Akibat tanggul jebol, ratusan hektare lahan pesawahan di perbatasan antara Desa Kujangsari, Kecamatan Langensari, Kota Banjar, dengan Desa Puloerang, Kecamatan Lakbok, Kabupaten Ciamis, terndam banjir. Photo: Muhafid/HR
Berita Banjar, (harapanrakyat.com),-
Tanggul sungai yang berada di perbatasan antara Desa Kujangsari, Kecamatan Langensari, Kota Banjar, dengan Desa Puloerang, Kecamatan Lakbok, Kabupaten Ciamis, sekitar bulan Maret 2017 lalu mengalami jebol lantaran adanya pengikisan tanah, seiring debit air sungai meningkat. Meski sebelumnya tanggul yang jebol itu sudah ditutup menggunakan karung tanah, namun kembali jebol dan menenggelamkan ratusan hektar areal sawah yang ada.
Saluran pembuangan yang dikenal Sungai Sukamelang tersebut merupakan salah satu jalur pembuangan air dari wilayah pegunungan di Kota Banjar. Selain kondisinya yang dangkal, pengikisan tanah menyebabkan jebolnya tanggul karena debit air meningkat di musim hujan.
Dari informasi yang dihimpun, kembali jebolnya penutup tanggul tersebut terjadi sekitar pukul 22.00 WIB, Senin (18/12/2017), saat kondisi masih hujan. Sebelumnya, areal pesawahan yang ada di sekitar lokasi jebolnya tanggul tersebut masih normal, dan banyak tanaman padi baru berumur sekitar 1 bulan. Namun, setengah jam kemudian tanaman padi tersebut sudah tidak terlihat akibat diterjang banjir.
Aan, warga setempat, mengungkapkan, areal pesawahan yang kini diterjang banjir, tidak pernah tercatat riwayat terkena banjir besar seperti ini. Pasca tanggul jebol, para pemilik sawah merugi akibat banjir.
“Ini baru pertama kali banjir akibat tanggul jebol. Otomatis padi terendam, dan petani merugi,” katanya kepada Koran HR, Selasa (19/12/2017).
Aan menambahkan, penutup tanggul dari kantong tanah yang sebelumnya dipasang turut terbawa arus sungai yang begitu deras. Ia berharap, pemerintah melalui dinas terkait untuk segera memperbaiki tanggul agar masyarakat aman dan tidak merugi.
“Sekitar satu bulan lalu, alat berat akan diterjunkan ke lokasi tanggul. Namun karena ada musibah terperosok ke sungai, bahkan, evakuasi selama 1 hari, akhirnya penanggulangan tanggulnya batal dan hingga saat ini belum datang juga,” imbuhnya.
Hal senada juga diungkapkan Nana, warga sekitar. Menurutnya, untuk menangani banjir selain tanggulnya dibenahi, adalah normalisasi saluran, baik di sungai yang mengalami pendangkalan maupun pada titik pertemuan beberapa sungai di wilayah Puloerang.
“Dulu sebelum di blok nyumbang diperbaiki, aliran sungai saat debit air meningkat bisa masuk ke pemukiman warga. Namun setelah diperbaiki, air sudah mendingan. Sayangnya, ketika debit air meningkat, justru kembali lagi dan berdampak banjir pada sawah.
“Kami harap pemerintah harus memberikan solusi tepat supaya banjir akibat saluran air yang tidak normal. Jika penanganannya setengah-setengah, maka kita yang jadi korbannya,” ujar Nana. (Muhafid/Koran-HR)