Situs Astana Gede Kawali. Foto: Dokumen HR
Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),-
Permintaan menjadikan situs Astana Gede Kawali sebagai tujuan objek wisata religi umat hindu dikhawatirkan menimbulkan terjadinya pertentangan antar umat. Terlebih, selama ini Astana Gede Kawali juga dikenal sebagai salah satu tujuan wisata ziarah umat muslim.
Dadang, warga Kawali, ketika dihubungi Koran HR, Senin (29/01/2018), menuturkan, selama ini masyarakat mengetahui bahwa situs Astana Gede Kawali merupakan situs Cagar Budaya.
Selain itu, kata Dadang, masyarakat juga meyakini bahwa situs Astana Gede Kawali jug merupakan salah satu tujuan wisata religi atau wisata ziarah umat muslim. Dia khawatir, jika permintaan umat Hindu dituruti justru akan menimbulkan masalah antar umat beragama.
“Sebab, di Kawali mayoritas masyarakat menganut Islam. Untuk itu, alangkah baiknya masyarkat di sekitar Astana Gede diajak musyawarah, Sehingga segala sesuatunya bisa diketahui. Terlebih lagi agar tidak terjadi gesekan atau beda pendapat,” katanya.
Rustana, warga lainnya, ketika dimintai tanggapan, menilai permintaan umat hindu tidak menjadi soal. Apalagi, jika permintaan itu memberikan manfaat bagi daerah. Syukur-syukur jika menjadi sumber pendapatan bagi daerah.
“Jika Kawali jadi tujuan wisata, tentunya jadi income bagi daerah. Dan yang paling penting, tidak merubah adat-istiadat orang sunda. Justru, bagusnya rakyat Kawali bisa makmur dan agama tidak terganggu,” katanya.
Sementara itu, Daday Hendarman, budayawan Kawali, ketika dihubungi Koran HR, Senin (29/01/2018), menyambut baik kedatangan umat Hindu Bali ke Astana Gede Kawali. Menurut dia, Astana Gede Kawali memiliki nilai luhur sejarah.
“Apalagi, Astana Gede Kawali diakui sebagai tempat leluhur orang Bali. Ini tentu dapat mempererat persaudaraan,” katanya.
Disinggung soal rencana pembangunan rumah adat leluhur Galuh, Daday pesimis program itu akan terlaksana. Menurut dia, di Astana Gede Kawali terdapat rambu-rambu, diantaranya dilarang ada bangunan berbentuk candi atau pure.
“Rumah adat leluhur galuh harus sesuai dengan adat sunda,” katanya.
Terkait permintaan umat Hindu Bali, Daday menambahkan bahwa hal itu merupaan bagian dari rekonsiliasi antar umat. Tahapan dan prosesnya dilakukan oleh dua pihak atau lebih untuk menjalin hubungan yang lebih baik. (Dji/Koran HR)