Pengembalian 10 hewan primata jenis Kukang Jawa (Nycticebus Javanicus) ke habitatnya di Suaka Margasatwa Gunung Sawal, Kabupaten Ciamis. Foto: Tantan/HR
Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),-
Sebanyak 10 hewan primata jenis Kukang Jawa (Nycticebus Javanicus) dikembalikan ke habitat aslinya di Suaka Margasatwa Gunung Sawal, Kabupaten Ciamis, Selasa (01/08/2017) lalu. Pasalnya, 10 hewan primata tersebut merupakan barang bukti hasil penyitaan aparat kepolisian dari sindikat perdagangan Kukang Jawa pada Bulan Oktober 2016.
Kukang Jawa yang dikembalikan ke alam liar kali ini terdiri dari 6 berjenis kelamin jantan dan 4 berjenis kelamin betina. Hewan tersebut dikembalikan ke alam bebas setelah melewati serangkaian perawatan dan pemulihan di Pusat Rehabilitasi IAR Indonesia di Kaki Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat, bekerjasama dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat.
Supervisor Survey Release Monitoring IAR Indonesia, Hilmi Mubarok, ketika ditemui Koran HR, Selasa (01/08/2017) lalu, mengatakan, dari hasil pemeriksaan tim medis IAR Indonesia, kondisi kukang saat awal penyelamatan cukup memprihatinkan.
Umumnya, kata Hilmi, kukang-kukang tersebut mengalami stress dan malnutrisi. Beberapa kukang memiliki luka bekas gigitan, ada yang mengalami trauma di bagian mata dan bahkan beberapa kukang terkena peluru senapan angin yang bersarang di bagian tubuhnya.
“Ada salah satu hewan mengalami luka akibat peluru yang bersarang, diantaranya pada bagian mata, kepala dan punggungnya. Tidak hanya itu, hewan primata tersebut teridentifikasi tengah bunting. Tim kami pun langsung berupaya maksimal untuk memulihkan kesehatan dan mengembalikan perilaku liar kukang. Alhamdulillah, setelah sembilan bulan menjalani pemulihan kesehatan dan perilaku, Kukang Jawa itu berhasil membesarkan anaknya hingga waktu pelepasan ke habitat awal,” katanya.
Menurut Hilmi, untuk mengembalikan kukang ke alam liar tidak semudah memburu dan mengambilnya dari alam. Membutuhkan tenaga dan biaya besar untuk memulangkan kukang kembali ke habitatnya. Proses dan tahapan yang harus dilalui membutuhkan waktu relatif panjang dan prosedur.
Diantaranya mulai dari penilaian habitat di lokasi pelepasliaran, translokasi, habituasi, kemudian pemantauan pasca pelepasliaran hingga dinyatakan sukses bertahan hidup di alam. Penilaian lain yang dilakukan yakni penilaian perilaku, daerah jelajah, kemampuan bersosialisasi dan bertahan dari predator.
“Pemantauan pasca pelepasliaran akan berlangsung minimal 6 bulan. Proses pemantauan dibantu dengan radio transmitter. Mereka dipasangi radio collar yang akan memancarkan sinyal ke radio receiver. Alat tersebut membantu tim monitoring kukang untuk mengetahui keberadaannya dan memantau perkembangan adaptasinya di alam,” ujarnya. (Tantan/Koran HR)