Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),- Beredarnya kabar adanya dugaan pengeroyokan yang dilakukan oleh aparat desa terhadap salah seorang anggota BPD yang terjadi di Desa Kertajaya, Kecamatan Lakbok, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, sempat membuat heboh di lingkungan warga setempat. Bahkan, setelah munculnya kabar tersebut, terdapat riak dan hembusan akan terjadi aksi unjuk rasa yang dilakukan sekelompok massa ke kantor desa.
Namun, menurut Kepala Desa Kertajaya Rosdiana, yang terjadi sebenarnya bukan pengeroyokan, tetapi adu jotos atau perkelahian antara sekretaris desa (Sekdes) bernama Hanafi dengan salah seorang anggota BPD bernama Biantoro.
“Kejadian pemukulan memang ada. Tapi maaf, tidak benar kalau disebut pengeroyokan. Yang benarnya, justru Sekdes atau saudara
Hanafi yang dipukul duluan. Kemudian saya dan aparat desa lainnya melerai mereka. Jadi, tidak ada pengeroyokan sama sekali,” kata Kepala Desa Kertajaya, Rosdiana, saat dimintai keterangan di ruang Camat Lakbok didampingi langsung oleh Sekretaris Desa, Hanafi, Rabu (06/02/2019).
Rosdiana menambahkan, kejadian itu terjadi di kantor desa pada Minggu (03/02/2018) malam. Saat itu, kata dia, semua perangkat desa tengah melakukan kegiatan lembur pemberkasan sertifikat tanah program PTSL.
Menurut Rosdiana, kronologis masalah ini berawal ketika dirinya bersama Sekdes meminta klarifikasi kepada Biantoro (Anggota BPD) terkait laporan yang diterimanya dari masyarakat. Pihaknya, kata dia, beberapa kali mendapat laporan bahwa Biantoro diduga menjual nama pemerintahan desa untuk melakukan pungutan uang kepada penerima dana bantuan sosial.
Namun, lanjut Rosdiana, setelah dirinya bersama Sekdes menanyakan hal itu, malah membuat Biantoro meradang. Biantoro langsung memegangi krah baju Sekdes hingga melakukan aksi pemukulan.
“Kami ketika itu melerai keduanya agar tidak sampai berkelahi. Namun, saat tubuh Sekdes kami pegangi agar tidak melawan, tanpa diduga lututnya beraksi dan mengenai wajah Biantoro. Jadi, bukan pengeroyokan, tetapi kami melerai agar mereka tidak berkelahi,” katanya.
Di tempat yang sama, Sekretaris Desa, Hanafi, menegaskan, saat kejadian sama sekali tidak ada pengeroyokan. Waktu itu, kata dia, dirinya mendapat pukulan dan kemudian membalas dengan menggunakan lutut.
“Saya yang pertama dipukul. Kemudian saya emosi dan mencoba melawan. Tetapi tangan dan tubuh saya dipegangi oleh Pak Kades dan perangkat desa lainnya. Kebetulan posisi wajah Biantoro mendekat. Karena saya emosi, lantas menghunjamkan lutut saya dan tepat mengenai wajahnya. Sekali lagi ini bukan pengeroyokan. Saya menghajar dia karena awalnya dipukul duluan,” tegasnya.
Penyebab Adu Jotos Diduga dari Rebutan Pungli Bansos
Sementara itu, saat Kepala Desa Kertajaya, Rosdiana, memberikan keterangan di hadapan Camat Lakbok, Idang Dahlan, terungkap bahwa kejadian adu jotos ini diduga dari rebutan pungutan liar (pungli) dana bantuan sosial (bansos) program Rutilahu dan dana bantuan pembangunan menara mesjid.
Dalam keterangannya, Rosdiana, mengatakan, pihaknya memang pernah meminta kepada penerima manfaat untuk menyerahkan uang administrasi sesuai perjanjian awal. “Di awal memang kami sudah melakukan kesepakatan dengan calon penerima manfaat agar ketika anggaran cair untuk menyisihkan uang buat biaya pemberkasan. Tapi, setelah pencairan, saudara Biantoro malah datang ke penerima bantuan dan memungut uang yang katanya untuk diserahkan ke pemerintah desa,” katanya.
Namun, lanjut Rosdiana, uang yang dipungut oleh Biantoro dari penerima bantuan tidak sepenuhnya sampai kepada pihaknya. “Intinya dia memotong uang administrasi tanpa sepengetahuan kami. Sementara di luaran dia bilang bahwa uang yang dipungut itu seratus persen masuk kepada kami,” tegasnya.
Untuk bantuan rutilahu, lanjut Rosdiana, pihaknya menitipkan proposal kepada salah seseorang Anggota DPRD Ciamis agar bisa diupayakan melobi ke dinas terkait di kabupaten. Namun, sebelum bantuan itu cair, Anggota DPRD itu memberikan pinjaman uang agar program Rutlilahu bisa dikerjakan sebelum anggaran cair dari dinas terkait.
“Uang pinjaman itu tentu harus dikembalikan. Jadi, ketika bantuannya cair, wajar kalau kita menagih perjanjian awal. Selain itu, ada beberapa material juga yang belum dibayar. Saya rasa ini bukan pungli. Karena semacam ini sudah terbiasa di kita. Ya istilahnya adat ketimuran lah. Bikin SPJ juga kan membutuhkan biaya. Belum lagi kalau ada pemeriksaan dari dinas, kita juga harus tahu diri lah,” katanya.
Camat Lakbok Menyesalkan Kejadian Tersebut
Sementara itu, Camat Lakbok, Idang Dahlan, menyayangkan adanya kejadian tersebut. Dia mengatakan tidak seharusnya antar aparat desa sampai adu jotos karena hanya gara-gara hal yang jelas dilarang oleh aturan perundang-undangan.
“Saya sangat kecewa dengan adanya kejadian ini. Karena terus terang saja, kami tahu ada kejadian ini justru dari pihak lain, bukan dari pihak desa. Makanya semua yang terlibat kami panggil untuk diluruskan. Bagaimana pun ini menjadi tanggung jawab saya sebagai camat yang membawahi urusan desa,” katanya.
Menurut Idang, Biantoro tidak bisa hadir memenuhi undangan. Karena keluarganya ada yang meninggal dunia. “Tapi nanti akan kita pertemukan kedua belah pihak yang tengah berselisih ini. Hal itu agar permasalahan segera tuntas dan tidak ada lagi permasalahan seperti ini. Jelas kejadian ini membuat saya kecewa, ” tegasnya. Hingga berita ini diunggah, HR Online belum berhasil mengkonfirmasi Biantoro. (Suherman/R2/HR-Online)