Prosesi pembacaan Sejarah Kacijulangan yang berlangsung di Desa Kondangjajar, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran. Photo: Asep Kartiwa/HR
Berita Pangandaran, (harapanrakyat.com)
Yati, salah satu sejarawan yang turut menyaksikan prosesi pembacaan Sejarah Kacijulangan, mengatakan, bahwa hampir semua tempat di Cijulang yang disebutkan dalam teks kuno Sejarah Kacijulangan banyak yang mengetahuinya. Namun, esensi dari nama tersebut masih banyak yang tidak paham.
“Jadi tidak sembarang nama, ada makna tersendiri terkait kejadian masa lalu. Banyak yang tahu nama seperti Cijulang, Cigugur dan lainnya. Namun, masih sangat sedikit yang tahu tokoh pendahulunya dan karakteristik masyarakat zaman dahulu,” katanya kepada Koran HR.
Menurutnya, setelah mendengar Sejarah Kacijulangan, manusia sunda yang berada di wilayah Kabupaten Pangandaran pada umumnya memiliki kehidupan ideal. Sebab, dalam teks kuno tersebut bukan hanya menggambarkan soal sejarah semata. Keagamaan, kemasyarakatan, etika, serta ajaran-ajaran kebaikan juga ada di dalamnya.
“Saya kira ketika masyarakat Pangandaran bisa memahami dan mempraktekkan ajaran-ajaran dalam babad Cijulang tersebut Pangandaran akan semakin hebat. Dan naskah kuno tersebut masing-masing daerah pasti memilikinya,” katanya.
Meski begitu, Yati berharap pembacaan sejarah tersebut terus dibaca. Bahkan, tidak dilakukan secara eksklusif yang dilakukan oleh orang-orang tertentu saja. Ia menginginkan semua orang bisa membacanya demi memunculkan rasa cinta tanah air, Pangandaran, agar bisa lebih baik lagi.
“Paling penting masyarakat harus tahu sejarah Cijulang. Saat ini belum ada buku sejarahnya. Maka dari itu, buku sejarah khusus Cijulang perlu diadakan yang nantinya melibatkan tim ahli sejarah sebagai pencari data fakta agar bisa dipertanggungjawabkan kebenaran dan isinya,” harapnya.
Di tempat yang sama, Erik Krisnayudha, salah satu budayawan Pangandaran, mengungkapkan Sejarah Kacijulangan ditulis oleh 5 orang penulis sekitar tahun 1805. Namun didalam tulisan tersebut bersumber dari satu penulis, yakni Eyang Jumer.
“Saya harap kegiatan seperti ini bisa diadakan setiap tahun. Sebab, bisa menjadi salah satu daya tarik wisatawan,” ujar Erik. (Askar/R6/Koran HR)