Sekjen Serikat Petani Pasundan (SPP), Agustiana
Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),-
Sekjen Serikat Petani Pasundan (SPP), Agustiana, menegaskan, sudah selayaknya pemerintah memberikan sertifikat tanah melalui program redistribusi tanah (Redis) reforma agraria kepada petani. Pasalnya, hal itu merupakan amanat dari Undang-undang Dasar (UUD) 45. Menurutnya, program ini merupakan pelaksanaan dari pasal 33 UUD 45.
“Perlu diketahui bahwa tanah Negara itu bukan tanah milik pemerintah. Tanah Negara adalah tanah yang belum tercatat hak kepemilikannya. Dan yang memiliki hak atas tanah Negara menurut konstitusi adalah rakyat. Pemerintah hanya sebagai pengelola saja,” kata Agustiana, kepada awak media, usai acara penyerahan sertifikat program redis reforma agraria yang dilakukan secara simbolis kepada para petani di Kabupaten Ciamis dan Pangandaran, di Alun-Alun Ciamis, Selasa (24/5/2016).
Karena itu, lanjut dia, semua pihak perlu mencermati pasal-pasal yang terkandung dalam konstitusi UUD 45 dengan baik. “Makanya, kami dorong program redis ini agar pemerintah konsekuen dalam menjalankan konstitusi,” tegasnya.
Menurut Agustiana, pejabat Negara di Indonesia saat ini masih banyak yang menyalahartikan definisi tanah Negara. Makanya, kata dia, tidak sedikit pemerintah daerah dengan kekuasannya melakukan penggusuran rumah warga yang menempati tanah Negara. Pejabat itu melakukan tindakan tersebut, kata dia, karena menafsirkan bahwa tanah Negara adalah tanah milik pemerintah.
“Seharusnya ada solusi yang baik agar mereka sebagai rakyat mendapat perhatian dari pemerintahnya. Artinya, mereka sebagai mahluk ciptaan Tuhan memiliki hak hidup. Dan selayaknya pemerintah membantu. Bukannya hanya melakukan penggusuran, tetapi harus juga memberikan relokasi. Dan itu belum dipahami oleh sebagian besar pejabat di negari ini,” ungkapnya.
Agustiana juga mengungkapkan, program redis ini merupakan penyeimbang program percepatan infrastruktur yang digulirkan pemerintah Presiden Jokowi. Menurutnya, pemerintah saat ini tengah mengencarkan pembangunan infrastruktur di seluruh wilayah di Indonesia.
“Dari percepatan program pembangunan sering kali terjadi penggusuran tanah yang rentan berdampak sosial. Jadi, kalau aspek sosialnya tidak diperhatikan, maka sangat riskan timbul kesenjangan. Di Negara maju seperti Jepang, Cina, Korea dan Amerika yang paling utama diperhatikan adalah seberapa besar rakyatnya menguasai tanah. Kalau sudah dipastikan sebagian besar rakyatnya memiliki tanah, baru pembangunan berjalan,” katanya.
Agustiana juga mengharapkan pembagian tanah melalui program redis harus digunakan dengan baik oleh petani. Jangan sampai, kata dia, tanah tersebut oleh petani malah dijual atau digadaikan kepada orang lain.
“Kami tidak berharap program ini melenceng dari tujuannya. Kalau tanah ini dijual atau digadai, berarti program ini dalam prakteknya malah menumbuhkan penyakit konsumtif di lingkungan petani. Itu sangat tidak kami harapkan. Kalau tanah ini dijual, sesuai mekanisme, maka akan diambil kembali oleh negara,” tegasnya.
Menurut Agustiana, program redis juga sebagai salah satu solusi dalam pengentasan kemiskinan. Dia mengatakan untuk mengurangi angka kemiskinan, salah satu solusi yang tepat adalah Negara memberikan tanah untuk lahan pertanian rakyat.
“Dengan memberikan tanah, maka akan menciptakan rakyat miskin menjadi mandiri serta bisa mengubah nasibnya. Kalau rakyat miskin tidak diberi hak mengelola tanah, maka sama halnya Negara memiskinkan mereka. Dan apabila terus dicekoki dengan bantuan jaringan kemiskinan, sama halnya juga Negara semakin memiskinkan rakyatnya. Karena program itu hanya akan membuat mereka ketergantungan,” tegasnya. (Bgj/es/Koran-HR)
Berita Terkait
Ini Alasan Menteri Agraria Berikan Tanah untuk Petani Ciamis dan Pangandaran
Di Ciamis, Ferry Mursyidan Nyatakan Belum Siap Dinobatkan ‘Pahlawan Agraria’
Bupati Ciamis Ingatkan Petani Penerima Jangan Jual Tanah Redis
Bupati Pangandaran: Program Redis Digulirkan, Perjuangan SPP Berbuah Manis