Bedak Saripohatji
Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),-
Bedak dingin Saripohatji pernah mengalami kejayaan pada medio tahun 1970an. Namun demikian, bedak yang dipoplerkan oleh Ny. Siti Marijah (alm) sejak tahun 1927 ini masih tetap eksis sampai saat ini. Pemasaran produk asal Ciamis ini hanya mengandalkan promosi dari mulut ke mulut.
Agus Wahyu, pengelola perusahaan generasi ketiga, seperti dilansir dari Buku “Ciamis Kiwari”, merasa heran dengan eksistensi dan keampuhan bedak Saripohatji dalam menjaga kepercayaan konsumen.
Bedak Saripohatji ini memiliki kekuatan serta kualitas tersendiri. Bahan dasar yang semuanya berasal dari alam, kemudian proses produksi yang masih terbilang tradisional, menjamin produk bedak ini tidak memicu iritasi kulit. Bahan dasar bedak yang dipakai diantaranya tepung beras, ramuan dedaunan seperti daun suji, pandan, jambu, beungbeureuman, mamangkokan dan teklan. Komposisi itu kemudian dicampur dengan ekstrak temulawak, kunyit, tomat, jeruk nipis, dan tanpa bahan kimia.
Bedak Saripohatji menjadi satu-satunya produk perawatan kecantikan yang memiliki bentuk pilis atau pintilan. Proses pemintilan dilakukan secara manual oleh tangan-tangan terampil delapan orang karyawan yang masih setia. Setiap pekan, sekitar dua ratus dus bedak, terdiri dari lima puluh kemasan persatu dus, diserap pasar. Peminat produk bedak ini didominasi dari wilayah Bandung dan Priangan Timur. Di pasaran, satu sachet bedak Saripohatji dibandrol dengan harga Rp 5 ribu sampai Rp. 10 ribu.
Untuk menjaga orisinalitas, kualitas dan kekhasannya, pengelola tidak pernah mengganti kemasan, bentuk maupun proses produksi. Penggunaan bedak ini disarankan dilakukan dengan memberi campuran madu atau air tawar.
Terkait sejarah bedak Saripohatji, awalnya Ny. Siti Marijah meramu bedak tersebut untuk keperluan dirinya sendiri. Saat itu, tetangganya tertarik dan meminta Ny. Siti Marijah meramukan bedak yang serupa untuk mereka. Rupanya mereka merasa cocok dengan ramuan bedak Saripohatji buatannya, lantaran berhasil membuat kulit halus, putih dan berhasil mengatasi jerawat.
Dari saat itulah, permintaan bedak Saripohatji buatan Ny. Siti Marijah mengalami peningkatan. Ny. Siti Marijah kemudian memutuskan untuk menjadikan peluang tersebut untuk mendirikan usaha industri rumahan yang memproduksi bedak Saripohatji.
Saripohatji diambil dari nama Dewi Beras Saripohatji, karena beras menjadi bahan utama pembuatan bedak tersebut. Awalnya, bedak Saripohatji dikemas hanya menggunakan dedaunan kering dan dijual di warung-warung kecil. Proses distribusi pada masa pertama produksi dilakukan dengan menggunakan sepeda onthel. Seiring waktu, bedak Saripohatji semakin tenar dan usaha Ny. Siti Marjiah berkembang pesat. Pada tahun 1960 sampai 1980, Satipohatji menjadi merek bedak terkenal di Indonesia, khususnya di Jawa Barat.
Usai Ny. Siti Marijah meninggal dunia (1959), usaha produksi bedak dilanjutkan oleh suaminya, S. harjo hingga tahun 1971. Setelah S. Harjo wafat, perusahaan kemudian dikelola oleh istri kedua Harjo, Neneng Fatimah hingga tahun 1985. Sepeninggal Neneng Fatimah, usaha tersebut dilanjutkan oleh istri ketiga Harjo, Ny. Ocoh Setiawati dan anak-anaknya. Pabrik bedak Saripohatji sendiri terletak di pojok Jalan Ir. H. Djuanda Kota Ciamis. (Deni/R4/HR-Online)