Ilustrasi Petani. Foto: Ist/Net
Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),-
Para petani yang memiliki sawah dan ladang di Blok Cikempeng dan Sadahayu, Desa Sindangsari, Kecamatan Kawali, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat, bertahun-tahun mendambakan adanya Jalan Usaha Tani (JUT).
Pasalnya, saat musim panen petani selalu terkendala dengan akses jalan. Menurut petani, akibat ketiadaan jalan usaha tani, biaya angkut hasil produksi menjadi melambung tinggi.
Uun, salah seorang petani asal RT 20 RW 09, Dusun Babakan, Desa Sindangsari, ketika ditemui Koran HR, pekan lalu, mengatakan, saat musim panen tiba para petani selalu terkendala dengan akses jalan yang tidak memadai.
Menurut Uun, para petani harus bersusah payah melalui jalan setapak. Begitu juga sebaliknya saat bercocok tanam. Membuat proses produksi maupun distribusi hasil pertanian terlambat dan waktu banyak terbuang.
Hoer (75), petani asal RT 21 RW 08, mengatakan, setiap musim panen hasil produksi dari sawahnya terpaksa harus diangkut menggunakan jasa angkut. Meski, dari tahun ke tahunnya mengalami peningkatan, tetapi tetap saja harus mempekerjakan tukang angkut.
Sebab, kata Hoer, selain kondisi jalan hanya setapak, jarak tempuh mencapai 2 kilometer. Dia menjelaskan, buruh angkut setiap karung dihargai Rp. 10.000. Sedangkan pada musim panen tahun ini naik menjadi Rp.15.000 perkarung.
“Itupun hanya sampai di pinggir jalan. Belum terhitung biaya angkut untuk sampai ke rumah,” katanya.
Lebih lanjut, Hoer menambahkan, beberapa tahun silam pemerintah desa kabarnya telah merencanakan pembangunan jalan usaha tani. Namun entah apa sebabnya meski berulang kali ganti pucuk pimpinan (Kades) belum juga terealisasi.
Salah seorang buruh angkut yang enggan disebutkan namanya, mengatakan, mahalnya harga angkut yang harus dikeluarkan para petani tergantung pada jarak tempuh. Sebab, dengan akses jalan yang hanya menggunakan pematang sawah dan jarak mencapai 2 kilometer, wajar bila para petani harus merogoh uang saku untuk membayar upah angkut Rp.15.000 perkarung.
Didi (55) petani lainnya, mengatakan, dia tidak pernah lagi menyuruh tukang angkut untuk membawa hasil panen. Sebab dengan upah Rp.15.000 perkarung justru tidak akan sesuai dengan hasil produksi.
Kaur Ekbang Desa Sindangsari, Didin, membenarkan tentang ketiadaan akses jalan usaha tani. Menurut dia, Pemerintah Desa Sindangsari sebetulnya sudah merencanakan pembangunan jalan tersebut.
Hanya saja, kata Didin, selain terkendala biaya, sebagian pemilik tanah menolak rencana tersebut. Meski demikian, usulan para petani untuk pembangunan jalan usaha tani akan dibahas kembali dalam kegiatan minggon desa. (dji/Koran-HR)