Berita Banjar, (harapanrakyat.com),- Maraknya kasus kejahatan seksual terhadap anak di wilayah Kota Banjar yang terjadi akhir-akhir ini, menjadi perhatian DPD Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Kota Banjar. Guna membahas permasalahan tersebut, HTI bekerjasama dengan Polresta Banjar, menggelar diskusi dalam agenda rutin Halqoh Islam dan Peradaban (HIP), Minggu (02/10/2016), di Gedung Dakwah Islam Kota Banjar.
Dalam diskusi itu, Kasat. Reskrim Polresta Banjar, AKP. Semiyono, SH., mengungkapkan beberapa fakta kejahatan seksual di wilayah Kota Banjar, yang terjadi dalam dua bulan terakhir ini.
Kasus tersebut diantaranya pencabulan yang dilakukan oleh seorang kakek berusia sekitar 70 tahun di wilayah Kecamatan Langensari, terhadap lebih dari 40 anak laki-laki. Selanjutnya, kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh tujuh orang terhadap seorang gadis. Kemudian, selang tiga hari terjadi lagi pencabulan oleh seseorang yang mengaku-ngaku sebagai dokter.
“Atas terjadinya kasus-kasus tersebut, kami berpesan kepada para orang tua untuk mengawasi putra-putrinya, dan mengajak mengikuti kegiatan keagamaan. Sehingga, perbuatan yang mengarah pada perbuatan asusila itu akan terhindar,” tandas Semiyono.
Sementara itu, aktivis HTI Kota Banjar, Ustadz Zaenal Arifin, S.Sos.I., menjelaskan, bahwa akar masalah dari kejahatan seksual pada anak ini adalah diterapkannya sistem liberalisme oleh negara di semua bidang kehidupan, yang berdampak pada melemahnya aqidah dan ketaqwaan umat Islam.
“Syariat Islam telah memberikan solusi atas permasalahan manusia dalam setiap aspek kehidupan. Terhadap kejahatan seksual pada anak, Islam memberikan solusi tuntas sampai ke akar-akarnya, yaitu melalui penerapan aturan Islam secara kaafah, baik individu dengan meningkatkan aqidah dan ketaqwaan, masyarakat dengan menjalankan amar ma’ruf nahyi munkar, dan negara dengan menerapkan syariah,” tegasnya.
Lanjut Zaenal, ada tujuh cara Islam dalam mencegah kejahatan seksual, yaitu pertama, Islam menjaga suasana ketaqwaan dalam kehidupan, baik di tingkat individu, keluarga dan masyarakat.
Kedua, menerapkan aturan pergaulan antara laki-laki dan perempuan di masyarakat berdasarkan hukum-hukum syariah. Ketiga, menyediakan lapangan kerja yang luas agar para kepala keluarga dapat bekerja dan memberikan nafkah untuk keluarganya. Dengan jaminan seperti ini, maka para ibu tidak perlu bekerja sehingga bisa berkonsentrasi menjalankan tugas utamanya mendidik, memantau dan menjaga anak-anaknya.
Kemudian yang keempat, memelihara anak-anak terlantar seperti anak-anak jalanan yang rentan menjadi korban kejahatan seksual. Kelima, mengatur mekanisme peredaran informasi di tengah masyarakat.
Selanjutnya, keenam, menerapkan sanksi tegas bagi para penganiaya dan pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Pelaku sodomi menurut syariah Islam harus dihukum dengan cara dibunuh, dan ketujuh, merehabilitasi anak-anak korban kejahatan seksual.
“Sistem Islam akan mampu mengatasi dan mencegah terjadinya tindak kejahatan seksual, dan mekanisme tersebut hanya dapat direalisasikan dalam negara Khilafah Islamiyah, yakni negara yang akan mengaplikasikan seluruh syariat Islam dalam setiap tatanan kehidupan,” jelasnya. Zaenal menegaskan, dengan sistem tersebut, mulialah kehidupan ummat, baik muslim maupun non muslim yang hidup di bawah naungannya. (Eva/R3/HR-Online)