Zaenuri (tengah) saat menggiling padi bersama karyawannya di pabrik penggilingan padi warisan ayahnya. Photo: Muhafid/HR
Berita Banjar, (harapanrakyat.com),-
Meski usianya masih muda, Zaenuri (22), warga Dusun Citangkolo, Desa Kujangsari, Kecamatan Langensari, Kota Banjar, tak lagi tertarik untuk pergi ke perantauan guna mencari pekerjaan di luar daerah, setelah kepergian ayahnya setengah tahun lalu.
Dengan bermodalkan pengetahuan yang ia dapatkan dari keseharian ayah dan ibunya sebagai pemilik penggilingan padi, kini kesibukan Zaenuri kian bertambah. Karena, selain menempuh pendidikan di STAIMA Kota Banjar, ia juga harus membagi waktu untuk melayani serta mengelola usaha penggilingan padi milik orang tuanya yang dilanjutkan oleh dirinya.
“Pernah saya ke luar Pulau Jawa untuk mencari kesempatan kerja. Tapi karena usaha orang tua tidak ada yang melanjutkan, makanya saya yang harus bertindak demi memenuhi kebutuhan keluarga,” tutur Zaenuri, saat ditemui Koran HR, di tempat ia sehari-hari menggiling padi yang tidak jauh dari rumahnya, Selasa (06/12/2016) lalu.
Walaupun usaha di bidang pertanian merupakan hal baru dalam hidupnya, namun dirinya yakin bisa meneruskan dunia bisnis padi seperti ayahnya dulu. Sementara itu, ibunya yang masih ada menjadi tumpuan terakhir agar bisnis tersebut lancar.
Hampir setiap hari Zaenuri menjual beras yang dibelinya dari konsumen yang datang dari wilayah Manonjaya, Tasikmalaya, Banjarsari, Neglasari maupun wilayah di sekitar Kota Banjar. Banyaknya beras ada sekitar 1 ton dalam setiap pengiriman.
“Sekarang harga gabah baru 4.700 rupiah per kilonya, sedangkan yang lama 4.200 rupiah per kilo. Untuk beras biasa diecer seharga 7.500, dan borongan 7.200 rupiah. Bekatul juga dijual seharga 2000 rupiah per kilonya. Alhamdulillah bisa untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan biaya kuliah,” ungkapnya.
Melihat fenomena banyaknya pemuda yang masih menggantungkan nasib kerja ke luar daerah, Zaenuri menilai perlu adanya kemauan dari pemuda dalam memanfaatkan potensi yang ada di sekitar tempat tinggalnya. Sepeti halnya dunia pertanian, kini sudah jarang sekali melihat pemuda yang mau terjun mencari rezeki di sawah, kecuali keadaan terpaksa.
Karena sebenarnya potensi di daerah sangat melimpah, tinggal pemuda mau atau tidak untuk mengembangkannya agar bisa memiliki nilai ekonomi. Contohnya di kampung, banyak pekarangan, kebun maupun sawah dan semua itu bisa dimanfaatkan untuk menutupi kebutuhan sehari-hari.
“Pemuda sekarang justru terbalik, lebih suka ke luar kota dan memilih pekerjaan yang ringan-ringan tapi hasilnya bisa dibilang menggiurkan. Seharusnya polanya adalah bagaimana menjadi pemuda desa yang memiliki rezeki kota,” kata Zaenuri yang juga salah satu kader PMII Kota Banjar.
Zaenuri pun berharap kepada Pemkot Banjar agar selalu mendorong pemuda untuk terus mengembangkan kemampuan mengelola potensi yang ada di Banjar, terutama bidang pertanian. Pasalnya, jika angka urbanisasi terus meningkat dan SDM dari golongan pemuda sedikit, maka akan membawa dampak kurang baik dalam pembangunan wajah Kota Banjar.
“Kalau masih muda semangatnya masih tinggi, tenaganya masih kuat dan umur bisa dibilang kesempatannya masih panjang. Tinggal dikelola sebaik mungkin dan serapih mungkin agar wilayah Banjar menjadi daerah yang masyarakatnya mandiri secara ekonomi,” pungkasnya. (Muhafid/Koran HR)