Berita Pangandaran, (harapanrakyat.com),– Kekerasan terhadap anak di bawah umur mendapat sorotan dari anggota DPRD Kabupaten Pangandaran, Yenyen Windiani.
Menurutnya, kekerasan pada anak yang salah satunya dilakukan oleh pelaku dengan perilaku seks menyimpang memerlukan penanganan dari pemerintah dan stakeholder terkait. Yenyen menilai penangangan saat ini masih kurang maksimal, karena masih dianggap tabu atau aib bagi si korban.
Yenyen meminta Pemerintah dan stakeholder terkait memaksimalkan upaya perlindungan anak di bawah umur akibat perilaku seks menyimpang.
“Kami harap dari Legislatif, Pemerintah dan stakeholder serta masyarakat harus aktif memberikan kesadaran terhadap orang tua dalam mengawasi anak,” kata Yenyen kepada Koran HR, Senin, (14/10/2019).
Lebih lanjut Yenyen mengatakan, kasus seks menyimpang yang terjadi terhadap anak di bawah umur dinilai hal yang tabu. Masyarakat lebih memilih diam apabila terjadi perilaku kekerasan seks menyimpang karena malu dan aib bagi keluarga.
“Masyarakat masih tabu karena dianggap aib karenanya memilih diam sehingga dalam penanganan dari Pemerintah masih belum maksimal,” jelas Yenyen Windiani.
Masih dikatakan Yenyen, persoalan tersebut harus diselesaikan secara tuntas. Menurutnya apabila kasusnya dianggap cukup diselesaikan secara kekeluargaan, maka dampak ke depan akan lebih fatal.
“Advokasi, pendampingan, pembinaan dan pemulihan mental kepada anak korban kekerasan dan perilaku seks menyimpang perlu ditempuh, agar hal yang dinilai berbahaya di kemudian hari tidak terulang,” pungkas Yenyen.
Sementara Plt Kepala Dinas Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KBP3A) Kabupaten Pangandaran, Tonton Guntari mengatakan, pihaknya telah melakukan penertiban administrasi dan dokumentasi soal perlindungan anak.
“Kami dari KBP3A sudah melangkah membenahi personil dan menata dokumen SK dari tingkat Desa, Kecamatan sampai Kabupaten,” kata Tonton.
Tonton mengatakan, kesadaran masyarakat apabila terjadi kekerasan terhadap perilaku seks menyimpang yang menimpa anak di bawah umur untuk melapor masih rendah.
“Ke depan kami akan terus menggelar sosialisasi melalui kader dan penggerak di tingkat Desa agar kesadaran masyarakat atas pentingnya perlindungan anak menjadi hal prioritas,” jelas Tonton.
Masih dikatakan Tonton, pada akhir tahun 2019 Kabupaten Pangandaran sudah mengajukan predikat Kabupaten Layak Anak (KLA), saat ini Pangandaran masuk pada 4 Kabupaten/Kota di Jawa Barat yang belum memiliki predikat Kabupaten Layak Anak.
“Kita tidak ingin Kabupaten Pangandaran terganjal mendapat predikat Provinsi Layak Anak dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat,” pungkasnya. (R7/KoranHR)