Photo: Ilustrasi net/Ist
Berita Banjar, (harapanrakyat.com),-
Jumlah kasus perceraian di Kota Banjar cukup tinggi dari tahun ke tahun. Tercatat pada tahun 2013 terdapat 800 kasus, 2014 terdapat 1.128 kasus, tahun 2015 turun menjadi 940 kasus, dan di tahun 2016 hingga bulan Agustus tehitung 512 kasus.
Seperti dikutip dari laman Badan Peradilan Agama (Badilag), kasus perceraian di Kota Banjar didominasi oleh faktor ekonomi. Pada tahun 2015 terdapat 557 faktor ekonomi, sedangkan pada tahun 2016 hingga bulan Agustus terdapat 305 perkara. Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan faktor ketidakharmonisan yang pada tahun 2015 mencapai 285 perkara, dan tahun 2016 mencapai 131 perkara.
Menanggapi hal itu, aktivis PMII Kota Banjar, Khoerom Munasir, menilai, angka kasus perceraian yang cukup tinggi bagi sebuah kota kecil ini menjadi keprihatinan tersendiri ketika melihat faktor ekonomi yang mendominasinya. Pasalnya, jumlah sebanyak itu menunjukkan bahwa pemerintah masih perlu terobosan baru dalam menanggulangi faktor ekonomi.
“Angkanya cukup fantastis, walaupun tidak sebanyak di daerah lain, tapi bisa dibilang pelaku pernikahan yang kandas akibat ekonomi akan menjadi problem tersendiri bagi pemerintah Kota Banjar, yakni ketimpangan sosial semakin tinggi,” ujarnya, kepada Koran HR, Selasa (06/09/2016) lalu.
Menurutnya, solusi yang tepat guna mengurangi angka perceraian, Pemkot Banjar harus menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup bagi warganya. Sebab, sampai saat ini budaya urbanisasi masih menjadi pilihan warga Kota Banjar.
Dia juga mengatakan, rata-rata warga desa masih memilih kota besar sebagai tempat mencari pekerjaan di banding Kota Banjar yang masih sedikit lapangan pekerjaanya. Inilah yang perlu didorong oleh pemkot melalui program-program yang lebih berpihak kepada masyarakat.
Ketimpangan sosial akibat perceraian juga membuat segelintir orang mengalami frustasi karena gagal membina rumah tangga. Sehingga, mereka mencari jalan pintas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-harinya.
Selain itu, bila melihat data angka dari segi usia pelaporan perkara di Pengadilan Agama Kota Banjar, pada tahun 2016 angka terlapor usia 20 tahun mencapai 102 orang, terlapor usia 21-30 tahun sebanyak 134 orang, dan pelapor mencapai 161 orang. Sedangkan umur 31-40 adalah yang tertinggi, yakni pelapor 173 dan terlapor 154 orang.
“Jangan sampai angka tersebut didominasi oleh kasus perceraian yang penyebabnya ekonomi. Saya khawatir Kota Banjar menjadi terkenal karena mencetak janda hingga 20 orang tiap bulannya. Syukur kalau janda produktif, kalau tidak kan repot urusannya,” tandas Munasir. (Muhafid/Koran HR)