Plt. Kadisnakertrans Kota Banjar, Wasino.
Berita Banjar, (harapanrakyat.com),-
Fenomena pengangguran dengan latar belakang pendidikan tinggi atau sarjana merupakan gejala sosial yang disebabkan oleh banyak faktor. Secara umum, antara suplier (penyedia) dan demand (permintaan) tidak seimbang.
Berdasarkan catatan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kota Banjar, tahun 2016 jumlah pencari kerja dari tingkatan pendidikan SD mencapai 210 orang, SMP 497 orang, SLTA 2.574 orang, D1-D3 76 orang, S1 283 orang dan S2 1 orang, dengan total keseluruhan mencapai 3.651 orang.
Sementara dari informasi jumlah lowongan kerja yang masuk ke Disnakertrans Kota Banjar mencapai 11.202 dan jumlah penempatan pencari kerja (pencaker) mencapai 1.927 orang.
Menurut Plt. Kadisnakertrans Kota Banjar, Wasino, bahwa sebenarnya banyak sekali jumlah informasi lowongan kerja yang masuk ke pihaknya. Namun, pada kenyataannya masih banyak pula yang tidak memanfaatkan peluang tersebut.
Sehingga, antara jumlah pencari kerja yang ada dengan lowongan yang tersedia dan hasil penempatan pencari kerja (pencaker) dapat diasumsikan pengangguran di Kota Banjar masih cukup banyak.
“Nah, ini merupakan pekerjaan kita semua agar fenomena pengangguran bisa diselesaikan, minimalnya bisa berkurang. Jadi ini adalah tugas lintas sektor, bukan kita saja,” terangnya, kepada Koran HR, saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (07/03/2017) lalu.
Lebih lanjut Wasino mengatakan, fenomena pengangguran yang dialami oleh seseorang berpendidikan tinggi biasanya disebabkan oleh tidak sesuainya harapan penyedia lapangan kerja dengan kompetensi yang dimiliki pencari kerja. Sehingga, mereka lebih memilih pencaker yang berasal dari sekolah yang fokus dengan perusahaan penyedia lapangan kerja, seperti SMK.
Dengan dimulainya iklim MEA, diharapkan pengetahuan, kemampuan dan sikap masyarakat bisa terdorong untuk bersaing dengan negara lain dalam bidang pekerjaan. Artinya, masyarakat memiliki jiwa professional.
“Mudah-mudahan setelah adanya Balai Latihan Kerja atau BLK di Banjar ini, masyarakat kita bisa memenuhi permintaan pekerjaan yang ada dan lebih professional. Dengan begitu maka angka pengangguran di Banjar lambat laun semakin menurun,” harapnya.
Selain adanya BLK, fenomena pengangguran yang terjadi saat ini merupakan pekerjaan lintas sektor yang perlu menjadi perhatian khusus. Jika hal tersebut tidak dihiraukan, maka gejolak sosial akan semakin kompleks.
“Kalau ada pengangguran bertitel sarjana di Banjar kan menjadi persoalan. Apalagi jika mereka lebih palah-pilih dalam hal mencari pekerjaan. Padahal, ketika sarjana sebenarnya diharapkan adalah menciptakan pekerjaan,” pungkas Wasino. (Muhafid/Koran HR)