Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),- Budayawan Ciamis yang dinobatkan sebagai Raja Galuh, Rd. Rasich Hanif Radinal, mengatakan, adanya penobatan Raja Galuh berawal dari desakan seluruh kabuyutan budayawan Kerajaan Galuh yang mengusulkan dibentuk sebuah struktur budaya yang dipimpin seorang raja.
Namun, kata Hanif, meski bernama raja, tetapi bukan seperti raja-raja yang memiliki kekuasan dan tahta. “Raja hanya sebuah istilah saja yang mengambil dari adat budaya. Raja yang dimaksud kami hanyalah seorang pimpinan dari para budayawan yang ingin melestarikan budayanya,” katanya, kepada Koran HR, Selasa (24/07/2018).
Berita Terkait: Khawatir Rusak Tatanan Sejarah, DPRD Ciamis Pertanyakan Penobatan Raja Galuh
Terkait dirinya yang terpilih sebagai Raja Galuh, kata Hanif, itupun dari desakan tokoh budaya dari seluruh kabuyutan. Dirinya, tambah dia, awalnya tidak bersedia ditunjuk sebagai Raja Galuh, karena merasa belum layak. “Meski saya sebagai keturunan Raja Galuh, tapi merasa belum layak. Makanya, saya sempat menolak dan meminta diserahkan kepada keturunan Raja Galuh lainnya yang lebih layak. Tetapi, para budayawan dari mayoritas kabuyutan terus mendesak saya. Ketika desakan itu saya rasakan sebagai amanah, baru saya bersedia,” ujarnya.
Menurut Hanif, agenda penobatan Raja Galuh ini sudah jelas, yakni sebuah perkumpulan budayawan yang ingin melestarikan dan mengangkat budaya serta kearifan lokal mengenai Kegaluhan. “Agenda kami banyak, diantaranya ingin meluruskan beberapa sejarah Galuh yang dianggap melenceng, mendata seluruh situs peninggalan kerajaan Galuh dan ingin mengenalkan budaya Galuh ke tingkat nasional dan internasional,” katanya.
Hanif pun mengatakan, pihaknya bersedia untuk duduk bersama dengan pihak yang mempertanyakan terkait penobatan Raja Galuh ini. “Namun, sebelum acara penobatan Raja Galuh dilakukan, kami dari Galuh Sadulur sudah menemui seluruh tokoh, budayawan dan pemerintahan daerah. Dalam pertemuan itu kami jelaskan maksud dan tujuan adanya penobatan ini. Namun, apabila ada pihak yang mempertanyakan, kami siap untuk duduk bersama. Karena kami pun butuh masukan dari berbagai pihak,” pungkasnya.
Sebelumnnya, Ketua Komisi IV DPRD Ciamis, Hendra Marcusi, mempertanyakan adanya penobatan Raja Galuh yang diprakarsai oleh Budayawan yang tergabung dalam Galuh Sadulur. Menurutnya, meski penobatan Raja Galuh itu bertujuan untuk pelestarian budaya, namun aspek sejarah kegaluhannya pun harus terpenuhi. Karena aspek budaya dan sejarah tidak bisa dipisahkan begitu saja.
“Kalau Anda (HR) bertanya bagaimana tanggapan saya terkait penobatan Raja Galuh? Jawaban saya, bingung. Kenapa bingung, banyak yang ingin saya tanyakan terkait penobatan itu. Pertama, kalau sekarang ada Raja Galuh, lalu dia itu raja untuk siapa? Kedua, kalaupun aspek Raja Galuh-nya sudah terpenuhi, misalkan, kemudian saya bertanya, apakah sudah sesuai dengan tata cara pemilihan raja yang berdasar aturan Kerajaan Galuh? Satu hal lagi, apakah penobatan itu sudah mendapat restu dari seluruh tokoh yang memiliki keturunan Kerajaan Galuh?,” katanya, kepada Koran HR, Selasa (24/07/2018).
Hendra menambahkan, apabila penobatan itu bertujuan untuk pelestarian budaya, jangan sampai aspek sejarahnya diabaikan. Karena, menurutnya, apabila dalam penobatan Raja Galuh ini terdapat pelencengan sejarah, dikhawatirkan akan merusak tatanan dari sejarah itu sendiri. (Bgj/Koran-HR)