Lokasi penebangan di Petak 27.b kelas hutan TKL, RPH Parigi-Cigugur BKPH Cijulang, KYP Mahoni 140.216 M3, tepatnya di perbatasan Desa Campaka, atau jalur penghubung Kecamatan Langkaplancar dan Cigugur, Pangandaran. Photo: Dokumentasi HR
Berita Pangandaran, (harapanrakyat.com),-
Humas Perum Perhutani, Aan Herliaman, ketika dikonfirmasi Koran HR, terkait usulan KTNA Pangandaran, mengatakan, pada prinsipnya Perhutani setuju dengan KTNA berkaitan dengan upaya menjaga kelestarian hutan dan ekosistem lingkungan.
“Perhutani setuju soal itu. Kita semua harus menjaga kondisi lingkungan, karena lingkungan menjadi hal penting untuk masa depan dan keseimbangan alam kita,” katanya, kepada Koran HR, pekan lalu.
Aan menjelaskan, pengelolaan hutan produksi yang ada di wilayah Pangandaran sudah dilakukan sesuai dengan prosedur serta peraturan yang belaku. Menurut dia, Perhutani juga tidak pernah mengganggu status kawasan hutan perlindungan, baik yang ada di wilayah mata air, tebing dan sungai.
Lebih lanjut, Aan menuturkan, dalam hal penebangan dan reboisasi, Perhutani tidak pernah keluar dari prosedur. Menurut dia, ada aturan yang harus ditempuh oleh Perhutani, berkatian dengan penebangan, penanaman ataupun panen.
“Hal itu sudah direncanakan beberapa tahun sebelumnya. Dan untuk penjarangan, tidak sampai waktu 30 tahun, penjarangan tersebut untuk menyehatkan hutan,” katanya.
Pengelolaan hutan yang dilakukan oleh Perhutani, kata Aan, tentunya untuk keseimbangan rebosasi sosial dan lingkungan. Selain aspek produksi, Perhutani juga menganalisa kelangsungan hutan sebagai penyedia oksigen dan penahan erosi.
“Disamping efek terhadap produksi, kami juga tetap melakukan kontrol terhadap apa yang kami lakukan dan apa yang kami kelola, apakah berdampak kepada lingkungan atau tidak,” katanya.
Aan menjelaskan, saat ini Perhutani sedang melakukan pengamatan curah hujan, pengamatan tingkat nilai erosi yang diakibatkan oleh kerusakan hutan, dan kemudian station pengamatan debit air.
Setiap enam bulan sekali, Perhutani melakukan laporan, baik itu di tingkat daerah maupun di tingkat provinsi. Selanjutnya dari segi sosial, dalam pengelolaan hutan Perhutani mengedepankan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan.
“Mayarakat harus mengusulkan kepada Perhutani jika ingin ikut mengolah lahan. Nanti hasil tanaman itu murni untuk pendapatan masyarakat. Terbukti dalam beberapa tahun ini, Perhutani sudah memberikan sharing hasil dari penjualan kayu yang mereka jaga dari kecil sampai ditebang,” katanya.
Pada kesempatan itu, Aan menambahkan, gerakan penanaman kakao berada di luar kewenangan Perhutani. Apalagi bila dilakukan di luar kawasan hutan. Pastinya, Perhutani mengelola sebagaimana sudah ditetapkan oleh pemerintah, yakni hutan produksi.
Pengelolaan hutan produksi dan hutan lindung di pulau Jawa dan Banten sudah sesuai dengan UU No. 41 tentang kehutanan dan Peraturan Pemerintah No 72 tahun 2010 tentang pemerintahan.
“Untuk KPH Ciamis, hutan yang dikelola berada di tiga wilayah, yakni Ciamis, Banjar dan Pangandaran. Pengelolaannya sesuai dengan prosedur yang berlaku dan kaidah-kaidah untuk pengelolaan hutan produksi. Di Pangandaran, luas hutan sekitar 16 ribu hektar. Dengan kata lain, Perhutani mengelola sebanyak tujuh persen dari total luas wilayah Pangandaran,” katanya. (Tantan/Koran-HR)
Berita Terkait
KTNA Pangandaran Desak Stop Hutan Produksi
Hutan Produksi di Pangandaran Disoal SPP
Derita Warga Banjar Sekitar Hutan Produksi, Longsor dan Banjir Selalu Mengancam
Ketua HKTI Kota Banjar: Stop Hutan Produksi, Alihkan Menjadi Hutan Konservasi