Salah satu bukti kwitansi pembayaran dari Rumah Sakit Mitra Idaman (RSMI) Banjar, yang diterima DCKTLH dan bukti Surat Tanda Setoran (STS) ke Bank BJB. Photo: Nanang Supendi/HR.
Berita Banjar, (harapanrakyat.com),-
Tuduhan dugaan tindak pidana korupsi kepada Dinas Cipta Karya, Kebersihan, Tata Ruang dan Lingkungan Hidup (DCKTLH) Kota Banjar, dalam penarikan retribusi pengangkutan limbah cair Rumah Sakit Mitra Idaman (RS MI) yang tidak diserahkan sepenuhnya ke Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota Banjar, terus disuarakan sejumlah ormas dan LSM, seperti saat kembali dilakukannya demo di kantor DPRD dan Setda Kota Banjar, Senin (31/10/2016) lalu.
Menanggapi hal itu, Kabid. Kebersihan DCKTLH Kota Banjar, Dede Permana, didampingi Kasi. Sarana dan Prasarana Bidang Kebersihan, Dyah Sita Asri, dan Kepala UPTD TPA Cibeureum, Yudi Nugraha, mengatakan, sebagaimana MoU, tarif retribusi yang dibayar RS MI berdasarkan Perda No.05 Tahun 2011 Tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan dan Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus.
“Tertera dalam pasal 14 bahwa pelayanan penyedotan tinja/kakus di RS termasuk kategori komersil dengan besaran tarif retribusinya sebesar 175.000 rupiah per m3,” terang Dede, kepada Koran HR, Selasa (01/11/2016) lalu.
Retribusi tersebut dikelola DCKTLH dan menjadi bagian PAD yang rutin disetorkan ke DPPKAD. Namun, pihaknya tak menampik memang ada kalanya pembayaran dari RS MI yang diterima petugas atau pembawa mobil tinja, tidak tercatat di pembukuan.
“Intinya, alur penerimaan pembayaran dari RS MI diterima langsung operator pengangkut limbah cair, kemudian disetorkan kepada penanggungjawab yang membidanginya di DCKTLH,” ujarnya.
Selanjutnya, setelah dicatat oleh penanggungjawab kemudian diserahkan kepada pembantu bendahara penerimaan dan diteruskan kepada bendahara penerimaan, atau dalam hal ini di sekretariat kantor DCKTLH.
“Jadi, jika ada tuduhan dugaan penyelewengan atau tak sepenuhnya disetorkan ke DPPKAD, saya sendiri tidak tahu karena memang kapasitas kami hanya sebatas penerimaan yang tercatat di penanggungjawab,” ujarnya.
Dede juga menjelaskan, bahwa pengangkutan limbah cair RS MI dilakukan oleh petugas satu minggu sekali, atau sesuai pemberitahuan pihak RS tersebut. Limbah cair itu diangkut petugas ke IPLT TPA Cibeureum dengan volume rata-rata sebanyak 15 m3.
Sementara itu, Sekretaris DCKTLH Kota Banjar, Sri Sobariah, SE., ME., MM., menampik jika pihaknya dikatakan melakukan penyetoran tidak sepenuhnya ke DPPKAD atas hasil retribusi limbah cair RS MI.
“Kalau keterlambatan penyetoran, ya kita akui. Itu pun karena keterlambatan berawal ada di petugas atau operator mobil tinja di lapangan. Namun, saya pun tak menyalahkan petugas, mungkin terpakai dulu. Intinya, retribusi tersebut tidak ada yang diselewengkan oleh kami. Setelah menerima dari petugas, langsung dimasukan ke kas daerah di Bank BJB. Jadi DPPKAD hanya diberikan laporannya saja,” terangnya.
Sri juga mengatakan, penertiban administrasi menjadi perhatian pihaknya untuk dilakukan pembenahan, termasuk kepada petugas di lapangan agar tak mengulangi kelakuan tersebut. Kedepan, demi perbaikan bisa saja diarahkan supaya pihak RS MI menyetorkan pembayarannya langsung ke kantor DCKTLH.
Dalam setiap minggu, pihaknya kata Sri, rata-rata menerima retribusi dari pengolahan limbah cair RS MI sebesar Rp.2.625.000. Nilai itu diperoleh dari volume limbah cair 15 m3 dikalikan Rp.175.000.
Sri pun memperlihatkan beberapa bukti pembayaran retribusi pengolahan limbah cair dari RS MI, termasuk dengan Surat Tanda Setoran (STS) ke Bank BJB. Namun, terlihat ada lembar STS tercantum pelayanan sedot tinja dengan jumlah nilainya disatukan dari pembayaran pihak pengusaha lain. Dalam STS tersebut tercantum nilai retribusi dari masing-masing pengusaha yang diterima DCKTLH. (Nanks/Koran HR)