehingga kemiskinan di Kota Banjar masih dinilai cukup tinggi.
“Kemiskinan itu persoalan yang sangat kompleks dan seharusnya menjadi prioritas pemerintah. Pemerintah membuat perencanaan strategis dengan cara meningkatkan sumber daya manusia yang handal, berdaya saing tinggi, menciptakan lapangan pekerjaan, dan penguatan UMKM,” katanya.
Karena, lanjut Wahidan, dalam UUD 1945 pasal 34 ayat 1 dijelaskan, bahwa fakir miskin dipelihara oleh negara. Itu artinya pemerintah wajib melaksanakan amanat tersebut. Intinya, kemiskinan menjadi tanggung jawab negara.
Pendapat serupa juga dikatakan Ketua PMII Kota Banjar, Ahmad Muhafid. Menurutnya, meski Kota Banjar kerap mendapat penghargaan dari provinsi maupun nasional, namun pemerintah kota pun harus melihat kondisi warga yang sebenarnya.
Hal ini terbukti, warga miskin di Kota Banjar hidupnya berpindah-pindah karena tidak mempunyai tanah maupun rumah. “Pemerintah perlu melakukan gebrakan memfasilitasi mereka dengan pemberian tanah hak guna pakai, selanjutnya mereka dilatih mendapatkan keterampilan supaya mereka dapat keluar dari jeratan kemiskinan,” tandas Muhafid.
Mungkin Uun adalah adalah salah satu warga miskin di Kota Banjar yang masih merasakan betapa susahnya mencari sesuap makan. Bila menelisik lebih jauh mengenai kemiskinan di kota ini, masih banyak Uun-Uun lain yang mengalami hal serupa. (Hermanto/Koran-HR)