Di negeri kita, perjodohan mungkin sudah dianggap ketinggalan jaman oleh generasi modern seperti sekarang. Tapi di Jepang, budaya perjodohan atau disebut Omiai, masih dipegang teguh oleh kalangan orang tua. Para orang tua akan ikut andil mencari pasangan bagi anaknya yang kesulitan mendapatkan jodoh.
Omiai sendiri didefinisikan sebagai pertemuan antar keluarga yang bertujuan untuk mencarikan jodoh dan menikahkan anak mereka. Di Jepang, hampir 40 persen masyarakat menjalin hubungan melalui budaya ini.
Beberapa faktor menjadi penyebab budaya ini masih kuat bertahan. Salah satunya adalah karena umur ideal untuk wanita menikah adalah 25 tahun dan untuk pria 30 tahun. Kemudian, masyarakat memandang negatif wanita yang tidak menikah pada usia tersebut. Bahkan wanita yang telat menikah diberi julukan khusus “Chrismas Cake”. Chrismas Cake berarti tidak baik setelah tanggal 25 Desember.
Untuk melaksanakan ritual Omiai ini, setiap calon harus mendaftarkan diri melalui biro jodoh. Biro jodoh akan mengatur jadwal pertemuan setelah data diri calon dan berbagai persyaratan penting sudah diisi. Mereka yang mendaftar ke biro jodoh mayoritas ibu-ibu yang anaknya kesulitan menemukan pasangan.
Bila pada saat pertemuan keluarga para calon pasangan merasa cocok, mereka akan langsung menggelar pesta pernikahan. Dan hasil sebuah studi menunjukkan, mayoritas pasangan yang menikah melalui budaya Omiai, pernikahan mereka langgeng hingga akhir hayat. (Deni/R4/HR-Online)