Situ Lengkong Panjalu, yang terdapat makam Prabu Hariang Kencana, anak Sanghiyang Borosngora (Raja Panjalu), di Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, kini semakin populer sebagai tempat tujuan wisata religi.
Kepopuleran objek wisata ini tidak lepas dari peran mantan Presiden RI (Alm) Abdulrahman Wahid (Gusdur), yang pernah berkunjung untuk berziarah pada awal tahun 2000 lalu.
Kini tidak sedikit wisatawan dari berbagai daerah datang ke tempat itu untuk sekedar berziarah sembari menikmati wisata danau dan keindahan alam.
Uniknya, makam Prabu Hariang Kencana berada di sebuah pulau kecil atau nusa yang berada di tengah-tengah danau Situ Lengkong Panjalu.
Untuk sampai ke tempat itu, wisatawan harus menyebrang menggunakan perahu. Karena tidak ada akses darat untuk menuju ke pulau kecil yang bernama Nusa Gede atau Nusa Larang itu.
Dibalik wisata ziarah di Situ Lengkong Panjalu, terdapat cerita unik, dimana di sekitar area tempat ziarah ada sebuah tempat penampungan air dan terdapat kran untuk menuangkan air.
Air itu diambil dari danau Situ Lengkong. Kemudian disuling dengan proses penyaringan sederhana. Para peziarah meyakini bahwa air itu membawa berkah. Maka tak heran menjadi icon atau ciri khas wisata ziarah di Panjalu.
Bahkan, tak sedikit para peziarah yang meminum dan menggunakan air danau untuk berwudlu sebelum melaksanakan tawasulan ke makam Prabu Hariang Kencana.
Tak sedikit pula peziarah yang sengaja membekal air itu ke dalam botol plastik untuk dibawa pulang ke rumahnya atau sebagai oleh-oleh untuk sanak saudaranya.
Para peziarah meyakini bahwa air danau Situ Lengkong Panjalu mengandung air zam-zam. Ya, air zam-zam yang berasal dari tanah suci Mekkah, Arab Saudi. Para peziarah pun menyebutnya air “zam-zam” Panjalu.
Berita Terkait
Debit Air Situ Lengkong Panjalu Ciamis Bertahan Meski Kemarau
(Wisata Ciamis) Situ Lengkong Pusat Pemerintahan Kerajaan Galuh Panjalu
Upacara Adat Nyangku di Panjalu Ciamis, Sejarah Syiar Islam Raja Borosngora
Keyakinan bahwa danau Situ Lengkong Panjalu mengandung air zam-zam berawal dari cerita Raja Panjalu, Borosngora, yang dikisahkan memeluk agama Islam setelah pergi ke tanah suci Mekkah pada sekitaran abad ke 7.
Menurut Juru Kunci Nusa Gede Situ Lengkong Panjalu, Abdul Azis, Raja Borosngora awalnya bukan seorang musilm, tetapi pemeluk agama Hindu. Kerajaan Panjalu pun waktu itu dikenal sebagai kerajaan Hindu.
“Borosngora dikenal sebagai raja yang memiliki kesaktian luar biasa. Bahkan, dia sering menantang para jawara untuk ditakluknya. Hal itu yang membuat Kerajaan Panjalu pada masanya disegani kerajaan lain,”ujarnya, Minggu (26/08/2018).
Namun, lain cerita ketika Borosngora berkelana sampai ke tanah Jazirah Arab. Konon, menurut cerita, saat berada di Jazirah Arab, Borosgora bertemu dengan Sayyidina Ali Bin Abu Thalib.
Pada pertemuan itu, terjadilah sebuah pertarungan antara keduanya. Namun, Borosngora kalah dan mengakui kehebatan Sayyidina Ali.
“Setelah kalah dalam pertarungan itu, kemudian Borosngora menjadi murid Sayyadina Ali sekaligus memutuskan memeluk agama Islam. Nama Borosngora pun diganti menjadi Syeh Abdul Iman,” ujarnya.
Ketika dirasa cukup menimba ilmu agama Islam dari Sayyidina Ali, kemudian Borosngora memutuskan untuk kembali ke tanah kelahirannya. Dia pun bertekad untuk menyebarkan syiar Islam di Nusantara.
Saat berpamitan pulang, Borosngora dibekali pedang cis, tombak bermata dua dan pakaian kebesaran oleh Sayyidina Ali.
Selain itu, Sayyadina Ali pun menciduk air zam-zam dengan gayung berlubang dan menyerahkannya kepada Borosngora.
Meski gayungnya berlubang, tetapi airnya tidak menetes sedikitpun. Hal itu pertanda Borosngora sudah menguasai ilmu sajati yang diturunkan dari Sayyidina Ali.
“Setelah sampai di Panjalu, kemudian Borosngora melempar gayung yang berisi air zam-zam ke sebuah lembah yang luasnya sekitar 51 hektar. Lembah itu bernama Pasir Jambu. Ajaib,”
“Hanya dalam sekejap setelah gayung itu dilempar, areal yang asalnya lembah berubah menjadi sebuah danau yang kini disebut Situ Lengkong Panjalu,” terang Abdul.
Memang tidak semuanya peziarah memanfaatkan air danau Situ Lengkong Panjalu untuk langsung diminum atau disamakan seperti air zam-zam di Mekkah.
Hanya tak sedikit pula yang masih mempercayai hal itu. Bahkan, beberapa tahun ke belakang, banyak peziarah yang langsung mengambil air dari danau dan langsung meminumnya atau memasukannya ke dalam botol plastik untuk dibekal ke rumahnya.

Agar air danau aman dikonsumsi, tampaknya pihak pengelola menyediakan air yang sudah disuling melalui proses penyaringan yang higenis.
Air yang sudah disuling lalu disimpan dalam sebuah wadah penampungan besar yang terbuat dari plastik. Pada wadah itupun terdapat kran untuk memudahkan para peziarah menuangkan air.
Menurut Abdul, air ‘zam-zam’ Situ Lengkong Panjalu dipercaya dapat memberikan keberkahan.
Namun begitu, air ‘zam-zam’ itu hanyalah sebagai perantara. Untuk mendapat keberkahan, tentunya dikembalikan lagi kepada individu manusianya masing-masing.
“Untuk mendapat keberkahan, seseorang harus istiqomah dengan mencari ridho yang maha kuasa. Air ini hanya 40 persennya dalam membawa keberkahan,”
“Sementara sisanya harus beribadah dan berusaha sungguh-sungguh dengan mencari ridho Alloh SWT. Jadi, jangan menganggap air ini segalanya,” ungkapnya.