Puluhan sak ukuran 25 kilogram gula halus bertuliskan “Love Sweet Cristaline Fruktose” terlihat menumpuk di gudang penyimpanannya milik Wawan, salah seorang pengrajin gula merah di Langensari, Kota Banjar. Photo: Nanang Supendi/HR
Berita Banjar, (harapanrakyat.com),-
Dinas Kesehatan Kota Banjar, menyikapi beredarnya bahan-bahan campuran yang digunakan masyarakat dalam mengolah sejumlah makanan. Seperti halnya produksi gula cetak menggunakan campuran antara gula kelapa dengan gula rafinasi, bahkan gula kelapa dicampur bersama gula rafinasi beserta fruktosa (gula buah, gula lebih manis dari rafinasi).
Kepala Seksi Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinkes Kota Banjar, Rusyono, mengatakan, penggunaan bahan makanan tambahan seperti rafinasi maupun fruktosa pada makanan akan berdampak buruk jika penggunaan serta campurannya berlebihan.
“Kadar bahan makanan tambahan jika dicampurkan harus sesuai takaran. Bila berlebihan akan menjadi penyakit, seperti halnya kita makan secara berlebihan, tentu berdampak buruk bagi tubuh,” jelasnya, kepada Koran HR, Selasa (20/09/2016).
Dia menyebutkan, bahwa gula kelapa yang dalam prosesnya dicampur dengan rafinasi maupun fruktosa, bukanlah gula kelapa seperti yang diketahui masyarakat, melainkan itu adalah gula cetak.
“Saya pernah survey langsung, ternyata gula cetak terdiri dari 70 persen rafinasi dan 30 persen gula kelapa, malah ini ada tambahan fruktosa,” terangnya.
Untuk menanggulangi hal tersebut, pihaknya berusaha melakukan langkah penyadaran kepada pengusaha yang berkeinginan serius dalam usahanya. Pasalnya, hasil produksinya banyak yang luput dari pengawasan pihak Dinkes karena tidak adanya kerjasama yang baik.
Meski begitu, gula cetak tidak bahaya, begitu pula yang menggunakan fruktosa. Tapi syaratnya harus sesuai prosedur. “Kami berusaha melakukan pelatihan agar industry rumah tangga paham tata cara pengolahan yang benar. Namun memang masih ada saja yang enggan,” kata Rusyono. (Muhafid/Koran HR)