Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),-
Perayaan HUT (Hari Ulang Tahun) pendeklarasian Gong Perdamaian Dunia ke 9 di Situs Budaya Ciungwanara, Desa Karangkamulyan, Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Minggu (09/09/2018), dikemas cukup meriah. Perayaan yang disisipi acara seni budaya melalui event Pesona Galuh Nagari ini dihadiri ribuan orang dari berbagai daerah, terutama para budayawan dan seniman.
Sekedar catatan, deklarasi pertama Gong Perdamaian Dunia di situs Ciungwanara digelar pada 9 September 2009 atau sudah 9 tahun yang lalu. Gong berdiameter sekitar 3,33 meter yang dihiasi sekitar 200 bendera dari berbagai negara ini merupaka sebagai simbol seruan untuk perdamaian dunia.
Tidak semua daerah di Indonesia dibangun monumen Gong Perdamaian. Hanya beberapa daerah saja. Sementara di Jawa Barat hanya ada di Kabupaten Ciamis.
Budayawan Sunda, Anton Charliyan, yang juga sebagai penggagas Gong Perdamaian di situs Ciungwanara, mengungkapkan, dipilihnya Ciamis sebagai tempat berdirinya Gong Perdamaian di Jawa Barat lebih kepada alasan historis. Menurutnya,
Kerajaan Galuh yang dulu berdiri di wilayah Ciamis merupakan salah satu kerajaan yang menggagas perdamaian di dunia. ” Situs Ciungwanara ini adalah bekas pusat Kerjaaan Galuh. Makanya bukan tanpa alasan Gong Perdamaian dibangun di sini,” ujar mantan Kapolda Jawa Barat yang pada Pilgub Jabar lalu mencalonkan sebagai Calon Wakil Gubernur ini.
Menurut Anton, Kerajaan Galuh sudah mewariskan arti perdamaian untuk peradaban umat manusia, salah satunya melalui pepatah sunda yang berbunyi, silih asah silih asuh silih asih.
” Damai itu berasal dari tanah Sunda Galuh. Orangtua kita sudah mengajarkan arti perdamaian yang terus diwariskan kepada anak cucunya. Dengan begitu, generasi penerus harus menjiwai semangat perdamaian yang ditanamkan dalam sanu bari. Karena dengan damai, kita akan menjadi kuat,” tegasnya.
Anton mengatakan, suasana kedamaian sangat dibutuhkan dalam membangun kekuatan sebuah bangsa. Terutama di tahun politik ini seluruh anak bangsa harus memiliki komitmen kuat dalam mewujudkan perdamaian.
“Jangan karena alasan politik dan demokrasi kita jadi saling menghujat dan menjelek-jelekan satu sama lainnya. Kita ini bersaudara, satu bangsa dan bahasa. Tunjukan bahwa kita ini bangsa yang beradab, berkebudayaan dan menjunjung tinggi arti sebuah perdamaian. Sifat mencela dan menjelek-jelakan itu budaya asing. Nenek moyang kita tidak mengajarkan sifat seperti itu,” tegasnya. (Her2/R2/HR-Online)