Prosesi pembacaan Sejarah Kacijulangan yang berlangsung di Desa Kondangjajar, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran. Photo: Asep Kartiwa/HR
Berita Pangandaran, (harapanrakyat.com)
Setelah beberapa tahun Sejarah Kacijulangan tidak dibacakan, akhirnya pada Selasa (27/12/2016) di bawah pohon wareng Bandara Nusawiru yang berada di Desa Kondangjajar, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran, kembali dibaca oleh sesepuh yang merupakan juru baca di wilayah Cijulang.
Dihadiri sejumlah budayawan Pangandaran serta tokoh masyarakat, seorang juru baca melantunkan isi dari Sejarah Kacijulangan yang berbentuk tulisan arab pegon dan menggunakan bahasa Sunda kuno serta bahasa Jawa.
Seperti halnya membacakan sebuah syair, Sejarah Kacijulangan dibaca menggunakan teknik khusus, yakni dengan pupuh atau puisi tradisional yang memiliki suku kata serta rima tertentu.
Selain cara membaca teks sejarah yang penuh dengan ketentuan khusus, pembacaan Sejarah Kacijulangan juga hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu berdasarkan perhitungan Sunda Kuno. Dan hanya boleh dibacakan pada Bulan Maulud serta Muharam dalam kalender hijriyah.
“Isi Sejarah Cijulang terdiri dari dua bagian, yakni sejarah ageung (garis besar) dan sejarah alit (sejarah kecil),” kata Aki Ajim (72), pembaca Sejarah Kacijulangan, kepada Koran HR.
Dia menjelaskan, dalam bagian sejarah ageung, diceritakan tentang keturunan para nabi maupun gambaran manusia dari sisi anatomi tubuh seperti tulang, kulit dan organ lainnya. Sementara sejarah alit menceritakan soal gambaran diri manusia dari sisi kejiwaan.
“Sejarah ini juga disebut Sejarah Purwaningjagat yang berarti sejarah penciptaan alam semesta beserta isinya secara total. Sebab, soal perilaku, ketuhanan, bahkan yang bersifat materi seperti sejarah ageung juga ada didalamnya,” papar Aki Ajim. (Askar/R6/Koran HR)