Berita Banjar, (harapanrakyat.com),- Namanya Kuswanto, pria kelahiran Madiun Jawa Timur tahun1976 ini dikenal warga Dusun Sukarahayu, Desa Waringinsari, Kecamatan Langensari, Kota Banjar sebagai bos cilok.
Meski di rumahnya tak ada satu pun gerobak cilok, namun anak buahnya tersebar di berbagai wilayah yang ada di Jawa Tengah. Di sela-sela kesibukannya memperbaiki rumah keduanya di Muktisari, pria yang akrab dipanggil Mas Anto ini mengaku memiliki sekitar 40 penjual cilok. Uniknya, semua penjual tersebut merupakan anggota pencak silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT).
Menurutnya, perekrutan penjual cilok dengan konsep warga PSHT tersebut lantaran pengalaman sebelumnya, yakni dirinya kerap ditipu oleh anak buahnya sendiri, bahkan sudah mencapai puluhan juta.
“Saya sudah kapok, Mas. Tidak lagi bawa orang dari luar (PSHT, red). Soalnya, dulu pernah ambil dari luar, tapi malah bawa kabur uang setoran, sampai Rp 20 juta Mas yang melayang,” kata Kuswanto, membuka pembicaraan.
Atas kejadian tersebut, sejak 1,5 tahun lalu ia mulai menata usahanya dengan merekrut dari orang yang benar-benar terlatih, jujur dan mau bekerja keras. Hal itu selaras dengan sumpah saat masuk ke dalam pencak silat PSHT ini.
Kuswanto mengatakan, sejak 1991 dirinya sudah berjualan cilok. Bahkan berbagai daerah sudah ia coba, seperti Majalengka, Banjarsari Ciamis, Kota Banjar, Wanareja, dan kini berkembang di wilayah Wangon, Jawa Tengah.
“Kalau jualan di wilayah Jabar dan Jateng sudah 15 tahun. Dulu kan saya di Madiun, karena orang tua saya dari sana. Dan sekarang sudah mulai fokus di sini, sekarang sedang menunggu mesin penggilingannya saja,” jelas pria dari 3 anak ini.
Dalam perekrutan penjual Cilok Mercon ini di Banjar, lanjut Anto, dirinya lebih selektif dan hati-hati. Apalagi ia mewajibkan semua anak buahnya harus memiliki kemampuan bela diri serta pribadi yang baik.
Ia mengungkapkan, nama Cilok Mercon yang sudah didaftarkan hak cipta di Purwokerto terinspirasi dari Pabrik Mercon di Tangerang yang meledak. Sengaja ia gunakan agar calon pembeli merasa aneh dan penasaran. Sebelumnya ia juga membuat nama Cilok Korea, namun saat ini sudah tidak digunakan lagi lantaran dipakai oleh saudaranya.
Ia mengaku, nama Cilok harus sering berubah agar pelanggannya semakin penasaran, namun soal rasa harus sama. Biasanya, kata Ia, jika cilok sudah terkenal, maka akan banyak yang ikut-ikutan.
“Kita tahu sendiri, berdagang di jalanan tidak mudah seperti apa yang kita bayangkan. Kalau tidak betul-betul kuat mentalnya, bisa jadi berhenti di tengah jalan. Apalagi berkaitan dengan bela diri, itu sangat perlu. Makanya syarat utamanya ini harus masuk PSHT, pencak silat yang saya ikuti. Kenapa harus PSHT, karena bisnis di sini kuncinya adalah kepercayaan, dan di PSHT itu ada,” imbuh Kuswanto.
Dalam sehari, Kuswanto mengaku omset usaha cilok kuah ini rata-rata mencapai Rp 15 juta dari 40 anak buahnya itu. Sementara persentasi penjualannya, penjual bisa mendapatkan sekitar Rp 200 ribu dan dirinya mendapatkan sekitar Rp 50 ribu.
“Itu kan labanya. Jadi kalau sekali setor, anak buah saya satu minggu ada yang bisa sampai Rp 10 juta. Ya tinggal hitung saja dalam sebulan sampai berapa. Alhamdulillah melalui persekawanan di PSHT ini bisa mengantarkan saya ke posisi seperti sekarang ini. Makanya saya selalu terbuka bagi warga PSHT untuk maju, apalagi di bidang seperti ini,” ujarnya.
Tak hanya mengajarkan kepada silat kepada calon penjual ciloknya, bos cilok ini juga mengajarkan kepada anak-anak dan warga sekitar. Bahkan, dari usahanya itu ia berencana membangun sebuah tempat ibadah untuk warga sekitar. (Muhafid/Koran HR)