Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),- Parto (102), pria kelahiran 11 Juli 1917 yang kini tinggal di rumah reyot di Dusun Kertaharja, RT 29 RW 08, Desa Kertahayu, adalah sosok mantan pejuang yang luput dari bantuan sosial pemerintah.
Saat ditemui di kediamannya, Senin (28/10/2019), Parto didampingi istrinya, Sairah (94), mengaku pernah menjadi prajurit (TKR) pada jaman penjajahan Jepang. Ia juga mengaku pernah menjadi pengawal pangeran Diponegoro.
“Waktu jaman penjajahan dulu saya sudah dewasa. Saya ikut berjuang bersama pangeran Diponegoro. Saya berjuang bersama beliau, selama empat tahun itu saya selalu ikut mengawal beliau kemana pun. Hingga akhirnya beliau berpindah tempat dari Cilacap ke Jogjakarta. Dan setelah kepindahannya itu saya, pun berpisah dan ikut berjuang bersama tentara di Batalyon Cilacap,” terangnya
Masih menurut Parto, dirinya juga sempat mengalami luka tembak saat terjadinya gerombolan pada zaman itu.
“Saya mengalami luka tembak di bagian pundak kiri. Bekasnya masih ada hingga saat ini. Dulu saya pernah tertangkap oleh kelompok Karto Suwiryo. Nah disitulah saya disuruh lari oleh anak buahnya hingga saya ditembak. Saya bisa selamat karena saat itu saya berpura-pura mati,” terangnya.
Parto menceritakan, saat menjadi prajurit TKR, dirinya hanya dibekali senjata bambu runcing untuk mempertahankan negara kesatuan republik Indonesia (NKRI).
“Yang namanya prajurit biasa, saya hanya berbekal senjata bambu runcing ketika melakukan perlawanan terhadap para penjajah. Pokoknya kehidupan rakyat Indonesia saat itu benar-benar dalam penindasan penjajah. Sehingga saya sebagai pemuda harus berusaha keras mempertaruhkan nyawa demi bangsa ini,” terangnya.
Berdasarkan keterangan dari Parto, sejak Indonesia merdeka, dirinya luput dari perhatian pemerintah. Bahkan jasa perjuangannya pun tak pernah ia rasakan. Ia pun tak pernah terdaftar jadi anggota veteran.
“Padahal saya sudah mengurusnya dari dulu. Waktu itu saya sampai habis uang seribu rupiah (nilainya besar pada waktu itu). namun entah kenapa gak bisa lolos juga. Hingga pada tahun 1970, saya memutuskan untuk hijrah ke Jawa Barat. Ya di tempat inilah saya menetap hingga sekarang,” katanya.
Sementara itu, Sairah (istri Parto), mengaku, sejak dirinya tinggal di tempat yang sekarang, yaitu di Dusun Kertaharja, RT 29 RW 08, Desa Kertahayu, Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis, tidak pernah mendapatkan BPNT maupun PKH seperti yang lainnya.
“Waktu jaman presiden SBY, saya pernah mendapatkan BLT. Namun setelah programnya habis, alhamdulillah sampai sekarang tidak pernah mendapatkan bantuan apa-apa lagi dari pemerintah,” katanya.
Pantauan HR di lapangan, kondisi rumah Parto sang mantan pejuang itu sudah rapuh dan perlu ada perbaikan. Rumah yang berdindingkan anyaman bambu dan berlantaikan tanah ini pun sudah lapuk. Bahkan di bagian dapurnya sudah nyaris ambruk.
Kepala Dusun Kertaharja, Maryono Tri Haryanto, saat dihubungi HR, mengatakan, keluarga Parto sudah masuk dalam daftar peneria program rutilahu.
“Kalau soal bantuan seperti BPNT memang dia tidak pernah menerimanya. Namun kami sebenarnya sudah berulang kali untuk mengusulkannya. Tapi ya entah kenapa usulannya tidak pernah terealisasi. Untuk rumahnya , insyaallah sudah masuk dalam daftar untuk program tahun mendatang,” katanya. (Suherman/R4/HR-Online)